MENGENAL DIREKTUR CIA BARU, WILLIAM BURNS
22 January 2021 | 8:53 am | Dilihat : 624
William Burns (65) dipilih oleh Presiden Joe Biden menjadi Direktur Badan Intelijen CIA (Sumber foto : Financial Times)
Presiden AS terpilih Joe Biden dan Wapres Kamala Haris Rabu (20/1) telah diambil sumpahnya dan resmi menjabat hingga empat tahun kedepan. Biden sebelumnya telah memilih kabinet intinya dan kini memilih William Burns sebagai direktur badan intelijen terkemuka Amerika Serikat CIA. Burns akan menggantikan posisi Gina Haspel, wanita karier pertama di bidang intelijen yang menjadi Direktur CIA, menggantikan direktur sebelumnya, Mike Pompeo.
Siapa dan Mengapa Burns
Mengapa Pray menulis tentang tokoh ini? Karena semua operasi intelijen AS di luar negeri ditangani oleh CIA, tetapi bekerjasama juga diantaranya dengan NSA (National Security Agency). Di Amerika ada 17 organisasi intelijen yang secara hukum dikontrol oleh Direktur Nasional Intelijen, seorang wanita Avril Haines. Nah, tukang blusukannya intel di luar negeri adalah CIA, selalu clandestine, demi kepentingan negaranya.
Dengan menguatnya HAM, operasi LN banyak dikerjakan oleh kontraktor atau tangan-tangan proxy. Sulit menandingi 5 organisasi intel AS yang beroperasi di LN, karena mereka dibekali black budget diatas US$20 miliar (Snowden). Mari kita bahas tokoh menarik ini sebagai penambah wawasan kita bersama.
William Joseph Burns lahir pada 4 April 1956 (65), di Fort Bragg, North Carolina, Amerika Serikat, pendidikan, Universitas Oxford, St John's College, Universitas La Salle. Ia adalah seorang diplomat Amerika, yang masih menjabat sebagai presiden Carnegie Endowment for International Peace sejak 2014. Burns terakhir menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (2011–2014), dan pensiun setelah berkarir sebagai diplomat selama 33 tahun.
Pencalonan direktur CIA adalah pilihan profil tinggi yang harus diisi oleh Biden setelah berminggu-minggu memilih anggota kabinet dan staf lainnya. Burns, mengungguli kandidat calon direktur CIA lainnya David Cohen, mantan Wakil Direktur CIA (2015 - 2017).
Dengan pengalaman bertugas lebih dari 33 tahun dalam kebijakan luar negeri, Burns juga mampu berbicara dalam bahasa Arab, Rusia, dan Prancis. Pengalamannya yang mendalam sebagai diplomat di samping hubungan lama yang dia miliki dengan Presiden Biden sejak dia bertugas di Komite Hubungan Luar Negeri menyebabkan Biden mengenal cara berfikir dan kepakarannya dengan baik, hingga dia akhirnya yang terpilih.
Tokoh Lama dengan Masalah Pokok yang Sama
Nominasi profil tinggi terbaru ini menurut analis TRTWorld menunjukkan sinyal yang jelas bahwa pemerintahan Biden akan berusaha untuk memperbaiki hubungan diplomatik dengan negara lain yang telah dirusak selama masa jabatan Trump di Gedung Putih.
Direktur yang dinominasikan oleh Biden ini dinilai akan memainkan peran kunci dalam memulai pembicaraan rahasia dengan Iran, merundingkan kesepakatan JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action) yang mengharuskan Iran menyerahkan program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi dari enam negara Barat termasuk Amerika Serikat (14 Juli 2015). Saat berkuasa, Trump menarik diri dari perjanjian JCPOA pada 2018, disinilah Burns diharapkan dapat memainkan peran kunci itu (TRTWorld).
Tugas berat dan kritis Burns, karena Israel tidak menyetujui AS kembali ke perundingan JCPOA, dan mengancam akan menyerang reaktor Iran bila mereka diijinkan melanjutkan program nuklirnya. Israel pernah sukses menyerang program nuklir Irak dan Syria, jelas ancamannya sangat serius (parstoday).
Burns yang pernah menjabat sebagai duta besar AS untuk Rusia dari tahun 2005 hingga 2008, ini akan memberikan ke Biden wawasan mendalam tentang Presiden Vladimir Putin, khususnya tuduhan campur tangan Rusia dalam pemilihan umum Amerika yang menjadi salah satu masalah penting dari agenda kebijakan luar negeri AS dalam beberapa tahun terakhir. Prestasi karier lainnya termasuk tugasnya sebagai Duta Besar AS untuk Yordania dari 1998 hingga 2001 dan Asisten Menteri Luar Negeri untuk urusan Timur Dekat dari tahun 2001 hingga 2005.
Perbaikan Hasil Pulbaket
Biden mengumumkan bahwa prioritas pertama Burns adalah memastikan pengumpulan bahan keterangan dan analisis intelijen tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik setelah muncul kritikan keras Presiden Trump terhadap badan-badan intelijen AS. Biden menegaskan hal serupa kepada penasihat keamanan nasional dan badan intelijen lainnya tentang posisi intelijen yang profesional menghindari kepentingan politik.
