Indonesia Disegani Dan Makin Kuat Karena Memiliki Roket MLRS Astros II MK-6 (Sebuah Analisis Intelijen)

24 September 2015 | 11:52 pm | Dilihat : 7631

astros-130822-b

Roket Astros II MK-6 Avibras Saat pameran di Jakarta (Foto : defesaaereanaval.com)

Indonesia adalah negara yang terletak di ekuator, berada diantara beberapa negara seperti Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam dan China. Terkait dengan perkembangan situasi politik, ekonomi serta pertahanan kawasan dan dunia, khususnya konsep pemerintah China yaitu Jalan Sutra Maritim abad ke-21 (21st Century Maritime Silk Route Economic Belt), lima dari enam  negara tersebut kini diketahui melakukan modernisir kekuatan pertahanannya. Mereka khawatir karena kawasan Laut China Selatan diperkirakan suatu saat akan menjadi titik bakar konflik bersenjata yang serius.

Pada kesempatan ini, terkait dengan pertimbangan intelstrat komponen pertahanan, penulis mencoba menganalisis alutsista TNI AD terbaru, yaitu roket MLRS Astros II, Avibras buatan Brasil. Senjata modern tersebut oleh banyak kalangan dinilai merupakan roket penghancur modern yang praktis dan ampuh, dan dinilai merupakan salah satu senjata penggentar (detterent) yang menakutkan dan telah berada di arsenal TNI AD.

Pertimbangan Ancaman Militer

Berbicara tentang masalah ancaman, dari sudut pandang intelstrat, diperkirakan pada masa mendatang akan muncul ancaman strategis di samping ancaman taktis berdasarkan fakta-fakta yang berlaku. Walaupun kemungkinan ancaman proxy war serta perang asimetris kini lebih popular dan kental dalam penilaian intelijen dibandingkan ancaman perang konvensional, Indonesia di masa damai ini harus menyiapkan kekuatan pertahanan, melanjutkan pengadaan alutsista dengan  melanjutkan konsep pertahanan MEF (Minimum Essential Force).

Terkait pembangunan MEF, pemerintah Indonesia membagi tiga tahapan Rencana Strategis (Renstra) untuk membentuk kekuatan pertahanan yang memadai. Kini proses sedang berjalan dalam Renstra II (2015-2019). Fokus dari MEF adalah menitikberatkan pembangunan dan modernisasi alutsista beserta teknologinya dalam menghadapi ancaman aktual di beberapa flash point. Diantaranya, permasalahan perbatasan wilayah negara, terorisme, separatisme, konflik horisontal/komunal, pengelolaan pulau kecil terluar, serta turut serta dalam bantuan bencana. Kesuksesan pembangunan kekuatan pada Renstra II akan membuat postur pertahanan Indonesia mandiri dan semakin berwibawa.

panglima tni gatot di DPR

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo  menyampaikan pandangannya dalam Seminar Kebangsaan bertema "Refleksi 70 Tahun Indonesia Merdeka" yang diselenggarakan Fraksi PKS DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/8), Foto: metrotvnews.com

Terkait dengan masalah ancaman, menarik yang disampaikan oleh Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, dimana ia mengingatkan tentang potensi ancaman berupa peperangan untuk memperebutkan sumber energi pada masa mendatang. Menurutnya, Indonesia diperkirakan bakal terseret dalam pusaran peperangan untuk memperebutkan sumber energi itu. Dalam hitungannya, peperangan energi itu akan bisa terjadi pada Tahun 2043. Dan negara-negara di lintasan ekuator akan menjadi pusatnya.

Panglima TNI itu menyampaikan perkiraannya pada saat menghadiri acara seminar kebangsaan yang digelar oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPR, Rabu (26/8/2015). Menurutnya, 28 tahun lagi, sumber-sumber energi fosil akan habis. “Perang berlatar belakang energi muncul," tegasnya. Gatot menganggap munculnya munculnya ISIS juga tak lepas dari kepentingan atas penguasaan sumber energi. Menurutnya, Indonesia bisa saja ditarik ke pusaran konflik negara-negara di Timur Tengah itu.

