Terkait Kunjungan Presiden Jokowi, Seberapa Penting Indonesia Bagi Amerika Serikat ?
29 October 2015 | 8:23 am | Dilihat : 2085
Pertemuan Presiden Jokowi dengan Presiden Obama di White House (foto :galamedianews.com)
Kunjungan Presiden Jokowi ke Amerika Serikat merupakan sebuah langkah penting, tidak hanya bagi Indonesia tetai juga bagi Amerika Serikat. Pertemuan antara kedua Kepala Negara itu diperlukan sedikitnya untuk menjajaki pengambilan keputusan sesuai dengan kepentingan nasional masing-masing negara. Memang ada beberapa pihak di Indonesia yang menilai bahwa kunjungan kenegaraan penting dilihat dari seremonial penerimaan. Ditengah kesederhanaan, menurut informasi yang penulis terima, presiden AS dalam setahun hanya menerima empat kali tamu negara dengan level grade satu, sementara yang lainnya pada posisi grade dua. Bukan berarti grade dua tidak dihormati, hanya ada hal-hal khusus yang agak membedakan.
Seperti kita ketahui, Amerika adalah sebuah negara besar, bahkan diketahui selalu ingin memerankan posisinya sebagai polisi dunia, banyak menentukan situasi dan kondisi sembilan komponen intelijen strategis di belahan dunia manapun. Dalam sejarahnya, AS telah mengintervensi beberapa negara dan bahkan menginvasi dengan kekuatan militer diantaranya Vietnam, Afghanistan, Irak, Libya dan Syria yang dinilainya sebagai gangguan politik luar negeri dan bahkan bisa dinilai sebagai ancaman potensial kepentingan nasionalnya. Dalam kunjungan Presiden Jokowi memenuhi undangan Presiden Obama, akan terlihat dan dapat dinilai, seberapa penting posisi Indonesia bagi AS. Inilah yang akan coba penulis ulas.
Menteri ESDM Sudirman Said yang menyertai presiden mengatakan, bahwa kunjungan Presiden Jokowi ke Washington DC, AS menuai sukses besar. Dalam rilis tertulis yang disampaikan kepada media disebutkan, "Semua aspek strategis dibicarakan secara hangat dan terbuka oleh kedua pemimpin negara (Presiden RI Joko Widodo dan Presiden AS Barack Obama) mulai investasi, ekonomi, energi bersih, perubahan iklim, terorisme, demokrasi, hingga urusan kesehatan rakyat," katanya.
Pesawat Kepresidenan RI, Boeing 737-800 (foto : dispenau)
Dalam kunjungan itu Jokowi didampingi Ibu Negara Iriana, Menlu RI Retno Marsudi, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, Kepala Presiden Staf Teten Masduki dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani. Presiden Jokowi dalam lawatannya ini menggunakan pesawat kepresidenan Indonesia-1 (Boeing 737-800) yang diterbangkan oleh crew dari TNI AU.
Pada awalnya rencana kunjungan ke AS akan dilaksanakan antara tanggal 26 s/d 28 Oktober 2015, tetapi sehari setelah tibanya di Pangkalan Udara Andrews di dekat Washington DC, Presiden Jokowi memutuskan untuk membatalkan perjalanannya ke lembah Silikon (Silicon Valley) di San Francisco Bay Area, California (West Coast), mempercepat kunjungan dan kembali ke Indonesia.
Presiden Jokowi memberikan policy speech di Brookings Institution Washington D.C (Foto : setkab.go.id)
Di Lembah Silikon rencananya Presiden Jokowi akan bertemu dengan para CEO perusahaan IT yang bergerak dalam bidang komputer dan semikonduktor, yaitu Adobe Systems, Apple Computer, Cisco Systems, eBay, Google, Hewlett-Packard, Intel, dan Yahoo!. Presiden Jokowi menugaskan Menkominfo, Menteri Perdagangan, dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif untuk mewakilinya.
