Jokowi Perlu Mewaspadai Krisis, Belajar Dari Turunnya Presiden Soeharto
12 September 2015 | 5:24 am | Dilihat : 1360
Kini kata yang paling popular dibahas media di Indonesia adalah 'krisis'. Yang paling menonjol adalah krisis ekonomi, indikasinya mulai berbahaya karena akan berpengaruh terhadap keberlangsungan dan harkat hidup orang banyak. Demikian takutnya kita menghadapi krisis sehingga banyak orang pintar membahas dengan bermacam teori, dan tanpa disadari kita secara perlahan akan menuju ke titik yang berbahaya yaitu krisis politik, turunnya kepercayaan terhadap pemerintah atau bahkan hilang sama sekali.
Dari kamus bahasa Indonesia, pengertian krisis diantaranya adalah, keadaan yang berbahaya (menderita sakit); parah sekali; keadaan yg genting; kemelut; keadaan suram (ekonomi, moral). Pengertian krisis ekonomi adalah kemerosotan dalam kegiatan ekonomi yang dapat menimbulkan depresi, sebagai akibat dari kepekaan konjungtur ekonomi bebas (fluktuasi atau perubahan yang terjadi dalam kegiatan perekonomian, disebut juga sebagai business cycle). Khusus tentang pemahaman krisis kepercayaan; yaitu hilangnya kepercayaan masyarakat pada sesuatu hal.
Dalam kondisi tertentu, maka krisis yang mengancam keberlangsungan sebuah rezim adalah hilangnya kepercayaan rakyat, Sebagai contoh, tidak ada satupun yang percaya pada tahun 1996 s/d awal 1997 bahwa Presiden Soeharto akan turun sebagai presiden. Tetapi pada kenyataannya pada bulan Mei 1998, pak Harto menyatakan mengundurkan diri. Mengapa Presiden mengundurkan diri? Karena rasa kecewa dan tersinggung 'pride' serta merasa ditinggalkan dan tidak ada harapan. Pak Harto merasa dikhianati pembantu-pembantunya.
Apakah ini suatu yang haram? Tidak juga, karena dalam berpolitik, harus disadari bahwa kepentingan perorangan kemudian kelompok menjadi dewa bagi para politisi. Karena itu penulis mencoba mengulas krisis politik serta beberapa hal yang perlu kita waspadai bersama.
Fakta-fakta Mundurnya Presiden Soeharto
Saat Presiden Soeharto menyatakan pengunduran diri (Foto : beritasatu.com)
Kronologis menarik banyak diulas tentang mundurnya Pak Harto pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, yang menyatakannya di credentials room Istana Merdeka, Jakarta. Saat itu, Presiden Soeharto secara resmi mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden dengan pidatonya yang menggambarkan kekecewaannya.
Pada saat itu, Indonesia mengalami krisis politik dan ekonomi dalam 6 sampai 12 bulan sebelumnya. Pada pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi melanda Asia yang menyebabkan kondisi perekonomian Negara-negara Asia termasuk Indonesia sangat memprihatikan. Krisis ini disebabkan karena demikian kuatnya keterikatan sistem ekonomi Indonesia atau global terhadap IMF, Bank Dunia, dan lembaga keuangan lainnya. Badan-badan itulah yang menjadi salah satu sumber keuangan Indonesia dalam pembiayaan pembangunan nasional.
Secara kronologis kejatuhan Presiden Soeharto tergambar dari perkembangan sikon beberapa hari sebelum pernyataan pengunduran dirinya ; Pada tanggal 18 Mei 1998, pukul 15.20 WIB, Harmoko di Gedung DPR, yang saat itu dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.
Pada tanggal 19 Mei 1998, pada pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu dengan ulama dan tokoh-tokoh masyarakat. Usai pertemuan, Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi. Presiden juga akan membentuk Komite Reformasi.
Tanggal 20 Mei 1998, pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang Ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas. Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir. Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya mereka memutuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat.