Bagaimana dengan kemungkinan perkiraan ancaman taktis terhadap Indonesia terkait dengan skenario strategis? Dari data intelstrat komponen sejarah, maka beberapa konflik militer pernah terjadi dengan negara tetangga, seperti dengan Australia, Malaysia dan Singapura serta Belanda saat menguasai Irian Jaya (Papua). Oleh karena itu menurut pendapat penulis, komparasi alutsista sebaiknya dilakukan dengan beberapa negara tetangga, agar Indonesia mampu mengimbangi dan tercapai perimbangan kekuatan (balance of power).

astros2_malasia_350

Astros II MK-5 Tentera Darat Malaysia (foto : mazrilhisham.wordpress.com)

Malaysia misalnya, tetap curiga dengan Indonesia, militernya menggelar alutsista di blok Ambalat, penggelaran divisi tank, radar surveillance dan pengerahan brigade infanteri serta Lasykar Wataniah disepanjang perbatasan Kaltim dan Kalbar serta Kaltara. Demikian juga dengan Singapura, yang ingin mengubah batas Negara dengan hasil reklamasi yang ditolak Indonesia. Singapura terus memodernisasi militernya dan meningkatkan pembangunan pangkalan laut Changi.

Blueprint pertahanan Australia mengutamakan akan menambah anggaran Angkatan Laut sebagai prioritas perencanaan pertahanan kedepan. Menurut laporan, Australia menganggarkan puluhan miliar dollar Australia sebagai kekuatan laut terbesar sepanjang sejarah. Diantaranya pengadaan 8 kapal selam dan 12 kapal perang baru. Dokumen perencanaan pertahanan kemungkinan akan diumumkan bulan Oktober mendatang.

australian image

Rencana Gelar Kekuatan Militer Australia (Foto : theaustralian.com.au)

Menurut laporan dari the Weekend Australian, pengadaan terbesar ini diantaranya berupa kapal selam baru dengan bobot sekitar 4000 ton sebanyak 8 unit, 9 unit kapal perang jenis fregat, 3 kapal AWD (Air Warfare Destroyers) dan 10 kapal baru penjaga pantai dan 4 unit kapal multi peran kapal patroli. Selain pengadaan dengan anggaran yang besar untuk alutsista Angkatan Laut, Angkatan Darat pun akan mendapatkan alutsista baru berupa 253 unit kendaraan tempur baru dengan nilai sedikitnya sekitar AU$ 10 miliar

Penilaian Kekuatan Matra Darat Negara Tetangga Indonesia

Kekuatan militer suatu Negara dapat diukur dari asset alutsista yang dimiliki Negara tersebut. Pada umumnya intelijen militer sebuah Negara terus melakukan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan) terhadap kekuatan, kemampuan serta kerawanan alutsista Negara lainnya (musuh atau bakal musuh). Dengan demikian maka akan didapat postur pertahanan negara target. Terkait postur, masalah lain yang penting dikaji adalah penggelaran kekuatan militer, kesiapan sarana dan prasarana alutsista, kesiapan sumda manusia serta prosedur pengambilan keputusan.

