Analisis Intelijen Tentang Lanud Halim Perdanakusuma Sebagai Civil Enclave

26 October 2015 | 1:08 am | Dilihat : 4111
lanud halim pk
Gerbang Lanud Halim Perdanakusuma (Foto : PentakHLM)
Pendahuluan  

Naskah ini sebenarnya penulis susun pada awalnya  sebagai persiapan  seminar Air Power yang akan diselenggarakan oleh APCI (Air Power Centre of Indonesia) dengan tema,  “Save Military Air Force Base dan Enhancing Air Capabilities for A National Security.” Sebagai pembicara, penulis diharapkan memberikan analisis dari sudut pandang intelijen tentang topik  Save Military Air Force Base, terkait dengan diberlakukannya Air Force Base (Pangkalan Udara) Halim Perdanakusuma sebagai “civil enclave”.

Secara umum, sesuai dengan pemahaman yang berlaku di Indonesia, Pangkalan Udara Militer sebagai “civil enclave” tidaklah salah, karena kondisi negara kita yang memang memiliki keterbatasan, sehingga masih memerlukan  pangkalan udara militer untuk pengoperasian penerbangan swasta. Akan tetapi tidaklah betul, manakala penggunaan Lanud Halim sebagai Pangkalan Induk terpenting di Ibukota tersebut  dalam pengelolaannya akan diatur oleh penerbangan sipil.

Oleh karena itu, sesuai dengan tema,  penulis mencoba menyampaikan dampak serta kerawanan dari penilaian sisi intelijen  atas pemberlakuan civil enclave terhadap Lanud Halim Perdanakusuma, serta  bagaimana mengamankan “Military Air Force Base” terpenting ini dari  kepentingan lain yang mungkin akan mengganggu kepentingan pertahanan untuk tujuan Keamanan Nasional  di masa mendatang.

Pemahaman Tentang Intelijen

Competitive_IntelApabila kita membahas atau menggunakan intelijen sebagai pisau bedah terhadap sebuah kasus, maka kita harus memahami dahulu apa intelijen itu. Intelijen dapat dilihat sebagai sebuah pengetahuan, organisasi atau kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, dan pengambilan keputusan.

Hasil olahan intelijen berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman dan upaya mengantisipasi kerawanan  yang disesuaikan dengan lingkup dimana organisasi tersebut berada. Sebagai sebuah produk, informasi matang tersebut disebut sebagai intelijen. Proses dalam analisis kasus akan efektif dan efisien apabila sudah melalui dan mempergunakan metoda "competitive intelligence process."

Dalam dunia intelijen dikenal pengertian intelijen taktis dan Intelijen strategis. Dalam dunia militer, intelijen taktis dipergunakan  untuk memenangkan sebuah pertempuran, sedang intelijen strategis (intelstrat) dipergunakan untuk memenangkan peperangan. Dalam pemahaman ini,  untuk menyelidiki ancaman ataupun kerawanan di pihak kita, intelijen taktis akan bermula dari spot atau target taktis yang kemudian melebar dalam pengumpulan  bukti-bukti (pulbaket) yang lebih lengkap  ke lingkup nasional, regional dan internasional. Intel taktis akan memenuhi kebutuhan intelijen berupa kekuatan, kemampuan, kerawanan serta niat lawan.

Sementara intelijen strategis (intelstrat) adalah ilmu yang dipergunakan untuk memenangkan peperangan, terdiri dari sembilan komponen intelstrat (komponen ideologi, politik, ekonomi, sosial,  budaya, hankam, biografi, demografi dan sejarah). Intelijen mencermati dunia internasional, kemudian mengerucut ke regional, nasional dan terakhir kearah spot. Dari titik temu antara intel taktis dan strategis akan dapat disimpulkan oleh intelijen apa yang harus dilakukan dan diputuskan oleh end user.

Dari sisi Intelstrat, menilai sebuah kasus saat bermain dalam dunia politik, ekonomi, ataupun sosial  misalnya,  nafas gerakannya dikenal sebagai "the art of possible", dimana kepentingan menjadi muara dari segala gerakan. Selama kepentingannya sama, semua bisa diatur. Tetapi apabila kepentingan berbeda semua bisa saling bersaing dan  bermusuhan.  Dilain sisi, dalam menghadapi ancaman luar (external threat), seperti proxy war atau terorisme, nafasnya adalah "the art of impossible".

cia, mi6 and mossad

Tiga Badan Intelijen Top Dunia, CIA, MI6 dan Mossad (Sumber : english.farsnews.com)

Tidak terbayangkan bahwa tiga Badan Intelijen kelas dunia (Mossad, CIA dan MI6), menurut Edward Snowden yang mantan anggota CIA/NSA dikatakan yang membuat organisasi teror ISIS dan kemudian berubah menjadi Islamic State. ISIS diciptakan dengan tujuan untuk  mengamankan Israel dari serbuan/gangguan Irak dan Syria. Demikian juga dalam kasus teror mengerikan ke menara kembar WTC, dimana sebelum kasus 911, tak seorangpun pernah berpikir akan ada segelintir orang yang  nekad menerbangkan dan menubrukan pesawat ke WTC hingga runtuh. Semua pihak awalnya  akan berpikir "impossible", tapi nyatanya "possible".