Ke-14 menteri yang menandatangani (disebut Deklarasi Bappenas) adalah Ir Akbar Tandjung; AM Hendropriyono SH, SE, MBA; Ir Ginandjar Kartasasmita; Ir Giri Suseno Hadihardjono MSME; Dr Haryanto Dhanutirto; Prof Dr Ir Justika S. Baharsjah M.Sc; Dr Ir Kuntoro Mangkusubroto M.Sc; Ir Rachmadi Bambang Sumadhijo; Prof Dr Ir Rahardi Ramelan M.Sc; Subiakto Tjakrawerdaya SE; Sanyoto Sastrowardoyo M.Sc; Ir Sumahadi MBA; Drs Theo L. Sambuaga; dan Tanri Abeng MBA.
Wapres B.J Habibie Menggantikan Presiden Soeharto (Foto: wikipedia.org)
Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta agar Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat Pak Harto tidak mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur. Pak Harto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno.Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie. Rencana pengunduran diri disampaikan oleh Yusril kepada Amien Rais yang kemudian melakukan konsolidasi di markas para tokoh reformasi damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat.
Beberapa informasi pergerakan dibelakang tokoh-tokoh reformasi diantaranya selain Amin Rais adalah Nurcholish Madjid (Alm), Emha Ainun Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma'arif, Djohan Effendi, H Amidhan. Selain itu tekanan psikologis yang dialami Presiden Soeharto datang selain dari Mahasiswa, BKS-IKAPTISI (Badan Kerja Sama Ikatan Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia), Barnas (Barisan Nasional) yang terdiri dari mantan petinggi-petinggi militer serta kelompok Editor.
Kondisi Yang Berlaku Saat ini
Menjadi sebuah pertanyaan, kondisi saat ini lebih baik atau lebih buruk dibandingkan saat sebelum Pak Harto mengundurkan diri? Saat pemerintahan Presiden Jokowi, berjalan sekitar 11 bulan, kondisi perekenomian Indonesia dalam posisi turun dan jelas pada posisi menjumpai kesulitan. Pertumbuhan ekonomi turun menjadi 4,7 persen pada TW-1 dan 4,6 persen pada TW-2/2015. Selain itu yang dinilai tidak baik, penyerapan anggaran APBN demikian rendah. Ini yang membuat perekonomian tidak berjalan dengan mulus.
Dilain sisi, suhu politik walaupun dinilai masih dingin, ada pembentukan opini yang dapat merugikan posisi pemerintah. Sebagai contoh, beberapa pihak menyimpulkan bahwa Islam fundamental merasa dianak tirikan, sementara Islam toleran dianak emaskan. Dimasa depan seakan-akan presiden akan lebih percaya kepada Islam abangan atau juga lebih percaya kepada Jaringan Islam Liberal.
Presiden Jokowi bertemu dengan Presiden China Xi Jinping (Foto : dw.com)
Selain itu muncul penyebaran isu, bahwa pemerintah menganak emaskan orang-orang keturunan Cina, dan dikatakan Jokowi membangun dan mengeratkan kembali poros Jakarta-Beijing. Banyaknya investor Cina yang menggunakan tenaga asal Cina menimbulkan keresahan tenaga Indonesia.Terkait dengan itu, ada upaya memanaskan situasi dengan mengaitkan gerakan PKI lewat Partai Komunis Cina. Beberapa simbol gerakan PKI dimunculkan melalui bendera-bendera palu arit, serta dikesankan pemerintah akan menyatakan permintaan maaf atas penumpasan PKI. Kesimpulannya dikesankan dan di ekspose seakan-akan kembali PKI akan dibangkitkan dan justru didukung.
Pada tingkatan elit, muncul kesan terjadinya perebutan pengaruh antara pendukung lingkaran presiden dengan wakil presiden. Dalam reshuffle pertamanya, Presiden Jokowi justru mengangkat Rizal Ramli, tokoh pengeritiknya justru menjadi Menko Maritim, kemudian mempercayakan posisi Menko Polhukkam kepada Jenderal (Pur) Luhut Panjaitan dari posisi Kepala Staf Presiden yang kemudian dipercayakan kepada Teten Masduki. Nampaknya Rizal Ramli setelah duduk mulai membuka serangan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla serta Menteri BUMN.
