Mengulas F-16 Hibah, Satu Terbakar, Dua Retak, Ada Apa?
20 April 2015 | 9:45 am | Dilihat : 6335
TS-1643 setelah terbakar, di evakuasi (Foto: jppn.com)
Pada hari Kamis (16/4/2015) pagi, kita dikejutkan dengan pemberitaan terbakarnya sebuah pesawat tempur sergap F-16 di Pangkalan Halim Perdanakusuma. Pesawat dengan tail number TS-1643 yang diterbangkan oleh oleh Letkol Pnb Firman Dwi Cahyo batal terbang (abort take off) dan akhirnya terbakar. Letkol Firman adalah Komandan Skadron 16 (F-16) di Lanud Rusmin Nuryadin Pekanbaru berhasil menyelamatkan diri, walau pesawat mengalami kerusakan cukup parah.
Insiden terjadi sekitar pukul 08.15 WIB, Firman yang saat itu bertindak sebagai leader bersama tiga F-16 lainnya sedang melakukan take off di Halim. Sebelum V1, leader menyatakan one abort (membatalkan take off), misi tetap dilanjutkan, dimana deputy leader mengambil alih posisi leader. Sepintas sepertinya abort tidak berjalan smooth (terjadi intermittent brake loss). Ketika pesawat sudah dalam posisi full stop, kondisi fire (terbakar), pilot berhasil ground egress. Pilot mengalami minor burn injury (luka bakar ringan) lengan kanan kiri dan leher, kondisi stabil.
Menurut Marsekal Pur Djoko Suyanto, Ketua PPAU (Persatuan Purnawirawan AU) yang mantan penerbang F-5E Tiger setelah menengok bersama Waketum PPAU di RS Antariksa Halim, keputusan Letkol Firman abort tepat, karena all warning light menyala (good decesion). Adanya dampak dari abort take off, itu adalah sebuah resiko yang pasti sudah diperhitungkan setiap pilot tempur.
Penerbangan satu flight pesawat tempur canggih tersebut secara umum dilakukan dalam rangka pengamanan udara Konperensi Asia Afrika, yang dihadiri 29 Kepala Negara di Jakarta. Pagi itu secara khusus flight akan melaksanakan fly pass diatas Mabes TNI Cilangkap, saat acara pembaretan Presiden Jokowi (penyematan baret dari tiga pasukan khusus Gultor Kopassus, Denjaka Marinir dan Denbravo Paskhasau.
Pesawat tempur TS-1643 tersebut merupakan satu diantara lima pesawat F-16 hibah asal AS yang total keseluruhannya 24 buah. Penulis pernah membuat artikel hibah tersebut (mohon dibaca artikel terkait).
Setelah kejadian, TNI AU menyatakan akan mengkaji kembali penerimaan hibah pesawat tempur sisanya."Yang jelas kita akan evaluasi," tegas Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Marsekal TNI AU Agus Supriatna di Lapangan Plaza Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (16/4/2015) seusai acara pembaretan presiden.
Agus yang juga penerbang F-16 mengatakan, insiden serupa ini (terbakarnya engine F-16) merupakan pengalaman pertama yang dialami oleh TNI AU. "Saya penerbang F-16 ini. Dari tahun 1990-an ini belum pernah terjadi engine fire. Nah ini baru terjadi engine fire. Tenyata pesawatnya pesawat hibah," tukasnya.
Proses Hibah 24 F-16 dan Menilai Keampuhannya
Sebanyak 24 buah F-16 yang dihibahkan dari pemerintah AS kepada Indonesia adalah pesawat bekas pakai US Coast Guard yang tercatat kelebihan jumlah. Pesawat dihibahkan dalam program EDA (Excess Defence Article) berada dibawah Departemen Pertahanan AS (Department of Defense). Yang bertanggung jawab dan mengatur program EDA adalah The Defense Security Cooperation Agency (DSCA). EDA beroperasi di bawah US Department of Homeland Security selama masa damai, dan dapat dialihkan penugasannya dibawah Departemen Angkatan Laut oleh Presiden AS setiap saat, atau oleh Kongres AS dalam masa perang.