Nah, pada profile tingkat tinggi ini intelijen harus jernih dan berpandangan jauh kedepan dalam memperkirakan potensi ancaman, terutama kemungkinan munculnya the art of impossible. Jelas badan intelijen  tidak hanya fokus terhadap  ancaman teroris sebagai sebuah kasus, tetapi yang terpenting adalah ancaman terhadap keberlangsungan berbangsa dan bernegara, yang kita kenal sebagai national threat. Institusi yang memiliki indera ke enam melakukan counter dan sangat memahami  ancaman nasional terhadap sebuah negara adalah intelijen.

Intelijen yang sempurna adalah mereka yang berhasil melakukan pengamatan secara berkeliling sehingga bisa melihat dan menganalisis informasi dari semua sisinya, itulah petugas ataupun analis yang waspada dan mumpuni. Yang perlu difahami adalah sisi kontradiktif. Kesempurnaan analis adalah ketika dia bisa memahami sebuah realitas dengan menggabungkan semua sisi yang kelihatan berbeda dan kontradiktif ke dalam sebuah pemahaman yang tunggal dan utuh.

counter-intelligence

Counter Intelligence (Foto : news.beatport.com)

Pemahaman yang utuh terhadap realitas akan terjadi ketika aparat intelijen mampu membangun sebuah kesadaran yang bisa mewadahi seluruh masukan yang berbeda-beda, bahkan yang kontradiktif sekalipun. Itu hanyalah merupakan bagian-bagian yang tak terpisahkan dari kesatuan tunggal yaitu realitas. Jangan terjebak dengan satu bagian saja, karena counter intelligence akan selalu berhadapan dengan upaya desepsi (Marciano Norman).

Peran dari Intelijen dalam tataran manapun  adalah melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanan mulai dari level bawah dan kemudian meningkat hingga menjadi sebuah ancaman nasional.

Selain itu juga intelijen dalam tataran nasional akan melakukan intelijen agresif yang ditujukan untuk menghadapi unsur-unsur  asing yang mengancam keamanan nasional dengan menggunakan metode operasi kontra-intelijen dan atau kontra-spionase untuk mengungkap ancaman tersebut.

bukumarciano

Penulis Sebagai Penanggap Bedah Buku Mantan Kabin Marciano Norman (Foto: mediasionl;ine.com)

Dari Buku yang ditulis mantan Kepala BIN Letjen (Purn) Marciano Norman, Intelijen Negara (Mengawal Transformasi Indonesia, Menuju Demokrasi Yang Terkonsolidasi) disebutkan ruang lingkup dan penyelenggara Intelijen Negara meliputi : a. Badan Intelijen Negara (BIN) adalah lembaga sipil non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI (strategis nasional). b. Intelijen pertahanan dan/atau militer (Intelijen Tentara Nasional Indonesia). Badan Intelijen Tentara Nasional Indonesia menyediakan intelijen sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dan strategi Panglima TNI (strategis, operasional dan taktis).

  1. Intelijen kepolisian (Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia). Badan Intelijen Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat Polri (BIK-Polri) bertugas menyediakan intelijen sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan dan strategi keamanan dan ketertiban masyarakat bagi Kepala Kepolisian RI (strategis, operasional dan taktis. d. Intelijen penegakan hukum (Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia). Intelijen Kejaksaan RI bertugas menyediakan intelijen sebagai bahan pertimbangan dan penentuan kebijakan dan strategi bagi Jaksa Agung. Susunan organisasi dan tata kerjanya didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan di lingkungan Kejaksaan Agung RI.
  2. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.Unsur intelijen lain pada departemen/LPND menyelenggarakan fungsi intelijen dalam rangka mendukung tugas departemen atau lembaga yang bersangkutan. Susunan organisasi dan tata kerjanya didasarkan pada ketentuan perundang-undangan di lingkungannya. Seluruh kegiatan intelijen harus terkendali dan bermuara pada Kepala Badan Intelijen Negara selaku penanggungjawab lembaga. (Marciano Norman, Intelijen Negara, Mengawal Transformasi Indonesia, Menuju Demokrasi yang Terkonsolidasi).

Dalam artikel  ini, penulis pada posisi sebagai Pengamat Intelijen, serta Tim Analis Strategis Direktorat Jendral Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI, memberikan penilaian dari sudut pandang intelijen militer dan pertahanan dalam membahas penerapan Lanud Halim sebagai civil enclave dalam konteks Save Air Force Base. Sebagai Pengamat Intelijen, sejak Tahun 2008, penulis menuangkan buah pikiran serta sumbang saran analisis intelijen (blogger)  dalam karya tulis  pada www.ramalanintelijen.net (1.106 judul) serta pada blog /sosial media  www.kompasiana.com/prayitnoramelan . Selain itu juga penulis telah menghasilkan dua buku yaitu Intelijen Bertawaf serta Misteri MH-370.

Pemahaman Umum Civil Enclave

 

Dalam pemahamannya, Civil Enclave (Enclave sipil) mempunyai pengertian,  dipergunakannya sebagian wilayah pangkalan udara  milik angkatan bersenjata (militer), untuk operasional pesawat udara sipil dan jasa penerbangan sipil terkait. Dari beberapa data, enclave sipil yang umum di negara-negara seperti India, Sri Lanka, dan Pakistan mirip dengan di Indonesia, di mana pangkalan udara tersebut hampir selalu warisan Perang Dunia II, yang juga  dialokasikan untuk lalu lintas udara domestik.

Pada bandara enclave sipil  di Negara lain  memiliki pembatasan jam malam (umumnya setelah matahari terbenam) di mana pesawat sipil tidak diizinkan untuk beroperasi. Pada pagi hari, penerbangan sipil harus menyesuaikan dalam melakukan operasi penerbangan, dimana banyak jam cadangan pagi digunakan untuk training bagi penerbangan militer.  Kontrol lalu lintas udara di enclave sipil biasanya dipercayakan kepada angkatan bersenjata atau mungkin gabungan  kru sipil-militer secara bersama-sama. Di beberapa Negara, keamanan serta keselamatan penerbangan merupakan tanggung jawab personel militer.