Peta politik tingkat elit mulai terbagi antara Presiden dengan dukungan Menko Polhukkam, Kepala BIN, dimana secara formal Menko Polhukam mengordinasikan Menhan, Mendagri dan Menlu (Triumvirat). Sementara dalam pergulatan langkah Kabareskrim dalam memberantas korupsi, mendapat dukungan Panglima TNI serta Mendagri. Posisi wakil presiden JK secara politik menjadi kurang kuat karena dukungan partai tidak berada di tangannya (berbeda dengan posisi saat menjadi wapres 2004-2009, masih menjabat sebagai Ketua Umum Golkar).
Isu sempat beredar bahwa adanya keinginan mengganti Kabareskrim justru dari kantor wapres, karena terkait dengan kasus Pelindo. Tetapi kemudian dibantah oleh JK. Pada sesi kegaduhan politik, akhirnya Komjen Pol Budi Waseso (Buwas) akhirnya dimutasikan menjadi Kepala BNN (tukar posisi dengan Komjen Pol Anang Iskandar).
PAN bergabung ke KIH (Foto : news.detik.com)
Kondisi politik lainnya di DPR menjadi menarik setelah Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menyatakan di Jakarta Rabu (2/9/2015) bahwa PAN bergabung dengan KIH. Sebelum PAN menyatakan pindah, KMP di DPR berkekuatan 258 kursi. Dengan perincian, Golkar 91 kursi, Gerindra 73, PKS 40, PAN 48, dan PPP loyalis Djan Faridz 6. Sedangkan KIH hanya memiliki 241 kursi (PDIP 109 kursi, PKB 47, NasDem 36, Hanura 16, PPP loyalis Romahurmuziy 33).
Sementara Partai Demokrat yang tak memilih kubu memiliki 61 kursi. Namun selama ini Partai Demokrat beberapa kali ikut voting mendukung KMP. Dengan bergabungnya PAN, maka KIH semakin solid. Total kekuatan kursi KIH menjadi 289 kursi, unggul jauh dari KMP yang tinggal 210 kursi. Kalaupun Partai Demokrat mendukung KMP, total kekuatannya hanya 271, masih kalah dari KIH apabila dilakukan voting.
Presiden Jokowi meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi akan meroket pada semester dua tahun ini meski pada semester satu ada indikasi mengalami perlambatan. "Seperti yang sudah kita perkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi di semester 1 kira-kira 4,7, ini harapannya mentok," kata Presiden Jokowi di Komplek Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (5/8/2015) petang. Ia menambahkan, pada semester kedua tahun ini angka itu akan merangkak naik. Hal itu karena terkait dengan serapan anggaran baik dalam APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota. "Bergeraknya biasanya baru di bulan Juni, Juli. Mulai agak meroket September, Oktober. Nah pas November itu bisa begini," kata Jokowi sambil menjulurkan tangannya naik ke langit.
Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana pada Jumat (11/9/2015) memulai kunjungan kenegaraan ke Timur Tengah. Kunjungan kerja Presiden di Timur Tengah berlangsung selama 5 hari pada 11-15 September 2015. Ada tiga negara yang dikunjungi yakni Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Qatar. Kunjungan Kepala Negara kali ini diperkirakan akan didominasi pembicaraan kerja sama di bidang ekonomi dengan ketiga negara tersebut. Pada bulan Oktober presiden direncanakan akan mengadakan kunjungan ke Amerika Serikat.
Selain di Indonesia, krisis ekonomi yang sudah bergulir menjadi krisis sosial dan politik terjadi di Malaysia. Pada beberapa hari terakhir bulan Agustus 2015, terjadi gelombang aksi demonstrasi di Kuala Lumpur, Malaysia. Para demonstran itu pada hari Sabtu (29/8/2015) menggelar aksi demo dengan berkaos kuning, menyerukan pengunduran diri Perdana Menteri (PM) Najib Razak yang terkait tuduhan korupsi. Polisi menyebut aksi demo yang berlangsung dua hari tersebut dikatakan ilegal. Aksi demo yang diprakarsai kelompok aliansi pro-reformasi 'Bersih' ini dijadwalkan berlangsung hingga hari Minggu, 30 Agustus 2015.