Pada hari Senin pagi, 26 Oktober 2015 pukul 10.35 waktu setempat, Presiden Jokowi setelah mengadakan pembicaraan dengan Menkopolhukan Luhut Panjaitan dimuka wartawan, kemudian menyatakan mempercepat kembali ke tanah air. Dikatakannya, sendiri, "Saya memutuskan membatalkan perjaanan ke West Cost atau mungkin langsung meluncur ke Kalteng atau Sumsel." Presiden menjelaskan bahwa banyak keluhan dari masyarakat, laporan kesehatan, dan dampak sosial yang terjadi di daerah yang terkena asap sebagai penyebab dirinya memutuskan tidak melanjutkan perjalanan dan memilih kembali ke tanah air. "Titik apinya ada di Sumsel 146 dan di Kalteng 366 dan juga tempat lain," ujar Presiden seperti ditulis dalam rilis Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana.
Peta Kabut Asap Di atas Sumatera dan Kalimantan (Foto: tribunnews.com)
Sebelum bertemu dengan Presiden AS Barack Obama pada Senin sore, Jokowi mengadakan pertemuan dengan Pimpinan Conoco, Phillips dan CEO General Electric Co, Ryan Lance, Wakil ketua John G. Beras, CEO Millennium Challenge Corporation, Dana J. Hyde dan Wakil Presiden Eksekutif Chevron Corp untuk bisnis hulu James W. Johnson.
Selanjutnya menurut Sudirman, dijelaskan hasil nyata kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke AS adalah didapatnya 14 kesepakatan bisnis ditandatangani termasuk 11 di bidang energi, investasi senilai 3,5 miliar dolar disepakati, dan 17 transaksi bisnis ditandatangani. Hasil nyata lainnya adalah 250 lebih komunitas bisnis AS, terutama investor yang sudah lama berada di Indonesia, hadir dalam jamuan makan malam."Kemudian, sebanyak 150 pelaku bisnis hadir dalam pertemuan bisnis dan tak kurang dari 15 pertemuan padat dan berisi dilakukan oleh Presiden dan delegasinya," katanya.
Walaupun kunjungan diperpendek, pada intinya kunjungan ke negaraan Jokowi ke AS pada intinya dapat terlaksana, yaitu pertemuannya dengan Presiden Obama. Presiden AS Barack Obama menerima kunjungan Presiden Jokowi di West Wing, White House, Washington DC, Senin (26/10/2015) sekitar pukul 14.35 waktu setempat atau Selasa (27/10/2015) pukul 01.35 WIB. Dalam sambutannya, Obama mengaku sangat senang menerima kunjungan Presiden Jokowi dan rombongannya ke Gedung Putih, yang dinilainya memberikan peluang yang baik untuk hubungan yang kuat antara kedua negara dengan faham demokrasi yang besar.
Dikatakannya, "Tentu saja saya pernah punya hubungan yang pribadi dengan Indonesia karena masa kecil saya berada di Indonesia, saya masih ada hubungan keluarga di Indonesia," kata Presiden Obama dalam keterangan pers bersama Pesiden Jokowi. Menurut Obama, kemitraan antara Indonesia dan AS bukan saja penting bagi AS karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang banyak memainkan peran penting di kawasan Asia Tenggara, merupakan negara dengan jumlah penduduk Islam terbesar di dunia dengan tradisi dan toleransi sikap moderat.
"Indonesia merupakan negara penting dalam soal perdagangan dan pertumbuhan ekonomi, dan kami tetap pada minat besar sekali dalam memperkuat hubungan kerjasama antara Amerika Serikat dengan Indonesia," kata Obama.
Menjelang Konperensi Pers (Foto :pilarbangsa.id)
Presiden Obama menyatakan pembicaraan menyangkut perdagangan dan hubungan kerjasama antara kedua negara, terutama dalam pengembangan ekonomi digital, yang merupakan peluang yang baik sekali di Indonesia, kerjasama keamanan, terutama keamanan maritim dalam peningkatan modernisasi kemampuan Indonesia dan pentingnya ASEAN serta forum Asia Timur, dalam mempertahankan aturan main di kawasan Asia Tenggara.