Otoritas keamanan sipil seperti Administrasi Keamanan Transportasi di Amerika Serikat mempertahankan tanggung jawab untuk semua keamanan penerbangan sipil. Hal ini berlaku umum bahwa militer menerima pendapatan dari penggunaan sipil layanan ATC jika mereka memiliki dan mengoperasikan mereka, tetapi di beberapa negara tidak jelas apakah belanja modal untuk perbaikan seperti perluasan landasan pacu adalah tanggung jawab pihak berwenang militer atau sipil

Northwest-Florida-Regional-Airport_171929_image

Northwest Florida Regional Airport, Eglin AFB FL, Civil Enclave (Foto: hotfrog.com)

Istilah "enclave sipil" jarang digunakan di Amerika Serikat, tetapi terdapat juga beberapa operasi penerbangan yang berbagi fasilitas militer-sipil. Dalam catatan Federal Aviation Administration disebut sebagai penggunaan bersama bandara dan fasilitasnya. Salah satu contoh adalah Northwest Florida Regional Airport (fasilitas bersama), yang memanfaatkan layanan landasan pacu dan ATC dari Eglin Air Force Base. Bandara Internasional Charleston menggunakan landasan pacu dan layanan dari Charleston Air Force Base. Kedua bandara sipil itu, mengoperasikan terminal penumpang mereka sendiri dan juga taxiway.

 

Sepintas Pemahaman Antara Lanud dan Bandara

Menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang merupakan revisi dari UU Penerbangan (UU Nomor 15 Tahun 1992) yang merupakan turunan dari dari Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer-Ordonnantie) di jaman Pemerintahan Hindia Belanda  (Staadsblaad 1939 100 jo. 101),  definisi bandar udara dan pangkalan udara adalah sebagai berikut :

bandara

Bandar Udara Soekarno Hatta Jakarta (foto : jejakcandra.blogspot.com)

Bandar Udara (disingkat sebagai bandara) adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

Pangkalan Udara (disingkat sebagai Lanud) adalah kawasan di daratan dan/atau di perairan dengan batas-batas tertentu dalam wilayah Republik Indonesia yang digunakan untuk kegiatan lepas landas dan pendaratan pesawat udara guna keperluan pertahanan negara oleh Tentara Nasional Indonesia.

Perbedaannya terletak pada fungsinya apakah untuk kepentingan penerbangan sipil atau penerbangan militer. Bandar Udara  adalah istilah yang umumnya dipergunakan untuk kegiatan penerbangan sipil (civil aviation), sedangkan pangkalan udara adalah istilah yang umumnya dipergunakan untuk kegiatan penerbangan militer (pertahanan negara).

C130 jajaran

Jajaran C-130 Hercules dalam sebuah mission Operasi (foto : dispenau)

Bandara-bandara yang berada di kawasan pangkalan udara disebut sebagai civil enclave airport (bandar udara sipil dalam kawasan militer). Sebaliknya kegiatan penerbangan militer yang menumpang pada bandar udara sipil disebut military enclave airport. Contohnya adalah Bandara Sepinggan Balikpapan dan Bandara Juwata Tarakan. Di kedua bandara tersebut terdapat fasilitas militer untuk kepentingan penerbangan militer.

Beberapa bandar udara di Indonesia juga dibuat dan dioperasikan secara murni sebagai bandar udara untuk melayani penerbangan sipil. Contohnya adalah: Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, Bandara Sultan Hasanuddin Makassar (terminal baru dan airside area yang baru), dan beberapa bandar udara lainnya.

Berikut adalah daftar nama bandara yang dalam hal penggunaannya secara bersama dengan pihak Angkasa Pura dan TNI ;

1.Lanud Halim Perdanakusuma milik TNI AU yang juga dipergunakan sebagai bandar udara untuk penerbangan sipil yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura II (Persero).

2.Lanud Adisutjipto Yogyakarta merupakan pangkalan udara untuk penerbangan militer TNI AU dan di dalamnya juga dipergunakan untuk melayani penerbangan sipil sehingga juga disebut Bandara Adisutjipto PT Angkasa Pura I (Persero).

3.Lanud Adi Soemarmo Yogyakarta merupakan pangkalan udara untuk penerbangan militer TNI AU dan di dalamnya juga dipergunakan untuk melayani penerbangan sipil sehingga juga disebut Bandara Adi Soemarmo PT Angkasa Pura I (Persero).

4.Lanud Ahmad Yani Semarang merupakan pangkalan militer untuk penerbangan TNI AD, dan di dalamnya juga dipergunakan untuk melayani penerbangan sipil yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I (Persero).

5.Lanud Juanda Surabaya sejatinya merupakan pangkalan militer TNI AL. Fasilitas terbangun di sebelah utara runway merupakan fasilitas atau bangunan untuk penerbangan sipil yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I (Persero).

6.Lanud Sultan Iskandar Muda dipergunakan juga untuk melayani penerbangan sipil yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura II

7.Lanud Husein Sastranegara dipergunakan juga untuk melayani penerbangan sipil yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura II

8.Lanud Supadio dipergunakan juga untuk melayani penerbangan sipil yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura II

9.Lanud Syamsudin Noor dipergunakan juga untuk melayani penerbangan sipil yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I.