Polisi Malaysia menyatakan akan memeriksa mantan PM Malaysia Mahathir Muhammad karena keikut sertaannya dalam aksi demo. Selain tuduhan korupsi, para pendemo merasakan bahwa kehidupan mereka mulai terasa sulit sebagai akibat Malaysia mengalami kesulitan ekonomi yang semakin buruk.
Analisis
Nah, dari beberapa fakta tersebut diatas, apa yang bisa kita cermati dari sisi intelijen. Yang pertama, kasus mundurnya Presiden Soeharto diawali dengan terjadinya krisis ekonomi Indonesia yang di tandai dengan jatuhnya nilai mata uang rupiah bersamaan dengan melambungnya nilai mata uang dolar serta diikuti dengan melambungnya harga-harga kebutuhan sembako, harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Dengan terjadinya krisis moneter di pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun menjadi sangat menurun.
Demo Mahasiswa pada Mei 1998 menekan presiden (Foto: merdeka.com)
Kontradiksi internal yang demikian menciptakan keretakan pada sekat sistem politik orde baru. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 adalah puncak gerakan mahasiswa dengan dukungan tokoh-tokoh reformis, mantan militer serta munculnya tekanan kekuatan politik disekitar presiden yang oleh pengamat dikatakan sebagai pembelotan.
Tahun 1998 merupakan tragedi bagi perekonomian bangsa Indonesia, tercatat sebagai periode paling suram dalam sejarah perekonomian Indonesia. Dampak krisis pun mulai dirasakan secara nyata oleh masyarakat dan dunia usaha. IMF mulai turun tangan sejak Oktober 1997, tetapi terbukti tidak bisa segera memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah. Krisis ekonomi Indonesia bahkan tercatat sebagai yang terparah di Asia Tenggara.
Seperti efek bola salju, krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai tukar baht di Thailand 2 Juli 1997, dalam tahun 1998 dengan cepat berkembang menjadi krisis ekonomi, berlanjut lagi ke krisis sosial kemudian ke krisis politik.Faktor yang mempercepat kerusakan ini adalah hilangnya kepercayaan masyarakat kepada kepemimpinan Pak Harto. Hal-hal lain seperti ketidakpastian suksesi kepemimpinan, sikap plin-plan pemerintah dalam pengambilan kebijakan, besarnya utang luar negeri yang segera jatuh tempo, situasi perdagangan internasional yang kurang menguntungkan menjadi pemicu.
Nilai rupiah yang dapat runtuh terhadap US dolar (Foto : rri.co.id)
Kerusakan nilai tukar rupiah, pada level Rp 4.850/dolar AS tahun 1997, menjadi Rp 17.000/dolar AS pada 22 Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak mata uang tersebut diambangkan 14 Agustus 1997. Kondisi goyahnya pemerintah dalam menghadapi situasi ini justru merangsang masyarakat, yang sebelumnya tenang menjadi panic dan beringas. Kemarahan rakyat atas ketidakberdayaan pemerintah mengendalikan krisis di tengah harga-harga yang terus melonjak dan terjadinya gelombang PHK, kemudian berubah menjadi aksi protes, kerusuhan dan bentrokan berdarah terjadi di Ibu Kota serta wilayah lain. Puncaknya Pak Harto menyatakan mundur setelah dukungan baik legislatif maupun eksekutif lepas dari tangannya. Maka jatuhlah kepemimpinan presiden yang berkuasa selama 32 tahun itu.
Kini kita harus melirik ke negara tetangga, Malaysia. Dalam kondisi keprihatinan dunia, Malaysia menjadi negara yang terkena imbas cukup berat. Pengamat ekonomi Anton Gunawan menyatakan, kondisi perekonomian Indonesia dibandingkan Malaysia lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari langkah kebijakan yang diambil serta total cadangan devisa (cadev) antara Indonesia dengan Malaysia. "Cuma kita lebih bagus relatif ya, sekali lagi relatif ya. Cadangan devisa Indonesia masih di USD107 miliar, mereka sudah turun sampai USD87 miliar dari USD140 miliaran," kata Anton di Istana Negara, Jakarta, Senin (31/8/2015).