Tentang soal terorisme, menurut Presiden Obama tentu saja ini sangat baik dalam menyampaikan pesan yang positif melawan pesan gerakan radikal (ISIS), dan juga menentukan sikap menyebarluaskan perdamaian sebagai Islam moderat. Sebelumnya Menlu Retno Marsudi mengatakan, "Indonesia sebagai negara dengan Muslim terbesar di dunia tapi pada saat yang sama Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar di dunia yang toleran, pluralis, dan sebagainya yang tidak dimiliki negara lain memberikan nilai strategis bagi Indonesia, dengan itu Indonesia siap memainkan peran sebagai jembatan," kata Retno.
Dalam kaitan ini Obama menyatakan, "Saya menyambut baik segala upaya Presiden Joko Widodo dalam memenangkan demokrasi, dan meningkatkan hubungan kemitraan dalam kedua negara bukan saja dalam hal strategis tetapi juga merupakan hal yang sangat penting bagi kedua negara."
Selain itu, dalam pertemuan kedua Kepala Pemerintahan itu juga dibahas tentang penanganan kebakaran lahan gambut, pertukaran pelajar mahasiswa dan ini merupakan wujud peningkatan kerjasama diantara kita. "Kami membahas beberapa isu global karena Indonesia dan Amerika dalam bidang keamanan, kesehatan untuk mencegah wabah penyakit, yang merupakan kepentingan bersama, kepentingan global," tambah Obama (Sumber rilis : setkab.go.id).
Saat berkunjung ke Gedung Putih itu, Presiden Jokowi didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Koordinator Bidang PMK Puan Maharani, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Menteri ESDM Sudirman Said, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Duta Besar LBPP RI untuk AS Budi Bowoleksono, dan Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri Dian Triansyah Djani.
Presiden RI Jokowi dan Presiden China Xi-Jinping (Foto : ekbis.rmol.co)
Setelah memberikan policy speech di Brookings Institution Washington D.C, Presiden RI Joko Widodo mendapatkan pertanyaan soal sikap pemerintahnya terhadap China yang merupakan negara relatif sangat berpengaruh di Asia meski kerap kali menciptakan friksi dengan negara tetangganya. Jokowi menjelaskan, "Kami melihat China sebagai mitra penting bagi Indonesia dan kami perlu untuk memperkuat kerja sama dengan China karena kami mengekspor berbagai komoditas ke China," katanya. Namun, Jokowi juga menekankan bahwa Indonesia melihat negara lain, seperti halnya Amerika Serikat, Rusia, Jepang, dan Timur Tengah, sebagai mitra yang penting bagi Indonesia.
"Tentang Laut China Selatan saya sudah sebutkan dalam pidato saya bahwa Indonesia bukan bagian dari konflik," katanya. Namun, Indonesia merasa perlu untuk turut serta menciptakan perdamaian dan stabilitas keamanan di sekitar wilayah tersebut. Indonesia mengimbau semua pihak menahan diri dari tindakan-tindakan yang mengikis rasa saling percaya antarpihak. "Kita ingin negara-negara ASEAN dan China untuk mulai berdikusi tentang konten Code of Conduct atau CoC. Indonesia ingin memainkan peran aktif dalam isu ini," katanya.
Analisis
Kunjungan kenegaraan Presiden Jokowi ke AS serta terlaksananya pertemuan dengan Presiden Barack Obama merupakan posisi politik penting bagi Jokowi, tetapi dilain sisi juga penting bagi AS. Presiden Obama mengambil sumpah jabatan periode keduanya pada hari Ahad (20/1/2013) dalam sebuah upacara pribadi kecil di Blue Room di Gedung Putih, dan akan turun dari jabatannya pada 20 Januari 2017, lebih cepat tiga tahun kurang dibandingkan Presiden Jokowi. Oleh karena itu kini Obama mulai meletakkan dasar-dasar politik luar negerinya, khususnya kepentingan AS di Asia Tenggara, menyamakan persepsi dengan Indonesia, mengingat Jokowi akan lebih lama menjabat sebagai presiden.