Komparasi alutsista matra darat meliputi Tank MBT dan Medium, Roket MLRS, Meriam, ATGM, Heli Serang Serbu, Senapan, Pasukan Khusus dan lainnya. Fokus pada artikel ini adalah analisis intelijen dalam melengkapi alutsista TNI AD dengan kemampuan daya ledak besar dan jarak tembak yang lebih jauh. Penulis pernah membuat analisis tentang Tank Leopard TNI AD , (baca “Arti Penting Tank Leopard bagi TNI AD”, http://ramalanintelijen.net/?p=4794), serta “Dengan Tank Leopard dan Sukhoi-35, Indonesia Mampu Menciptakan Balance of Power”, http://ramalanintelijen.net/?p=9661.

astros-ii-2 salvo

Penembakan Roket Astros II dengan Tembakan serentak (Foto :Avibras)

Oleh karena itu maka pemilihan senjata berat TNI AD, disesuaikan dengan peran Armed (Artileri Medan), yaitu “Memberikan tembakan lawan baterai sejauh jarak capai alutsista dalam rangka menghancurkan dan melumpuhkan sarana Bantem (Bantuan Tembakan) musuh, baik berupa mortar maupun artileri musuh. Armed juga berfungsi memberikan kedalaman pertempuran dengan cara menembaki instalasi logistik pasukan cadangan, posko, sarana komunikasi dan sasaran lainnya.

Sebelum membahas roket MLRS, apabila dilakukan komparasi senjata Bantem dengan beberapa Negara tetangga, dapat dilihat dari kepemilikan meriam kaliber diatas 152 mm. Indonesia (TNI AD) memiliki meriam kaliber 155mm buatan Nexter Caesar, Perancis, dengan range 50 km. Malaysia memiliki Denel G5 kaliber 155mm, dengan range 30-50 km, Australia BAe M777A2, caliber 155 mm, (30 km), Singapura, SLWH Pegasus, caliber 155 mm (30 km), Thailand , Nexter Caisar, caliber 155 mm (50 km), China, PLZ-45, kal. 155mm (50 km), Vietnam 253 Akatsiya , caliber 152,4 mm (24 km). Dalam melakukan modernisasi Malaysia memesan Bofors Archer FH77BWL52 (60 km).

Avibras Astros II Senjata Andalan TNI AD

MLRS (multi-launcher rocket system) adalah jenis roket unggulan terbaru yang kini dimiliki oleh TNI AD sebagai senjata Bantem (Bantuan Tembakan). Roket buatan Avibras Aerospacial Brazil ini mempunyai nama ASTROS (Area Saturation Rocket System), diproduksi pertama kali pada tahun 1983 dan terus dikembangkan sampai sekarang. Serie yang dipilih dan dimiliki Indonesia adalah dari tipe II dan generasi ke-6 (Astros II Mk 6). Roket Astros seri terbaru mampu untuk melaksanaan operasi tingkat taktis dan strategis. Astros merupakan roket multi kaliber, dimana dari satu peluncur roket (MK 6) dapat ditembakkan beberapa varian amunisi, tujuh kaliber dengan jangkauan bervariasi antara 9 km hingga 300 km.

avibrasastros2

Komposisi Astros II (foto : Astros Avibras)

Trend MLRS adalah kearah sistem peluncur modular, dimana pengisian ulang munisi dilakukan bersamaan dengan tabung peluncurnya. Dengan cara mengganti tabung peluncur yang telah kosong dengan tabung peluncur baru yang sudah diisi munisi. Apabila di komparasi dengan beberapa Negara tetangga, Indonesia yang kini memiliki roket Astros II MK.6 (Daya jangkau 9-85 km dan akan dikembangkan dengan jenis amunisi caliber baru dengan jarak jangkauan 150-300 km), jumlah launcher per truk (4/16/32).

Senjata ini dapat dikatakan sistemnya lebih baru, lebih modern dibandingkan Astros II MK.4 dan MK.5 yang dimiliki Tentera Darat Malaysia. Sementara Singapura memiliki MLRS M142 HIMARS buatan Lockheed Martin, AS, dengan daya jangkau 2-300 km, dengan jumlah launcher per truk 1/6.

