Mewaspadai Perkembangan Strategi ISIS di Indonesia

23 March 2015 | 12:18 am | Dilihat : 860

map

Gaziantep (Turki) dan Kobani Suriah, (Foto : rt.com)

Dalam beberapa waktu terakhir media terus memberitakan menghilangnya 16 WNI yang mengikuti tour ke Turki. Mereka hingga kini tidak diketahui keberadaannya, dan patut diperkirakan sudah menyeberang ke wilayah Suriah melalui kota Gaziantep untuk bergabung dengan ISIS. Pemerintah Turki pada hari Jumat (13/3) mengumumkan telah menangkap 16 WNI lainnya yang akan menyeberang ke Suriah dan diperkirakan akan bergabung dengan ISIS yang kini bernama Islamic State (IS).

Kelompok ini diantaranya terdiri dari keluarga Ririn Andriani, Tiara Nurmayanti, dan Daeng Stanzah. Plus dua orang yang berangkat tanpa anggota keluarga, yakni M. Ihsan Rais dan Aisyahnas Yasmin. Ririn pergi ke Suriah untuk menyusul suaminya, Achsanul Huda asal Paciran, Lamongan, yang lebih dulu masuk ke negeri itu. Ririn mengajak serta tujuh anaknya.

Menurut data  Polri, Achsanul adalah rekan Ustad Siswanto, keduanya meninggal; dalam konflik di Suriah.  Tiara adalah istri terduga teroris Hidayah. Hidayah yang meninggal dalam penyergapan oleh Densus 88 di Tulungagung. Daeng Stanzah asal Ciamis, Jawa Barat, mengajak serta istri, Ifah Syarifah, beserta anak mereka.

Banyaknya WNI yang bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak (sekitar 500-600 orang) penulis perkirakan sebagai korban media propaganda ISIS  dari dua sisi yaitu sisi ekonomi dan perekrutan sisi ideologis. Kepala BIN Marciano Norman menuturkan, modus terbaru untuk bisa bergabung dengan ISIS memang dengan menggunakan biro perjalanan

Dari pelbagai informasi diperkirakan hanya sekitar 1-2 persen dari WNI itu yang kemudian menjadi teroris atau penempur lapangan. Sementara sebagian besar hanya menjadi helper atau office boy membantu penempur lainnya. Mereka terangsang bergabung karena mendapat janji gaji yang cukup besar, baik pria maupun wanitanya. Bagi kelompok ideologis, pada umumnya pernah terlibat dalam aksi teror di Indonesia atau mereka yang meyakini akan berjihad dan siap mati sahid di daerah konflik tersebut.

Strategi dari Islamic State

Menurut Institute Studi Perang,  unit tempur Islamic State kini semakin berkembang maju, mampu menggabungkan struktur kepemimpinan yang menyebar dengan strategi militer multi-cabang dari terorisme, perang gerilya dan perang konvensional.Terorisme tidak dapat dikatakan sebagai perang, karena jauh dari peperangan. Di samping itu juga berada di luar perang gerilya, perang revolusioner pemberontakan atau perang konvensional.

Tujuan perang konvensional untuk penghancuran secara total, baik manusia maupun material, perang gerilya merupakan perang revolusioner untuk menimbulkan kerusakan fisik. Sedang terorisme, cenderung menginginkan hasil kerusakan secara psikologis. Aksi teror baik pembunuhan, penculikan, kerusuhan, dan aksi lainnya mengabaikan segala bentuk peraturan dan prosedur perang.

New Yorker Dexter Filkins menyatakan, "Salah satu keunggulan dari strategi militer ISIS ini telah meluncurkan beberapa serangan secara bersamaan, mengganggu lawan dari target yang sesungguhnya."