Nilai tukar ringgit menjadi lemah dan runtuh. Hingga Kamis (27/8/2015), kurs ringgit sudah di posisi 4,2318 per dollar AS, anjlok 31 persen dalam setahun. Kurs ringgit itu sejajar dengan level 17 tahun silam, dan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di kawasan Asia. Indeks KLCI pada level 1.601,70, terendah dalam tiga tahun terakhir. Hingga Juli 2015, dana asing bersih (net outflow) yang keluar dari bursa Malaysia sudah mencapai 3 miliar dollar AS atau setara Rp 42,38 triliun dengan kurs Rp 14.128 per dollar AS.
Demo di Malaysia Menentang PM Najib (Foto: rappler.com)
Kelompok masyarakat sipil dan organisasi politik Malaysia yang tergabung di Koalisi untuk Pemilu Bersih dan Adil (Bersih 2.0) telah melakukan aksi demonstrasi besar pada 29-30 Agustus, sehari jelang perayaan kemerdekaan pada 31 Agustus 2015. Beberapa pengamat ekonomi mengatakan bahwa ancaman krisis ekonomi di Malaysia lebih mengkhawatirkan ketimbang ancaman terhadap Indonesia. Gelombang protes dan tuntutan mundur PM Najib merupakan akumulasi krisis ekonomi dan dipicu tersiarnya kasus aliran dana ke rekening Najib.
Pada akhirnya kita akan bertanya, bagaimana dengan posisi pemerintahan dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi? Dari beberapa fakta serta komponen intelijen strategis bidang ekonomi, kini sedang terjadi pelemahan, walaupun kondisi tidak (belum?) separah krisis tahun 1998. Krisis ekonomi harus diantisipasi, karena kini Malaysia sudah mulai terkena dampak lainnya yaitu krisis sosial dan menjurus ke politik. Gejolak di Malaysia disebabkan oleh komponen ekonomi, kemudian komponen intelstrat biografi (tuduhan korupsi Najib), mulai hilangnya kepercayaan masyarakat. Jelas kedepan merupakan ancaman keutuhan persatuan di negara itu.
Suatu langkah cerdik politik, kini koalisi pendukung pemerintah (KIH) posisinya menjadi lebih kuat dibandingkan KMP. Presiden Jokowi akan lebih ringan dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Oleh karena itu maka yang dibutuhkannya adalah dukungan dari beberapa negara lain untuk perbaikan perekonomian Indonesia. Apabila upaya tersebut berhasil maka dapat diperkirakan akan semakin kokoh posisinya. Beberapa negara Arab serta AS diperkirakan bisa menjadi kunci perbaikan perekonomian Indonesia.
Ancaman terhadap presiden RI bukanlah masalah impeach, tetapi dari sejarah masa lalu, ancaman terhadap presiden adalah ancaman pemaksaan pengunduran diri oleh rakyat. Pesan moral dari kasus mundurnya Pak Harto adalah bahwa dalam berpolitik tidak ada kesetiaan yang abadi, peluang ditinggalkan pembantu-pembantunya akan membesar bila posisinya melemah.
Apabila ekonomi kokoh, maka dapat diperkirakan Jokowi akan kokoh hingga 2019, dan bahkan apabila program-programnya berjalan, maka bukan tidak mungkin pria sederhana ini akan kembali terpilih untuk periode kedua sebagai presiden dengan penduduk terbesar keempat di dunia ini. Kira-kira begitu.
Penulis : Marsda TNI Pur Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net
Artikel Terkait :-Presiden Jokowi Harus Dibantu, Dijaga, Dilindungi dan Dihormati Bersama, http://ramalanintelijen.net/?p=9617
-Indikasi Jokowi Dijadikan Musuh Bersama Untuk Diturunkan Makin Kental, http://ramalanintelijen.net/?p=9608