CIA secara hukum diawasi oleh Direktur Intelijen Nasional, Haines, terlepas dari otonomi yang dimilikinya. Di masa jabatan Trump sebagai Presiden, Direktur Intelijen Nasional yang bertugas di bawah pemerintahannya diduga telah mengambil nada partisan yang telah mempertaruhkan ketidak berpihakan badan-badan intelijen AS. Pada 2017, Direktur CIA dinaikkan setingkat anggota kabinet, tetapi di masa Biden, nampaknya Direktur Nasional Intelijen(DNI) yang dinaikkan setingkat anggota kabinet, Direktur CIA dibawah kordinasi DNI (Avril Hanies)
Presiden terpilih Biden pada hari Senin (11/1/2021) menyatakan kepada Burns, "shares my profound belief that intelligence must be apolitical and that the dedicated intelligence professionals serving our nation deserve our gratitude and respect.”
Dikenal dengan latar belakang non-partisan, Burns telah memegang posisi diplomatik penting di bawah pemerintahan Demokrat dan Republik. Di satu sisi, mencalonkan seorang kandidat dengan reputasi bipartisan kemungkinan akan membuat proses pengukuhan Senat lebih mudah inilah kelebihannya sebagai non partisan.
Burns tidak hanya memetik hubungan yang kuat dengan presiden terpilih Biden, tetapi juga sebelumnya bekerja secara ekstensif dengan tim Keamanan Nasional Biden dalam kesepakatan nuklir Iran. Pengalamannya dengan intelijen dimulai sejak awal selama penempatannya sebagai duta besar dan selama kariernya di departemen luar negeri.
Diplomat Berbasis Intelijen
Pencalonan Burns mencerminkan fokus Biden pada ancaman keamanan klasik, mengingat pengalamannya dengan Iran dan Rusia. Burns menyatakan bahwa pemerintahan Trump telah merusak diplomasi AS. Mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton menyatakan Burns sebagai "tangan yang mantap" dan "petugas pemadam kebakaran yang sangat efektif".
Meskipun ia tidak selalu menjadi bagian langsung dari kebijakan luar negeri dan badan intelijen, Burns masih memegang level kepemimpinan pemikiran yang relatif dengan tulisan dan suaranya. Pada tahun 2002, Burns menulis sebuah memo yang dinamai memo "Perfect Storm", menyoroti bahaya intervensi AS di Irak. Dia menjabarkan prediksi rinci tentang apa yang bisa salah dalam perang AS di Irak, bertahun-tahun sebelum itu terjadi (Estimates of the speculative evaluative element).
Pada tahun 2016, Burns adalah salah satu dari 100 pemimpin, pemikir, dan tokoh keamanan nasional yang ikut menandatangani surat yang menyerukan "rakyat Amerika Serikat untuk menolak penyiksaan sepenuhnya" dan meminta "semua pejabat publik untuk secara eksplisit menolak penyiksaan dan untuk mematuhi hukum, serta larangan penyiksaan. "
Nominasi Biden memilih direktur CIA dengan latar belakang Burns sebagai diplomat, mantan pejabat di Departemen luar negeri, bukan pejabat intelijen karier seperti direktur CIA saat ini Gina Haspel penting dicermati. Inti dari pilihan Biden adalah komitmen terhadap diplomasi internasional dan hubungan yang memburuk secara signifikan di bawah masa jabatan Trump. Biden ingin mengembalikan posisi Amerika di kepala meja. Reputasi AS dalam empat tahun terakhir sangat menurun terpukul pandemi, kekeliruan penanganan WHO yang dekat ke China, kekeliruan menangani Iran, kegagalan merebut pengaruh di Asean, dan menurut penulis juga kegagalan menarik Indonesia sebagai mitra dalam arti utuh, dinilainya Amerika berada satu langkah dibelakang China.
Keputusan Biden memilih Burns kemungkinan juga memperhitungkan posisi Direktur Intelijen Nasional (ODNI), Avril D. Haines, yang mengawasi 17 badan intelijen negara, termasuk CIA. Meskipun DNI secara teknis lebih senior dari direktur CIA, diperkirakan tidak ada ketegangan dan konflik diantara keduanya, yang telah bekerja sama sebelumnya di Departemen luar negeri AS.
Analis berpendapat, sebagai direktur CIA, Burns kemungkinan akan menghadapi kebijakan luar negeri Rusia yang lebih berani dan China yang menunjukkan sikap siap berkonflik danbersaing dengan AS, di samping ancaman perubahan iklim dan pandemi global yang ditetapkan Biden di jantung agenda keamanan nasionalnya.
Nilai dan Arti Penting bagi Indonesia
Bagi Indonesia, karena Burns non partisan, dia akan fokus kepada tugas utamanya dalam misi intelijen dengan format diplomasi. Para pemegang amanah di Indonesia sebaiknya lebih membaca cara berfikir Burns terutama perkembangan geopolitik dan geostrategi di kawasan regional, Asia Tenggara, Laut China Selatan serta kawasan Indo Pacific secara utuh.
Di bawah Burns Badan Intelijen di Indonesia sebaiknya memperkuat Kemenlu, pendekatan AS ke Indonesia walau dalam format diplomasi, intinya adalah intelijen. Maksudnya para pejabat diplomatik tidak 'bias' membaca kepentingan nasional AS yang ada dalam benak pikiran Burns.
Informasi dan analisis Burns dan Haines penulis perkirakan akan menentukan keputusan Biden memilih keputusan dan langkah antara stick and carrot baik terhadap sekutu, mitra atau lawannya. Semoga bermanfaat, Pray Old Soldier.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net
22 Januari 2021
Sumber : trtworld, parstoday, wikipedia dll