Dalam lingkungan perkotaan, di mana tembak-menembak cenderung singkat dan terjadi pada jarak pendek antara sejumlah kecil gerilyawan, kemampuan para teroris yang beroperasi dalam sebuah kelompok besar, kelompoknya di distribusikan menjadi tim kecil otonom, dengan mobilitas yang tinggi akan  merupakan keuntungan taktis kunci kemenangan. Yang kini dilakukan oleh unit tempur Islamic State, diwilayah konflik Suriah dan Irak, banyak pimpinan dan deputinya bertindak secara otonom, dimana struktur pengendalian sangat terdesentralisasi.

Taktik kelompok penyerang tersebut   membutuhkan komando, kontrol dan kendali cepat  yang dapat disesuaikan dengan hampir pada semua situasi  yang dihadapi.  Sebagai contoh misalnya, para penempur Islamic State terus bergerak menyerang dari Mosul ke Sinjar dan ke Kobane, dalam  strategi perluasan wilayahnya.  Kelompok penyerang kemudian akan memanfaatkan dan  bergantung pada pengendalian kota regional, yang oleh pengamat dikatakan  sebagai tujuan utamanya.

Sekali mereka menguasai kota, kelompok penyerang memulai bagian kedua dari apa yang mereka kampanyekan dan sama suksesnya dengan taktik pendudukan. Secara terbuka mereka  berbaur dengan penduduk setempat, terutama simpatisan IS dan kemudian mereka cenderung menjadi bersimpati kepada IS, untuk mendorong mereka memberontak terhadap pemerintah/ penguasa setempat.

Dan yang kedua adalah untuk melemahkan legitimasi pemerintahan yang  berkuasa di kota ini dan melemahkan kepercayaan terhadap jaminan keamanan pemerintah. Sasaran pentingnya adalah bagaimana menanamkan pengaruh ideologi kepada penduduk yang wilayahnya mereka kuasai. Oleh karena itu, Islamic State  jarang kehilangan kota yang telah mereka kuasai.

First Lieutenant Dennis Lowe menulis pada Small Wars Journal bahwa, "Daya tergantung pada kontrol populasi dan aliran sumber daya" (Power is dependent on its control of populations and the flow of resources). Dimana gabungan dari keduanya akan merupakan alat mencapai kemenangan dan mengendarai dari benteng perkotaan menuju sasaran berikutnya.

Para pejabat di AS menjadi gamang dengan tekanan yang mereka terima.  Untuk menanggapi krisis yang melanda kawasan itu, analis intelijen berpendapat bahwa pembuat kebijakan harus bergerak dan mulai membangun strategi yang komprehensif. Upaya ini harus dimulai dengan penyelidikan prinsip dasar intelijen yaitu kekuatan, kemampuan  dan kerentanan kekhalifahan Islam yang dibuat oleh ISIS.

Ancaman IS harus dikenali. Kemampuan ISIS terletak pada dua pusat gravitasi. Pertama adalah kemampuan militer klasik gravitasi yang digunakan ISIS untuk merebut kendali fisik dari negara-negara modern. Kedua adalah kapasitas politik untuk memberikan fungsi negara penting di wilayah yang mengontrol ISIS. Kekuatan ISIS berasal dari kemampuannya  untuk menerjemahkan kontrol militer ke kontrol politik, dengan demikian mereka mampu mengklaim bahwa Khilafah terwujud. Strategi untuk mengalahkan ISIS harus mematahkan sinergi ini antara operasi militer dan politik ISIS dan kepemimpinan berlapisnya.

Dalam  rangka untuk mendorong kekalahan strategis ISIS. Counter terorist harus menghancurkan kemampuan, peluang dan mengeksploitasi kerentanan kritisnya. Ancaman ISIS adalah nyata dan terus berkembang, tetapi ISIS juga rentan pada tahap pembentukan politik saat ini. Sangat penting untuk merancang counter-strategi yang meyakinkan.