Menurut ketentuannya, kelebihan alutsista ini dapat dikurangi atau ditawarkan dengan tanpa biaya kepada pihak penerima (negara) asing yang berhak dengan dasar “as is, where is” untuk mendukung tujuan-tujuan keamanan nasional dan kebijakan luar negeri. Menurut UU Bantuan Luar Negeri AS, dinyatakan bahwa transfer EDA tidak akan menimbulkan dampak negatif bagi teknologi nasional AS serta basis industrinya, disamping tidak akan mengurangi peluang industri AS untuk menjual peralatan baru kepada pihak yang diusulkan menerima program EDA.
Pada saat proses awal dalam program EDA, pemerintah Indonesia telah memilih untuk meningkatkan kemampuan pertahanan udaranya melalui upgrade dan regenerasi dari kelebihan pesawat AB Amerika Serikat, yaitu pesawat tempur F-16 Block 25. Pemerintah AS pada bulan Agustus 2011 menyetujui memberikan pesawat dalam proses hibah. Saat persetujuan itu, Indonesia masih memiliki 10 pesawat tempur F-16 A / B Block 15 yang operasional.
Akuisisi dan regenerasi hibah 24 buah F-16 C / D melalui proses EDA memungkinkan pemerintah Indonesia untuk secara signifikan meningkatkan kapasitas pertahanan udara tanpa mengorbankan anggaran pertahanan dan prioritas nasional lainnya. Pada awalnya Indonesia meminta secara total 30 pesawat F-16, dengan dengan perincian 24 F-16 Block 25 untuk regenerasi, empat F-16 Block 25 dan dua F-16 Block 15 untuk digunakan sebagai suku cadang. Termasuk juga dalam rangkaian hibah adalah 28 buah engine Pratt dan Whitney.
Indonesia telah mengalokasikan dana untuk regenerasi 24 pesawat F-16 dan perbaikan dari 28 engine. Setelah penandatanganan proses hibah pada bulan Januari 2012, pemerintah Indonesia membayar sekitar US$ 670 juta, untuk proses administrasi penghapusan 24 pesawat tempur F-16 dari tempat penyimpanan, biaya perbaikan, upgrade dan refurbish (regeneration) keseluruhan pesawat. Menurut anggota DPR RI TB Hasanudin di media, anggaran kemudian ditambah sebesar US$150 juta atas permintaan. Dalam proses upgrade, the Ogden Air Logistics Complex, atau ALC, akan merombak sayap, landing gear, dan komponen lain pada setiap pesawat, disebut Falcon Star atau Falcon Structural Augmentation Roadmap. Program ini terkait dengan penguatan struktur pesawat sehingga masa usia pakai pesawat bisa digunakan secara maksimal hingga mencapai 10.800 EFH.
Upgrade pesawat F-16 C/D 52ID ini yang meliputi modernisasi dan upgrade avionic dan engine pesawat dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan menjadi setara dengan F-16 block 50/ 52. Upgading khususnya dengan pemasangan “otak dan syaraf” baru dari pesawat yaitu Mission Computer MMC- 7000A versi M-5 yang juga dipakai Block 52+, demikian pula radar AN/APG-68 (V) ditingkatkan kemampuan sesuai system baru. Juga Improved Modem Data Link 16 untuk komunikasi data canggih, Embedded GPS/ INS (EGI) block-52 yang menggabungkan fungsi GPS dan INS dan berguna untuk penembakan JDAM (Bomb GPS), Electronic Warfare Management System AN/ALQ-213, Radar Warning Receiver ALR-69 Class IV serta Countermeasures Dispenser Set ALE-47 untuk melepaskan Chaffs/ Flares anti radar/anti rudal.