10.Lanud El Tari dipergunakan juga untuk melayani penerbangan sipil yang                    dioperasikan oleh PT Angkasa Pura.

Sementara Bandara Sipil Yang juga dipergunakan untuk kegiatan militer adalah :

1.Lanud Pattimura dipergunakan juga untuk melayani penerbangan sipil yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I.

2.Bandara Sepinggan Balikpapan merupakan bandara yang ditumpangi oleh TNI, karena terdapat fasilitas militer untuk kepentingan penerbangan militer.

3,Bandara Juwata Tarakan merupakan bandara yang ditumpangi oleh TNI, karena terdapat fasilitas militer untuk kepentingan penerbangan militer.

4.Lanud Hang Nadim dipergunakan juga untuk melayani penerbangan sipil yang dioperasikan oleh Otorita Batam

5.Lanud Hasanudin dipergunakan juga untuk melayani penerbangan sipil yang dioperasikan oleh PT Angkasa Pura I.

jajaran pespur tni au

Jajaran pesawat tempur TNI AU, kesibukan akan mirip diatas apabila ancaman semakin nyata ( foto : Dispenau)

Khusus Enclave Sipil Pangkalan AU Halim

Sejarah khusus kepemilikan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma dimulai setelah pemerintah Belanda menyerahkan Pangkalan Udara Cililitan kepada Pemerintah Indonesia pada tanggal 20 Juni 1950. Pada Tanggal 17 Agustus1952 Pangkalan Udara Cililitan diubah namanya menjadi Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma (lanud Halim Perdanakusuma).

Pada Lanud Halim Perdanakusuma, diberlakukan civil enclave. Bandara Internasional Halim Perdanakusuma (Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma; IATA: HLP, ICAO: WIHH). Dari sejarahnya, sebagai bandara enclave sipil, Halim Perdanakusuma adalah salah satu bandara utama kota, bersama dengan Bandara Kemayoran, sampai pembukaan Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang pada tahun 1985.

Penutupan Kemayoran pada tahun 1985 berarti bahwa Halim berfungsi sebagai bandara sekunder Jakarta, sebagian besar penanganan penerbangan charter serta penerbangan umum (VVIP/VIP) dan sekolah terbang dasar dilakukan di Halim. Pada 1990-an Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengamanatkan bahwa Halim hanya akan melayani penerbangan tidak terjadwal, serta dijadwalkan penerbangan dengan pesawat di bawah kapasitas 100 penumpang.

Pada tahun 2014, Halim dibuka kembali untuk semua penerbangan terjadwal sebagai pereda kemacetan Bandara Soekarno-Hatta. Pemerintah Jakarta berencana memperluas jalan yang menghubungkan ke bandara untuk memudahkan lalu lintas di dekat Cawang.

PT ATS

Siteplan Pengembangan Bandara Halim Perdanakusuma yang akan dilakukan PT ATS, anak perusahaan Lion Air  bersama Adhi Karya

JPNN.com memberitakan pada 15 Oktober 2015 ;  Lion Air Group melalui anak perusahaannya, PT Angkasa Transportindo Selaras (PT ATS) bakal mengembangkan Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, bekerjasama dengan PT Adhi Karya.

Kepala Humas Lion Air Edward Sirait di Jakarta, Selasa (14/10/2015) mengatakan, pengembangan itu merupakan tindak lanjut perjanjian kerjasama tentang pemanfaatan 21 hektare lahan Bandara Halim PK yang ditandatangani pada 2006 oleh PT ATS dengan Inkopau. "Perjanjian kerjasama sudah lama, sejak tahun 2006, tapi waktu itu belum ada plan, makanya sekarang mau kita realisasikan," katanya.

Edward menjelaskan, pembangunan itu juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas bandara serta menciptakan kenyamanan bagi para pengguna jasa angkutan udara. Nantinya, pembangunan Bandara Halim ini akan mencakup terminal penumpang yang modern dan beberapa fasilitas lainnya seperti taxi way, apron dan garbarata.

Pembangunan bandara ini diharapkan akan selesai dalam kurun waktu sembilan bulan dengan biaya sekitar Rp 5 triliun. Tetapi Edward belum bisa memastikan kapan pembangunan itu akan dimulai. "Adhi Karya di sini hanya sebagai kontraktor, kalau dana 100 persen dari Lion semua. Ya kita harap bisa secepatnya dibangun, kalau bisa besok sudah dimulai," katanya.

Edward menegaskan bahwa pihaknya juga sudah mendapat izin dari TNI-AU untuk pengembangan Bandara Halim PK. Selain itu, lanjut Edward, pihaknya juga telah mengikuti ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, bahwa badan hukum Indonesia diperbolehkan untuk mengelola atau menjadi operator bandara. "Yang jelas ini sudah kita bicarakan. Kami pelaku bisnis nggak akan berbenturan dengan yang lain," pungkasnya.

Dalam perkembangannya,   PT Angkasa Transportindo Selaras pada tanggal tgl 28 Mei 2015 menulis surat kepada Kepala Staf TNI AU, Nr: 010/Dir-ATS/V/2015.

Isi surat adalah : Rencana Pengoperasian serta Pengembangan dalam  rangka menindak lanjuti serta merealisasikan perjanjian kerjasama pemanfaatan lahan Bandar Udara antara PT ATS dengan Inkopau. TNI AU dan PT ATS telah menandatangani  Surat Pernyataan bersama yng menyetujui dilaksanakannya pembangunan :

-Rapid Taxy way di sisi Utara landasan pacu

-Pelapisan taxy way di Selatan landasan pacu

-Pembangunan gedung operasional di sisi Selatan Bandar Udara

(Pembangunan di biayai PT ATS di akan dihibahkan kpd TNI AU).