AD Australia hingga kini belum memiliki jenis MLRS. Thailand menggunakan DTI-1 (Licenced WS-1B), dengan jarak jangkau 180 km, jumlah launcher 4/8. Sementara Vietnam menggunakan BM21 Grad, Daya Jangkau 21 km, jumlah launcher per truk 40. Untuk China, menggandalkan PHL03 (Versi China dan BM-30), daya jangkau 20-150km dengan jumlah launcher per truk 12. Berat maksimum Astros II adalah 24 ton, HIMARS 24 Ton, PHL0 (China) 43 Ton.

LAND_ASTROS-II_Into_C-130_Avibras_lg

Roket Astros II Dapat Diangkut dengan Pesawat Hercules C-130 (foto: Avibras)

Kelebihan Roket Astros II yang dirancang diatas truk 6X6 (AV-LMU) menjadikan roket ini digolongkan sebagai roket gerak sendiri. Kondisi jalan sebagai prasarana transportasi di Pulau Sulawesi, Kalimantan dan Papua yang relative sedikit tidak berpengaruh bagi roket ini. Dengan kendaraan truk 6x6 dapat melaju hingga 110 km/jam dan jarak jelajah 600 km. Dapat dikatakan Astros II mobilitasnya tinggi, selain dapat bergerak sendiri, karena juga dapat diangkut dengan pesawat Hercules C-130 TNI AU.

Roket Astros II memiliki multi kaliber, dari jenis SS-09 (kal. 70), SS-30 (kal. 127 mm), SS-40 (kal.180 mm), SS-60 dan 80 (kal.300 mm), SS-150 (kal. 450 mm) serta seri, ASTROS TM-300 (kal.450 mm). ASTROS II memiliki Fire Control Unit (AV-UCF) sebagai pengendali, pengontrol, terhadap masing-masing baterai saat penembakan. Juga dilengkapi dengan fire control computer, trajectography radar, digital radio dan back up lainnya.

Munisi Astros

Daftar Munisi Astros II serta Daya Hancur Yang Ditimbulkan

Keunggulan lain dari Astros II yang menonjol adalah munisi dilengkapi dengan hulu ledak sub munisi (copper cone) yang mampu menembus baja dengan ketebalan hingga 20 cm, sehingga mampu menghancurkan kendaraan lapis baja (tank) jenis apapun.

Sistem memiliki luas daerah penghancuran “saturated area” yang sangat luas (hingga 400 x 500 m) dan dapat digunakan dalam menahan pendaratan kapal perang musuh. “littoral warfare.” Sehingga Altros II juga sangat tepat apabila juga dipergunakan pasukan marinir sebagai alutsista pertahanan pantai serta pengamanan obyek vital.

Keunggulan lainnya, yaitu dalam prosedur pengerahan dalam pelaksanaan tembakan yang sangat cepat (kemampuan menembak selama 16 detik untuk tembakan 32 butir SS-30/launcher) dan kecepatan penyiapan sikap tembak kurang dari 6 unit serta meninggalkan posisi tembak kurang dari 90 detik, menyebabkan sistem ini bisa melakukan “fire and scoot” untuk menghindari tembakan lawan artileri musuh.

meriam-155mm-caesar

Meriam kaliber 155 mm, Nexter Caesar Buatan Perancis

Perbandingan Astros II dengan meriam caliber 155 mm, terutama pada “fire power", dimana apabila dikomparasi, penembakan 6 launcher Astros II (total amunisi 1.250 kg) sebanding dengan penembakan dari 90 buah meriam kaliber 155 mm. Dilain sisi dari jumlah pengendali 6 launcher (4 orang x 6 sama dengan 24 personil) apabila dibandingkan dengan fire power yang sama pada meriam 155 mm (jumlahnya 11 orang X 90 meriam sama dengan 990 personil). Bisa dibandingkan keuntungan serta efisiensi apabila menggunakan roket Astros II dibandingkan dengan menggunakan meriam kaliber 155 mm.