Sedangkan kemampuan radar AN/APG-68 (V) ditingkatkan agar mampu mendukung peralatan dan system baru yang dipasang. F-16 C/D 52ID TNI AU asal hibah yang sudah di upgrade ini juga juga dilengkapi dengan sistem dan perlengkapan senjata canggih, yaitu rudal jarak pendek AIM-9 Sidewinder L/M/X dan IRIS-T (NATO) serta rudal jarak sedang AIM-120 AMRAAM-C untuk skenario pertempuran “Beyond Visual Range”.
Untuk menyerang sasaran permukaan pesawat dilengkapi kanon 20 mm, bomb standar MK 81/ 82/ 83/ 84, Laser Guided Bomb Paveway, JDAM (GPS Bomb), Bom anti runway Durandal, rudal AGM-65 Maverick K2, rudal AGM-84 Harpoon (anti kapal), rudal AGM-88 HARM (anti radar). Kelengkapan lainnya adalah Improved Data Modem Link 16, Head Up Display layar lebar terbaru yang kompatibel dengan Helmet Mounted Cueing System dan Night Vision Google.
Pesawat juga dilengkapi dengan navigation dan targeting pod canggih seperti Sniper/ Litening, sehingga memungkinkan pesawat untuk melaksanakan operasi tempur pada malam hari serta mampu melaksanakan missi Supression Of Enemy Air Defence (SEAD) untuk menetralisir pertahanan udara musuh.
Dengan demikian, maka apabila pesawat siap operasional, secara teori F-16 hibah tersebut kemudian menjadi pesawat tempur dengan keampuhan yang sangat tinggi. Bukan sekedar pesawat bekas dan bobrok seperti yang diberitakan oleh mereka yang kurang faham. Dalam manajemen penerbangan, terlebih pesawat tempur, aturan serta perawatan berdasarkan service bulletin sangatlah ketat. Demikianlah apabila kita menilai F-16 hibah dalam arti sebenarnya. AS tidak akan mengambil resiko memberikan pesawat yang tidak layak pastinya, efek bisnisnya besar, belum apabila menyangkut citra Loockheed Martin.
Antara TS-1643, Letkol Pnb Dwi Cahyono dan Mission
Letkol Pnb Firman Dwicahyono, Dan Skadron 16 (Foto: jitunews.com)
Pesawat TS-1643 yang terbakar tersebut tiba pada hari sabtu (27/9/2014) siang pukul 11.18 WIB bersama TS-1641, diawaki penerbang dari Tucson Air National Guard, mendarat di Lanud Iswahyudi Madiun yang merupakan pengiriman kedua.
Kedua pesawat diterbangkan dari Andersen AFB Guam selama 5 jam 18 menit. Kedua pesawat selanjutnya terbang dengan dikawal pesawat tanker KC-10 USAF hingga Laut Jawa. Selama perjalanan dilaksanakan air to air refueling dari Travis sebanyak lima kali pengisian bahan bakar di udara. pada awalnya diterbangkan dari Hill AFB Utah pada hari Senin (22/9) pukul 11.20 waktu setempat dan melaksanakan rute sangat panjang, terbang melintasi Samudera Pasifik selama enam jam dengan lima kali air refueling menuju Hickham AFB Hawaii pada pukul 13.05. Hickam AFB adalah markas besar dari US Pacific Air Forces.
Letkol Pnb Firman Dwi Cahyono bersama Mayor Pnb Anjar Legowo pernah ikut menerbangkan dua dari tiga F-16 (pengiriman tahap pertama) dari AS ke Indonesia, tiba pada hari Jumat (25/7/2014), pukul 11.25 WIB. Ketiga pesawat diterbangkan dari Anderson AFB (Air Force Base) Guam ke IWY dalam waktu 5 jam 16 menit dengan melaksanakan empat kali air refueling (pengisian bahan bakar di udara) oleh pesawat Tanker KC-10 yang berasal dari pangkalan AU Amerika, Yokota AFB Jepang.