Bersamaan akan dibangun juga :

-Membangun Gedung Terminal yg baru

-Merenovasi Gedung Terminal yg ada saat ini

-Membangun Gedung Perkantoran dan parkir kendaraan

-Membangun under Pass di jalan persimpangan Lanud Halim dengan Cawang dan Tol Cikampek.

Maksud dan Tujuan :

-Memperindah lingkungan terminal dan Bandar Udara

-Meningkatkan keselamatan dan keamanan penerbangan

Peran Halim Sebagai Pangkalan Udara Militer

Dalam membahas peran Halim PK sebagai pangkalan udara militer, penulis mempunyai pengalaman bertugas di Lanud Halim Perdanakusuma selama empat Tahun (1991-1994) sebagai Kepala Seksi Intelijen Udara. Selain itu, dalam pembuatan analisis lingkungan strategis terkait tujuan seminar ini, pengalaman serta pengetahuan penulis  baik sebagai penasihat Menhan Bidang Intelijen (1999-2005), sebagai Kelompok Ahli Badan Penanggulangan Terorisme (2010-2013) serta Tim Analis Strategis Kemhan RI (Februari 2015-Sekarang), penulis akan menyampaikan tinjauan secara komprehensif tentang Lanud/Bandara Halim Perdanakusuma.

Secara umum memang ditetapkannya Lanud Halim sebagai enclave sipil jelas sudah melalui pertimbangan tertentu oleh Dirjen Perhubungan Udara serta TNI AU, dan pemerintah pada umumnya. Menurut penulis, pertimbangan penggunaan kembali Lanud Halim sebagai dengan status enclave sipil lebih di titik beratkan kepada kebutuhan komersial meningkatnya penggunaan pesawat terbang sebagai moda transportasi. Memang kita fahami bahwa kemampuan Bandara Soekarno Hatta sangat terbatas dan mulai penuh sesak, dikaitkan dengan tingginya frekwensi penerbangan yang semakin berkembang. Oleh karena itu yang termudah dan jalan tersingkat, para operator mampu me lobi regulator untuk menetapkan Halim sebagai alternative sekunder untuk segera dimanfaatkan.

Di lain sisi, apakah para pemangku serta pemegang amanah sudah memikirkan lebih jauh ada aspek strategis yang suatu saat akan merugikan dan bahkan mengancam tidak hanya fasilitas militer dalam kaitan pertahanan Negara, tetapi dapat mengancam Negara secara utuh? Mari kita tinjau dari aspek militer pertahanan tentang peran Lanud Halim.

Pengertian Pangkalan Udara

 

Pangkalan Udara umumnya hampir sama dengan Bandar Udara namun yang membedakan Bandar Udara dengan Pangkalan Udara hanya dari kegunaannya saja, jika saja Bandar udara di gunakan secara komersil, sedangkan Pangkalan Udara hanya di gunakan untuk kepentingan Negara, yang sudah jelas di kelola oleh TNI-AU. Sebelum kita berbicara jauh tentang Pangkalan Udara, ada baiknya jika kita mengetahui tentang apa apa saja yang menyangkut TNI-AU.

Tlogo-tni-auentara Nasional Indonesia-Angkatan Udara (TNI-AU) adalah bagian dari Tentara Nasional Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Staf TNI Angkatan Udara yang disingkat KASAU. Saat ini TNI-AU memiliki dua komando operasi yaitu Komando Operasi Angkatan Udara I (Koops AU I) yang bermarkas di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta dan Komando Operasi Angkatan Udara II (Koops AU II) yang bermarkas di Makassar.

Tugas TNI-AU

Sesuai dengan UU TNI pasal 10, Angkatan Udara bertugas:

  • melaksanakan tugas TNI matra udara di bidang pertahanan;
  • menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udarayurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi;
  • melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara; serta
  • melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.

Semestinya kita faham bahwa sebagai sebuah Pangkalan Udara militer, Halim Perdanakusuma adalah tulang punggung ibukota yang memang di design dalam konsep strategis pertahanan. Apabila dilihat dari konsep strategis, di Lanud Halim PK terdapat selain Pangkalan AU dengan skadron Angkut Strategis, skadron Angkut Taktis, Skadron VVIP, Skadron Tehnik, Skadron Avioni, Wing Tempur Paskhasau, juga terdapat Markas Koopsau-I, Markas Kohanudnas, Kosek Hanudnas.

kostrad dan c130

Sebagai Home Base Rajawali (C-130), transport berat TNI AU, mission yang diembanadalah satuan yang bertugas menggelar pasukan serta peralatan tempur TNI AD dari Jakarta ke trouble spot sewaktu-waktu. Demikian juga Lanud Abdulrachman Saleh terdapat skadron Hercules. Oleh karena itu, mestinya difahami konsep strategis pertahanan Negara, mengapa Divisi-1 Kostrad berada di Cilodong dan Divisi-2 berada di Malang, dam Markas Kopassus di Cijantung. Tujuannya, untuk memperpendek jarak apabila dalam kondisi mendesak perlu pengiriman pasukan khusus dalam waktu singkat dalam rangka pertahanan.

Dalam perkembangan alutsista Bantem (Bantuan Tembakan) modern milik TNI AD (roket Astros MK-6) juga dislokasi di Jakarta dan Malang. Semuanya dengan maksud yang sama.  Selain itu Halim PK juga dipergunakan untuk kegiatan penerbangan VVIP yang selalu diberlakukan aerodrome close 30 second (before and after).