Indonesia jelas dipandang demikian penting oleh AS, karena menjadi negara berpenduduk ketiga terbanyak di dunia yang menggunakan sistem demokrasi. Sementara itu Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Disinilah point penting, dimana di Indonesia, kaum muslim mampu menggunakan sistem demokrasi yang dianut oleh Barat. Dalam pemahamannya kedua pemimpin berbicara dengan bahasa yang sama yaitu demokrasi, ini dasar terpenting Indonesia dalam penilaian AS.
Seperti diketahui, kelompok Islam radikal sangat anti dengan sistem demokrasi Barat, terlihat dari demikian seriusnya kelompok teroris yang menyerang AS. Oleh karenanya, Indonesia dikatakan Obama merupakan negara dengan jumlah penduduk Islam terbesar di dunia dengan tradisi dan toleransi sikap moderat. Nah, dalam kaitan ini, Obama yang pernah tinggal di Indonesia mampu memahami perkembangan sosial budaya yang mana demokrasi yang mereka anut dan gelontorkan ke seluruh dunia ditolak oleh penganut muslim di beberapa negara Timur Tengah, tetapi dapat diterima dan dilaksanakan di Indonesia.
Dalam posisi ini jelas dan dengan bahasa terangdan sederhana, Presiden Jokowi menjelaskan posisi ideologi, politik serta sosial budaya Indonesia, sehingga pembicaraan keduanya menjadi lebih menyatu. Kemudian Jokowi masuk ke wilayah ekonomi dan pertahanan, menyikapi kondisi krisis dunia yang mengalami perlambatan ekonomi. Dalam tannggapannya, Obama menyatakan bahwa AS tetap mempunyai minat besar sekali dalam memperkuat hubungan kerjasama antara Amerika Serikat dengan Indonesia dalam bidang ekonomi. Hasil nyatanya, kunjungan Jokowi tersebut mempunyai hasil akan masuknya investor AS ke Indonesia seperti yang dikatakan oleh Menteri ESDM, Sudirmam Said diatas.
Presiden Jokowi diterima Wapres AS Joe Bidden (Foto : setkab.go.id)
Pentingnya posisi Indonesia bagi AS juga dinyatakan oleh Wapres Joe Biden saat bertemu dengan Presiden Jokowi di kediaman resminya di Washington DC, Selasa (27/10) siang waktu setempat, yang mengatakan Indonesia memiliki nilai strategis bagi AS. Kehadiran Presiden Jokowi di kediaman resmi Biden, untuk memenuhi undangan jamuan makan siang pribadi yang disampaikan Biden. Santap siang berlangsung dalam suasana yang akrab dan hangat.
Menurut Menlu Retno Marsudi, Biden memuji Indonesia sebagai negara besar yang dapat menjalankan pemilihan umum dengan baik dan aman. Selain itu, Biden juga memuji upaya pemberantasan korupsi yang dilaksanakan oleh Presiden Jokowi. Dikatakannya juga, Indonesia memiliki nilai yang strategis bagi Amerika Serikat, karena Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar akan memiliki pengaruh yag kuat di masa datang.
Sementara itu, menurut Menlu Retno, Presiden Jokowi menyampaikan kepada Biden hubungan kerjasama kedua negara telah berjalan baik, tapi masih ada sektor-sektor yang masih dapat ditingkatkan kerjasamanya. Dalam pertemuan ini semakin terlihat pentingnya posisi Indonesia dalam pandangan pemerintah AS.