Flight F-16 (Viper Flight) ini terbang pada ketinggian 26.000 kaki dan terus di kawal pesawat tanker hingga memasuki wilayah udara Indonesia. Pengisian bahan bakar terakhir dilaksanakan diatas Pulau Halmahera, dan selanjutnya KC-10 mengawal hingga jarak 150 km dari Makassar, kemudian kembali ke Guam. Sebagai leader ketiga pesawat itu adalah Colonel Howard Purcell dari USAF, yang menerbangkan F-16 dengan tail number TS-1625, Major Collin Coatney/ Letkol. Firman Dwi Cahyono dengan pesawat TS-1620 dan terakhir Ltc. Erick Houston/ Mayor Anjar Legowo yang menerbangkan pesawat TS-1623.
Kembali kepada kasus TS-1643. Setelah datang, pesawat sudah banyak melakukan operasi penerbangan di Lanus Pekanbaru. Pada saat terjadinya kecelakaan, pesawat direncanakan melakukan fly pass upacara pembaretan (pengangkatan Presiden Jokowi sebagai warga kehormatan dari tiga pasukan khusus TNI). Karena TS-1643 mengalami kecelakaan, kegiatan fly pass tetap dilakukan oleh tiga pesawat.
Mission utama pesawat dengan home base di Pekanbaru tersebut, dengan ops geser, penggelaran di Lanud Hali Perdanakusuma terutama dalam rangka pengamanan wilayah udara berkaitan dengan Konperensi Asia Afrika yang dilaksanakan antara 19 s/d 24 April 2015. TNI mempunyai tugas pengamanan terhadap kemungkinan adanya tindakan yang tidak diinginkan, ditinjau dari berbagai sudut.
Analisis
Dari beberapa fakta tersebut diatas, terlihat bahwa pengadaan 24 buah pesawat tempur F-16 hibah asal AS jelas masih dalam control pengawasan pabrik Lockheed serta Kementerian Pertahanan Indonesia. Secara keseluruhan perjanjian antara pemerintah AS dengan Indonesia suah diselesaikan pada era pemerintahan Presiden SBY.
Dalam hal penyerahan pesawat, pihak AS menurut penulis tidak akan ceroboh untuk menetapkan sebuah pesawat apakah serviceable atau tidak. Jelas Lockheed Martin tidak akan memepertaruhkan reputasinya dalam mengirimkan pesawat hibah yang sudah di refurbishment tersebut apabila tidak baik. TS-1643 terbukti mampu diterbangkan dari Hill AFB Utah sampai Lanud Iswahyudi Madiun tanpa ada masalah apapun pada engine.
Tetapi dalam kenyataannya seperti dikatakan Kasau, Marsekal Agus, dua pesawat yang sudah tiba di Madiun ternyata mengalami keretakan (crack) pada strukturnya. Pada pesawat transport saja keretakan sekecil apapun tidak di toleransi, terlebih pada pesawat tempur yang bisa mengalami tekanan hingga 9 G (grafitasi bumi). Apabila dipaksakan pesawat akan patah dan mengalami kecelakaan serius pastinya.
Kini, yang sangat menarik, kasus TS-1643 yang terbakar itu, menurut Kasau, sejak TNI AU menggunakan F-16 mulai tahun 1990, peristiwa engine fire ini adalah kejadian pertama. Apabila dilihat dari penyebab kecelakaan pesawat maka penyebab adalah machine, man and weather. Apakah ada yang salah ? Letkol Pnb Firman Dwicahyo adalah seorang penerbang senior F-16 (sudah terbang diatas 2.000 jam di F-16), dia juga terlibat menerbangkan F-16 hibah dari AS ke Indonesia. Saat ini Firman (mantu dari teman seangkatan penulis) sedang menjabat sebagai Komandan Skadron16 di Lanud Rusmin Nuryadin Pekanbaru. Artinya dia penerbang yang berpengalaman dan terbaik di F-16.
Nah, karena saat itu kondisi cuaca, visibility di Lanud Halim baik, maka sementara disimpulkan penyebab kecelakaan adalah karena machine, yaitu system pesawat. Dimana diketahui jelas dan diakui bahwa saat kejadian terjadi engine fire. Oleh karena itu focus yang dilakukan adalah mendalami penyebab utama.