LAND_ASTROS-II_Into_C-130_Avibras_lg (1)

C-130 Hercules Juga Akan Mengangkut Senjata Bantem Andalan TNI AD Roket Astros MK-6  dari Lanud Halim

Keterkaitan Lanud Halim sebagai tulang punggung pertahanan Negara mestinya difahami dan dipikirkan, terutama terkait dengan training, kerahasiaan pergerakan, pengamanan fasilitas militer. Dalam hal ini penulis pernah terlibat dalam operasi clandestine (belasan kali selama bertugas), yang intinya team melakukan operasi desepsi pengiriman material khusus ke sebuah negara dengan Hercules, dengan catatan apabila misi bocor dan ditembak negara lain tidak akan diakui kegiatan tersebut. Semua dilakukan dengan pengamanan intelijen, dengan cover name, cover story. Disini artinya kerahasiaan tidak boleh bocor sama sekali karena menyangkut keamanan alutsista serta personil yang terlibat. Bagaimana kerahasiaan mission apabila operasi penerbangan dipegang oleh sipil?

Nah, yang semestinya dipikirkan adalah apa kerawanan apabila enclave sipil semakin diperbesar dan dikendalikan oleh otoritas sipil secara penuh? Intelijen, mengukur ancaman serta peluang dari sisi kekuatan, kemampuan serta kerawanan. Kekuatan berarti cukupkah waktu training bagi penerbangan militer? Apabila waktu training crew transport terbatas karena bersaing dengan jam-jam penerbangan sipil, ini akan menurunkan kemampuan para penerbang militer apabila dibutuhkan. Dari pengalaman bertugas di Halim, penulis membuat catatat/record, betapa tidak mudahnya mencetak air crew yang betul-betul mumpuni dan mahir. Jelas dengan akan semakin bertambahnya slot penerbangan sipil di Halim, jam untuk militer akan dihitung ulang.

Kerawanan adalah sebuah kelemahan yang apabila di eksploitir oleh lawan akan menyebabkan kelumpuhan, bisa menyebabkan kelumpuhan permanen. Belum lagi apabila Kohanudnas atau Koopsau-1 menggelar latihan yang melibatkan pesawat tempur di Halim. Jelas kondisi kepadatan penerbangan akan semakin sulit diatasi oleh ATC. Disinilah ancaman nyata akan muncul. Dari pengalaman bertugas di Halim pada masa lalu, pihak Bandara beberapa kali selalu sulit untuk diajak berbicara oleh Pangkalan, dan bahkan pernah terjadi konflik-konflik, karena merasa bahwa dalam status enclave sipil, Bandara yang banyak membiayai perawatan fasilitas penerbangan, merasa berkuasa. Terlebih apabila Bandara dipegang oleh perusahaan swasta yang orientasinya hanya memikirkan bisnis semata.

Peluang Konflik di Laut China Selatan

Dalam pembahasan in, kita perlu memahami perkembangan situasi kondisi di kawasan Laut China Selatan yang mengkhawatirkan.  Kini beberapa Negara besar mulai memperhitungkan peluang terjadinya konflik di kawasan Laut China Selatan. Perkembangan kritis situasi keamanan wilayah Laut China Selatan sangat perlu diwaspadai.

peta-lcs

Klaim China atas Laut China Selatan (Foto; AFP)

Presiden Jokowi pernah mencanangkan tentang Poros Maritim Dunia. PMD versi Jokowi merupakan visi yang disampaikannya  pada KTT  Asia Timur, di Naypyidaw Myanmar pada November 2014. Selain itu beberapa negara diketahui juga telah menyampaikan visi serupa pada waktu-waktu sebelumnya. Jepang dan India misalnya telah mencanangkan konsep Confluence of the Two Seas pada tahun 2007,disusul Amerika Serikat dengan Rebalancing toward Asia pada tahun 2011, dan Tiongkok dengan Jalan Sutra Maritim abad ke-21 (21st Century Maritime Silk Route Economic Belt) atau Maritime Silk Road (MSR).di tahun 2013.

Keempat kekuatan besar tersebut kini berkompetisi di kawasan Indo Pasifik. PM Jepang Shinzo Abe  menggunakan istilah Indo-Pasifik, yang merupakan kawasan laut yang terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik bagian Barat dan Tengah serta perairan Indonesia yang menghubungkan dua samudera tersebut.

rebalancing asia pacific

Visi dan Strategi Rebalancing Obama di Asia Pasifik (Foto: slideshare.net)

Presiden Barack Obama mengeluarkan  kebijakan Pivot to the Pacific dan merivisi menjadi  Rebalancing toward Asia sebagai respon atas kebangkitan Tiongkok sebagai kekuatan besar di Asia Pasifik. Obama memrioritaskan kawasan Asia Pasifik dalam perencanaan militer AS, kebijakan luar negeri, dan kebijakan ekonomi,   pasukan di Irak dan Afghanistan ditarik dan digeser ke kawasan ini. Tujuan utama kebijakan luar negeri AS adalah ikut membentuk norma dan aturan di Asia Pasifik agar hukum dan norma internasional tetap ditegakkan.