Analisis

Dengan kedatangan Roket Avibras Astros II MK-6 untuk TNI AD (batch-1), maka terjadi lompatan besar dalam kepemilikan senjata Bantem (Bantuan Tembakan) yang sangat diperlukan dalam menghadapi musuh. Melihat kemampuan roket yang mempunyai daya hancur demikian dahsyat, maka penulis kembali teringat dengan pernyataan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo saat masih menjadi Kepala Staf TNI AD dalam menanggapi kegaduhan saat pengadaan Astros II yang dibandingkan dengan T-122/300, ROKETSAN buatan Turki.

Ditegaskannya bahwa pemilihan alutsista tersebut lebih didasarkan kepada spesifikasi tekhnis (opstek dan spektek), kemampuan, akurasi, daya ledak menjadi ukuran yang utama. “Jadi bukan soal mahal atau tidaknya," katanya. Penulis saat itu kemudian membuat artikel dengan judul “Mengapa Pengadaan Roket MLRS Astros II Untuk TNI AD diributkan?,” http://ramalanintelijen.net/?p=9385. Astros II  dapat dinilai mempunyai efek gentar (detterent effect) yang sangat besar.

Indonesian military

Armed TNI AD Kini Semakin Berkemampuan Tinggi dengan Datangnya Astros I MK-6 (Foto : abc.net.au)

Kini, seperti yang penulis sampaikan pada artikel tersebut diatas, bahwa demi untuk kesinambungan persenjataan bantem utama TNI AD, sebaiknya rencana pengadaan Avibras Astros II MK-6 tetap dilanjutkan. Pertimbangannya terutama, roket ini sudah teruji di medan tempur (combat proven) pada Perang Iran-Irak, Perang Teluk, dan kini Saudi Arabia menggempur Houti di Yaman juga dengan Astros II.

Pertimbangan lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah dalam alih teknologi bagi para personil TNI AD apabila pengadaan dilanjutkan akan sudah terbiasa dan terlatih menangani senjata utama ini. Saran serupa juga pernah penulis sampaikan saat Kemhan dan TNI AU memilih pengganti pesawat tempur F-5E Tiger II, yang penulis sarankan penggantinya adalah Su-35. Selain canggih, personil tehnik dan penerbang TNI AU sudah sangat familiar dengan pesawat Sukhoi 27/30, sehingga proses alih teknologinya akan lebih singkat. (Baca artikel"Membahas Pesawat Tempur TNI AU F-5E Tiger II dan Calon Penggantinya (SU-35?)", http://ramalanintelijen.net/?p=9107).

Nah, dalam pemilihan dan pengadaan lebih lanjut roket modern dengan daya hancur yang besar dan akurasi tinggi, penulis memonitor bahwa China kini juga mencoba memasarkan MLRS buatan mereka untuk TNI AD jenis AR-3 (kaliber 300 dan 370 mm) dan SR-5 (kaliber 122 dan 220 mm).

Penulis menyarankan, pimpinan negara sebaiknya dalam memutuskan pengadaan lebih lanjut MLRS, mengesampingkan sementara kepentingan politik dan diplomasi ekonomi (dagang), lebih mengedepankan kepada pertimbangan kebutuhan alutsista pertahanan dengan beberapa pertimbangan intelijen seperti yang penulis sampaikan diatas. Kita bersama mengharapkan TNI memiliki sebuah standarisasi alutsista dimana selain semakin modern, juga para personil tidak menjumpai kesulitan dalam alih teknologi.

Sebagai penutup, penulis mengharapkan mari kita bangun kekuatan Negara kita yang umumnya di negara lainpun sama,  ukuran yang digunakan yaitu militer dan ekonomi. Walaupun ekonomi kita kini sedang mengalami masalah dan kesulitan, apabila militernya kuat, maka Indonesia tidak akan dilecehkan oleh Negara lain. Kuncinya satu yaitu mampu menciptakan perimbangan kekuatan dengan Negara-negara kawasan. Semoga bermanfaat saran pemikiran dari Old Soldier.

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen. www.ramalanintelijen.net

This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.