Dari beberapa informasi diatas, terlihat bahwa penempur Islamic State di kawasan Timur Tengah kini bukan hanya segerombolan orang dengan seragam hitam, berbendera hitam dan menenteng senjata AK saja. Mereka sudah lebih terkordinasi, terlatih dan mampu menerapkan taktik teror yang di gabungkan dengan perang gerilya (perang revolusioner) dan perang konvensional. Titik berat langkah mereka tetap pada teori dasar aksi terorisme. Dengan pengembangan strategi baru, maka timbul dan tercapai efek penggentar berupa daya rusak fisik, manusia dan material yang digabungkan dengan efek psikologis berupa rasa takut yang sangat.

Oleh karena itu di Indonesia, para aparat harus mewaspadai peningkatan kemampuan militer Islamic State telah mereka kembangkan dan latihkan terutama di kawasan Poso. Ini yang perlu segera ditiadakan bentuk ancamannya sebelum membesar. Selain itu menurut Wakapolri, bahwa sejauh ini ada daerah-daerah yang warganya menjadi pendukung ISIS, antara lain di Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Dikatakannya tujuan perekrutan utama ISIS terjadi di Poso, Paciran (Lamongan), dan Ciamis, kini tiga daerah potensial di Indonesia seperti Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan yang menjadi tujuan rekrutmen anggota mereka

Sebaiknya masyarakat perlu diberi informasi bahwa teroris akan mengembangkan kearah kontrol politik. Konflik politik kini mulai terjadi di Indonesia, agar diwaspadai rasa putus asa bagi yang kalah akan menjadi target empuk dalam pembentukan kekuatan baru politik khusus dan bisa berbau radikal anti pemerintah, dengan dasar baru yang relevan.

Kini mulai ditiupkan kebencian kepada pemerintah yang berkuasa dengan tuduhan memanfaatkan kekuasaan. Selain itu agar diwaspadai upaya fa’i berupa perampokan bersenjata dan kemungkinan suicide bombing. Ini mereka lakukan di Kobane dalam keadaan tertekan oleh serangan pasukan Kurdi, dan kemudian IS menyerang dengan tujuh bom bunuh diri.

Hal lain yang perlu diingat, bahwa aksi gerakan ISIS atau IS adalah sebuah operasi intelijen yang sulit dibuktikan tetapi baunya sangat keras. Dalam operasi clandestine tersebut,   mereka  akan diuntungkan apabila terjadi konflik baik horizontal maupun vertical  di Indonesia. Karena itu kekompakan sesama kekuatan eksekutif, legislatif dan yudikatif harus tetap dijaga. Sekali kita lengah, maka kita tidak menginginkan  sikon di Irak ataupun Suriah akan terjadi disini. Begitulah kira-kira.

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net

Artikel Terkait :

-Menilai Ancaman Islamic State Terhadap AS, Negara Barat dan Indonesia,  http://ramalanintelijen.net/?p=8965

-Inggris Menilai ISIS Ancaman Serius Bagi Keamanan Nasional,  http://ramalanintelijen.net/?p=8958

-Arab Dihancurkan dengan Operasi Intelijen, ISIS Hanya Bagian Kecil Operasi Five Eyes ,  http://ramalanintelijen.net/?p=8910

-ISIS Proyek Dari Mossad, CIA dan MI6?, http://ramalanintelijen.net/?p=8696

-Ancaman Perkembangan ISIS di Indonesia Sangat Serius,  http://ramalanintelijen.net/?p=8679

-Mabes Polri Bicara Soal Terorisme di Indonesia,  http://ramalanintelijen.net/?p=6878

-Kepala BNPT; 840 Teroris ditangkap, 60 ditembak mati, http://ramalanintelijen.net/?p=6860

-Mengenal BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme),  http://ramalanintelijen.net/?p=2328

-Teroris Khorasan Grup, Elit Al-Qaeda Akan Menyerang Maskapai Penerbangan AS.  http://ramalanintelijen.net/?p=9135

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.