AS khawatir dengan ulah China yang agak arogan dan nekat. Presiden China, Xi Jinping mencanangan visi Jalan Sutra Maritim (JSM) abad ke-21 di hadapan parlemen Indonesia. Inti dari visi ini adalah pembangunan prasarana transportasi laut dari Tiongkok melintasi Asia Tenggara ke Asia Selatan, Timur Tengah, Eropa dan Afrika yang disponsori Tiongkok yang  berkomitmen akan menyediakan dana hingga US $ 40 Milyar untuk pembangunan pelabuhan laut dalam (deep sea port) dilokasi-lokasi strategis di rute Jalan Sutra Maritim (JSM) Tiongkok.

Pada intinya visi keempat negara  adalah memperebutkan akses dan kendali atas tiga kepentingan  utama di sepanjang rute pelayaran antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, yaitu  jalur pelayaran, pasar regional  dan sumber daya alam.  Jalur SLOC di LCS merupakan jalur mati hidup beberapa negara, termasuk AS dan Jepang serta sekutu lainnya.

Konflik yang muncul di Laut China Selatan, kini  melibatkan 6 (enam) negara, Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Tiongkok. Jika China terus  mengklaim wilayah perairan di Natuna, Indonesia berpotensi akan terlibat dalam klaim Laut China Selatan. China  mengklaim teritori laut berdasarkan konsep yang bertentangan  dengan hukum yang disepakati secara multilateral.

Dalam hal ini Indonesia memilih  bersikap  netral, cenderung tidak ikut campur dalam sengketa di Laut China Selatan. Sikap ini di apresiasi oleh China, walau penulis juga tetap meragukan iktikad baiknya. Kini di LCS, China berhadapan dengan AS, India, Jepang dan Australia. China telah menekan kapal Filipina dan Jepang di laut dengan kekuatan bersenjata.  Kapal induk Liaoning Tiongkok dengan beberapa kapal perangnya mulai dikerahkan ke Selatan.

air-combat-asia-pacific

Kapal Induk AL China Sudah beroperasi di LCS (Foto ; defence-today.com.au)

 

China  juga sudah menerapkan ADIZ (Air Defence Identification Zone) di kawasan Laut China Timur (LCT). Pernyataan ini ditentang oleh Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat. Bahkan AS bereaksi, memancing reaksi China  dengan menerbangkan dua pembom B-52 ke kawasan LCT. Apa ramalan intelijen terhadap implikasi ulah China? Konflik militer sangat mungkin terjadi pada tahun-tahun mendatang, Indonesia bisa terlibat dalam konflik apabila China makin meluaskan wilayahnya hingga Natuna. Bagaimana Indonesia harus menempatkan diri, inilah sebuah pekerjaan rumah yang tidak sederhana.

Nah dalam kaitan ini, penulis pernah berdiskusi dengan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (saat menjabat Kasad), penulis menyampaikan dalam beberapa artikel bahwa di masa-masa mendatang akan terjadi persaingan hidup dimana masyarakat jumlahnya bertambah, sementara ketersediaan energy dan pangan tidak akan mampu memenuhi kebutuhan dunia.

Gatot yang kini menjadi Panglima TNI menyebutkan dalam bukunya “Memahami ancaman, Menyadari Jati Diri Sebagai Modal Membangun Menuju Indonesia Emas,” dalam kaitan peluang konflik LCS, bahwa China Tahun 1974 merebut dan menduduki Paracel Islands dari Vietnam, Tahun 1988 mengirimkan pasukan ke Spratley Islands untuk mengamankan kendali 6 pulau, setelah bentrokan dengan Vietnam di Johnson Reef. Tahun 2012, setelah bersitegang dengan Philipina, China mendirikan bangunan permanen di Scarborough Shoal.

Yang diperebutkan di LCS bukan hanya jalur strategis saja, tetapi juga pintu masuk yang vital bagi perdagangan Asia Timur, dimana 85 persen impor energy China dan suply minyak untuk Jepang dan Korea lewat perairan ini. Juga 55 persen hasil produk Indoa melewati jalur LCS menuju China, Jepang, Korea dan AS. Yang penting, LCS disebu sebagai second Persian Gulf, karena memiliki kandungan minyak 50 miliar to minyak mentah dan lebih 20 trilyun meter kubik gas alam.

Para pengamat militer memperkirakan kedepan dipastikan konflik LCS akan semakin pelik dan meruncing, dan akan melibatkan Negara-negara besar di dunia. Indonesia jelas akan berada di posisi sulit dalam percaturan geopolitik global yang sekaligus akan merupakan ancaman bangsa Indonesia.

Posisi Indonesia berada di tengah percaturan perebutan wilayah LCS, dimana terdapat  kekuatan besar yang akan mempertaruhkan kepentingannya dalam persaingan hidup. Memang diakui sifat dan karakteristik perang telah bergeser seiring dengan perkembangan teknologi. Tuntutan kepentingan telah menciptakan perang-penag jenis baru seperti perang asimetris, perang hibrida dan perang proxy.

timor-timur-contoh-indonesia-pernah-diserang-proxy-war-FqQ

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo berbicara kewaspadaan tentang ncaman Proxy War (Foto : nasional.sindonews.com)

Perang asimetris, dimana kekuatan militernya sangat berbeda, pihak yang lemah tidak akan berperang secara kovensional dan terbuka, tetapi menggunakan teknik baru seperti gerilya. Perang hibrida adalah penggabungan antara perang konvensional dengandengan perang asimetris serta informasi. Sementara perang proxy adalah perang dengan menggunakan pihak ketiga untuk menghindari konflik langsung. Pihak yang dimainkan adalah non state actor, bisa LSM dan bahkan kelompok teror.