Pemikiran dari sisi intelijen. Dalam pakemnya, intelijen selalu berfikir kemungkinan terburuk, apakah pesawat terbakar selain kerusakan mesan wajar atau ada penyebab ekstrem lainnya. Yang dimaksud disini adalah kemungkinan sabotase. Memang bagi pesawat tempur di Pangkalan yang tertutup dengan pengamanan ketat, kemungkinan sabotase agak kecil, walaupun tetap harus dipikirkan. Yang sangat penting diperhatikan adalah pernyataan Kasau, bahwa sejak 1990, baru pertama kali ada engine fire pada F-16 TNI AU. Ini informasi akurat yang harus didalami oleh jajaran intelpamau.
Bila terkait hanya kerusakan wajar, pesawat jelas sudah melalui fase pemeriksaan sebelum terbang dengan teliti. Penulis pernah menjadi PPKPT (Panitia Penyelidik Kecelakaan Pesawat Terbang) saat terjadinya kasus crash A-1324 di Condet pada 5 Oktober 1991. Setelah selesai ditemukan beberapa kaitan penyebab antara machine serta human error. Dari hasil tersebut kemudian dilakukan operasi intelijen pengamanan sapu bersih yang penulis pimpin.
Nah, kembali kepada kasus TS-1643, apabila kasus dikaitkan dengan penyebab ekstrem, maka perlu dikaitkan dengan retaknya struktur dua pesawat F-16 hibah lainnya dan terpaksa di grouded. Dibutuhkan kecepatan bergerak dan pulbaket, agar data penunjang awal tidak menguap.
Kini menjadi tugas berat dan menantang TNI AU, Dua pesawat crack serta satu engine fire diantara lima pesawat bukanlah hal sederhana. Intelijen AU sebaiknya mendalami, alur sejak refurbishment pesawat, kesesuaian perjanjian, dan juga harus dikaitkan dengan mission, system pertahanan udara Indonesia, semua harus didalami. Karena masih ada 19 pesawat yang belum datang. Kesimpulan terjadinya kecelakaan bisa berasal dari asal muasal di AS atau bisa karena penyebab ekstrem di Indonesia terkait dengan sikon yang berlaku.
Tugas berat lainnya bagi TNI AU khususnya, adalah bagaimana memperbaiki citra F-16 hibah yang banyak dihancur leburkan oleh pernyataan-pernyataan mereka yang tidak faham di media. Sebenarnya secara teknis, teknologi ke 24 F-16 tersebut dengan kondisi terbarunya adalah pesawat dengan ‘daya kepruk’ yang hebat, bahu membahu dengan Sukhoi 27/30. Sayang apabila kemudian kita menyimpulkan dan tidak menyukai alutsista yang mau tidak mau harus kita miliki tersebut. Semoga bermanfaat.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net
Artikel terkait :
- Gelombang Kedua Pesawat Tempur F-16 C 52ID Asal Hibah Dari AS Diterima TNI AU, http://ramalanintelijen.net/?p=9093
-Pesawat F-16 C/D-52ID Asal Hibah Dari AS Mulai Memperkuat Skadron Tempur TNI AU, http://ramalanintelijen.net/?p=8638
-Australia akan Membeli 58 Pesawat Tempur F-35 Joint Strike Fighters, http://ramalanintelijen.net/?p=8319
-Australia makin Gundah dengan Modernisasi Alutsista TNI AU, http://ramalanintelijen.net/?p=6833
-Pada 2014 TNI AU Akan Makin Disegani, http://ramalanintelijen.net/?p=7041
-Perkuatan Gelar Tempur TNI di Perbatasan dengan Malaysia, http://ramalanintelijen.net/?p=6058
-Mengapa Jepang Memilih Pesawat Tempur F-35, http://ramalanintelijen.net/?p=4567