Hal lain yang menarik adalah pertanyaan saat Jokowi memberikan policy speech di Brookings Institution tentang sikap Indonesia dengan ulah pemerintah China di Laut China Selatan. Presiden Jokowi mengambil jalan tengah dengan mengatakan China penting bagi Indonesia dalam bidang perdagangan sebagai mitra, tetapi ditegaskannya Indonesia tidak akan ikut terlibat atau bukan bagian dari konflik. Indonesia juga menghargai Amerika Serikat, Rusia, Jepang, dan Timur Tengah, sebagai mitra yang penting bagi Indonesia.
Presiden Jokowi dengan cerdik menyampaikan bahwa Indonesia adalah negaradengan politik bebas dan aktif, ikut mencptakan perdamaian dunia. Indonesia dikatakannya, perlu untuk turut serta menciptakan perdamaian dan stabilitas keamanan di sekitar wilayah tersebut. Beberapa minggu lalu, Presiden Jokowi telah mengutus Menhan Ryamizard Ryacudu ke China untuk berbicara dengan pemerintah China serta mengadakan pertemuan dengan beberapa Menteri Pertahanan Asean tentang patroli laut gabungan di Laut China Selatan. Diplomasi damai Indonesia disetujui oleh China, tetapi masih belum sepenuhnya disepakati negara-negara Asean lainnya, masih perlu pembicaaan lanjutan.
Dalam konflik kepentingan AS dengan China di Laut China Selatan, melihat visi Presiden Obama rebalancing, maka konflik terbatas di laut antara kedua negara bisa terjadi sewaktu-waktu. Oleh karena itu Presiden Jokowi mengimbau agar pihak-pihak yang bertikai menahan diri. Disinilah Jokowi mampu meyakinkan AS bahwa Indonesia tidak sedang membangun poros Jakarta-Beijing, seperti yang dikhawatirkan. Indonesia hanya bermitra dagang dengan China.
Pada akhir sesi di Brooking Institution, Presiden Jokowi mengatakan, "Tanpa demokrasi tidak akan ada Presiden Jokowi," katanya yang mendapat aplaus dari hadirin. Inilah kecerdikannya yang mengundang simpati di AS, dengan bahasa yang sama.
Ilustrasi "Tanpa demokrasi tidak akan ada Presiden Jokowi," (Foto: nasional.kompas.com)
Nah, dari pembahasan serta fakta-fakta diatas, walau rencana kunjungan dipangkas setengahnya lebih dari jadwal semula, inti kunjungan yang ditempuh Jokowi dengan penerbangan selama 22 jam itu nampaknya membuahkan hasil yang cukup menjanjikan. Jokowi mampu meyakinkan bahwa Indonesia merupakan negara yang bersikap bebas aktif, menggunakan faham demokrasi serta penganut Islam yang toleran. Disini kecerdikan Jokowi, dimana pada masa lalu Indonesia diciri dan pernah dicurigai sebagai pembuat aktor-aktor teroris, kini semua digenggam dan diatur Jokowi dengan dasar pemahaman demokrasi serta hak asasi manusia.
AS nampaknya akan meningkatkan investasinya di Indonesia dan Jokowi dengan ringan menyikapi kemungkinan munculnya masalah seperti Freeport serta investasi AS lainnya di Indonesia. Dengan dukungan serta saling pengertian kedua presiden, semua masalah nampakya akan terselesaikan. AS juga semakin faham dengan sikap pemerintahan dibawah Presiden Jokowi tentang posisi Indonesia soal masalah Laut China Selatan.
Menurut penulis, kunjungan tersebut akan membuahkan hasil positif bagi Indonesia dalam mengatasi perlambatan perekonomiannya. Menurut sudut pandang intelijen, Presiden Jokowi telah mampu mengamankan posisi Indonesia. Dalam teori penggalangan, apa yang dikerjakannya mampu menciptakan kondisi positif ditengah arus globalisasi yang sering tidak menentu dan bahkan merusak. Sebagai pemain baru di dunia internasional, dengan kesederhanaanya, Jokowi mampu melakukan lobi kelas dunia demi masa depan negara yang di pimpinnya. Kini Indonesia menjadi semakin penting di mata AS. Begitu? Salut kepada Pak Jokowi.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net