Terkait dengan penerapan Lanud Halim sebagai enclave sipil, menarik yang disampaikan Jenderal Moeldoko saat masih menjabat sebagai Panglima TNI pada hari Selasa (9/6/2015), mengatakan, dijadikannya Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma untuk penerbangan komersil tidak tepat. Komersialisasi pangkalan udara milik TNI Angkatan Udara itu membuat kesiapan TNI terganggu.

"Apalagi kami semakin banyak mendatangkan pesawat," kata Moeldoko usai memimpin upacara pembukaan Latihan Penanggulan Antiteror oleh pasukan khusus TNI di Monumen Nasional itu. Moeldoko menuturkan, pemanfaatan kembali Lanud Halim Perdanakusuma sebagai bandara komersial pada tahun 2014 lalu merupakan upaya optimalisasi aset negara. Meski demikian, ia menilai hal tersebut perlu dievaluasi lagi.

Kesimpulan

Dari beberapa fakta diatas, penulis menyimpulkan bahwa pada masa mendatang Indonesia akan  menghadapi  kemungkinan bahaya   imbas konflik politik militer dari Negara-negara blok China berhadapan dengan blok AS. Yang akan lebih parah apabila Indonesia salah dalam memosisikan diri, mengingat Indonesia sudah terkepung dengan blok ANZUS (AS-Australia), FPDA (Five Power Defence Arrangements) yang terdiri dari Australia, Inggris, Singapura,New Zealand dan Malaysia).

Nah dalam kondisi, di pihak manapun Indonesia berdiri, dalam konflik dua raksasa dunia itu, apapun bentuknya, Indonesia jelas akan terlibat. Indonesia harus melakukan pertahanan diri, menggelar kekuatan serta mengoperasikan kekuatan tempur yang jelas bagi TNI AU harus menyiagakan secara penuh pangkalan udara.

Pangkalan Udara yang akan terlibat adalah Lanud Halim PK, Lanud Pekanbaru, Lanud Hasanuddin, Lanud Syamsudin Noor, Lanud Soepadio, Lanud Palembang. Ke-enam Lanud tersebut jelas akan berada dibawah Kodal Satgas Udara di Lanud Halim, karena di situ terdapat Makohanudnas dan Makoops-I. Halim akan menjadi tumpuan kekuatan gelar kekuatan udara untuk kepentingan pertahanan nasional.

Waktu serta kondisi menuju kearah konflik jelas tidak akan lama lagi, karena China telah nekat menggelar operasi kapal Induk, kapal selam serta fregat-nya ke LCS. China mirip dengan Rusia yang dengan mendadak bisa mengirimkan pesawat tempur ke Syria dan melakukan pemboman ke sarang-sarang pemberontak yang didukung AS dan sekutunya.

Oleh karena itu, sebelum terlambat dan semuanya berjalan tanpa perhitungan seperti yang penulis sampaikan, yang jelas akan terjadi hambatan dan gangguan terhadap misi militer dan juga penerbangan sipil. Pihak swasta hanya memikirkan bahwa Bandara Halim akan mereka biayai dan bangun segala macam, dan setelah itu akan merasa semua itu adalah miliknya. ATC dibawah Angkasa Pura penulis perkirakan akan menjadi hambatan operasi penerbangan militer.

 

Saran Pemikiran

Sebaiknya untuk enclave sipil diberlakukan secara terbatas tidak sepenuhnya seperti yang diinginkan pihak  PT Angkasa Transportindo Selaras serta PT Angkasa Pura. Perlu disadari bahwa enclave sipil, dimana swasta hanya menumpang di pangkalan militer, artinya semua yang mengatur TNI AU, apapun alasannya. Para operator serta regulator mesti memahami perkembangan situasi dan kondisi kawasan yang akan berdampak serius terhadap Lanud Halim Perdanakusuma.

Save Air Force Base (Halim PK) sebenarnya dalam arti luas adalah save Indonesia, jangan hanya bertahan dengan hasil MOU antara PT ATS dengan Inkopau, karena Inkopau hanyalah sebuah sub system kecil dari TNI AU. Pemikiran secara sektoral yang kini terjadi menunjukkan bahwa kepentingan bisnis jauh lebih besar nilainya dibandingkan dengan kepentingan pertahanan Negara.

its-up-to-you

Jalan masih panjang, tetapi kita tidak tahu apa yang ada di balik bukit itu. Kata orang bijak itu: It's up to you, Do something ! (foto : bulletfirst.net)

Tetapi semua itu terserah kepada para pemangku dan para pemegang amanah, dalam hal ini penulis  sebagai seorang old soldier di usia senja hanya memberikan masukan serta pemikiran intelijen demi kebaikan bangsa dan negara ini. Jangan diputuskan tergesa-gesa, kaji ulang, libatkan para pakar-pakar senior purnawirawan TNI AU.

Sebagai penutup disampaikan ; "Kepentingan militer untuk sebuah keselamatan negara mestinya berada pada tataran tingkat teratas, dimana kepentingan-kepentingan lainnya berada dibawahnya." Dalam menyikapi kondisi ini, dari hasil diskusi penulis dengan salah satu mantan pejabat tinggi AU di pemerintahan, yang penting bagi TNI AU ; "Tidak pernah dan tidak akan di kurangi peran dan otoritas nya dalam operasional penerbangan di Halim...kerjasama dilakukan dengan persyaratan yang tegas, jelas dan tidak merugikan TNI AU." Keputusan tentang Halim ini berada ditangan mereka-mereka yang berwenang dan beruang pastinya, semoga bermanfaat. (Old Soldier Never Die, They Just Fade Away, Douglas McArthur).

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net

This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.