Posisi PKS rawan setelah LHI jadi Tersangka KPK
31 January 2013 | 4:11 pm | Dilihat : 476
Kemarin malam masyarakat dikejutkan dengan datangnya sejumlah penyidik KPK ke kantor DPP PKS dibilangan Jl TB Simatupang dan langsung membawa Presiden PKS Lufti Hasan Ishaaq ke kantor KPK di Kuningan, Jakarta. Berita besar tersebut mendominasi media elektronik dan menenggelamkan berita ditangkapnya Raffi dan beberapa artis dalam kasus narkoba dirumahnya.
Terlepas dari mengaku atau tidaknya LHI, KPK sebagai sebuah badan yang khusus menangani masalah korupsi, jelas pada saat bergerak sudah mempunyai informasi akurat serta bukti yang cukup sehingga berani langsung menetapkan LHI menjadi tersangka. Juru bicara KPK, Johan Budi menjelaskan kasus berawal dengan ditangkapnya AF karena menerima uang sebesar Rp 1 milyar dari JE (Juard Effendi, Dirut PT Indoguna Utama) dan AAE (diduga Arya Abdi Effendi, Direktur PT IU) pada hari Selasa (29/1) di Pondok Bambu. Saat AE keluar dari Hotel Le Meridien sekitar pukul 20.20, dia ditangkap KPK bersama seorang wanita dengan inisial M. Johan menegaskan, "Dari hasil pemeriksaan, ditemukan hubungan bahwa uang yang diterima AF ini mengalir ke LHI."
KPK kemudian juga menangkap JE dan AAE, dan menggeledah kantor PT Indoguna Utama. Pada hari Rabu (27/1), KPK mengumumkan Ahmad, Juard, Arya dan LHI sebagai tersangka. Pada pukul 23.30 setelah memimpin rapat di kantor DPP PKS, Lutfi dibawa ke kantor KPK untuk menjalani pemeriksaan. Nampak para petinggi PKS gelisah dengan dijadikannya Presiden partainya menjadi tersangka korupsi, karena kasus suap impor daging sapi yang di tangani oleh Kementerian Pertanian.
Sebenarnya ada apa dibalik kasus tersebut. Nampaknya KPK semakin tajam dalam melakukan penindakan. Setelah beberapa orang eksekutif dan legislatif serta Jenderal Polisi ditangkap, kini partai keras inipun disambanginya tanpa ragu-ragu. Kini, posisi PKS jelas menjadi rawan dan tidak aman, karena LHI adalah Presiden Partai. Media memberitakan bahwa uang Rp 1 milyar diduga cicilan suap Rp 40 miliar yang akan diserahkan kepada LHI. Presiden PKS ini nampaknya akan sulit terhindar dari kasus suap tersebut yang selama ini dikelola oleh Kementerian Pertanian. Pejabat Menteri Pertanian Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014), Suswono berasal dari PKS, sehingga masyarakat mudah menyimpulkan hal yang negatif.
PKS selama ini dikenal sebagai partai kader, dimana citra yang ditiupkan adalah anti korupsi, dan jelas secara langsung parpol ini akan terpukul balik. Dalam kasus ini, memang beberapa kader yang duduk dalam organisasi PKS menyatakan tidak begitu saja mempercayainya. Tetapi apabila kemudian kasus dilanjutkan ke pengadilan dan LHI diputuskan terlibat dan bersalah, maka kepercayaan kader dan konstituennya akan runtuh.
Dari fakta sejarah, PKS pada pemilu 2004 mendapat dukungan 7,34 persen, pada 2009 mendapat dukungan 7,9 persen atau 57 kursi (10%) di DPR. PKS partai yang cerdik, dengan berkoalisi ke Partai Demokrat mereka mampu menempatkan 3 wakilnya sebagai menteri dalam Kabinet Bersatu 2009-2014 (Mentan Suswono, Menkominfo Tifatul Sembiring, dan Mensos Salim Segaf Al-Jufri, serta Ani Matta, Wakil Ketua DPR 2009-2014). Menjelang pemilu 2014. Dari hasil survei Charta Politika (8-22 Juli 2012) elektabilitas PKS di posisi keenam hanya mendapat pesepsi 3,9%. Sementara hasil survei Soegeng Sarjadi Syndicate menyebutkan PKS mendapat persepsi 6,9 persen.
Partai politik Islam diprediksi akan tergusur dari pusaran politik nasional pada 2014. Kemungkinan pergeseran peta politik ini hasil jajak pendapat jika pemilu dilakukan awal Oktober 2012. Merujuk survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network, tak satu pun partai berbasis massa Islam masuk zona aman. Justru ranking lima besar dimonopoli partai yang tidak memiliki konstituen tradisional Islam, yaitu Golkar, PDI Perjuangan, Demokrat, Nasdem, dan Gerindra (Fajar Riza Ul Haq, kompas.com).
Dari beberapa fakta diatas, nampaknya menjelang pemilu 2014 nanti, PKS akan menghadapi kesulitan dalam pembersihan diri dan menjaga citranya. Dua survei Charta Politica dan Sugeng Saryadi memberi gambaran persepsi elektabilitas PKS berkisar antara 3,9-6,9 persen. Persepsi tersebut tanpa adanya masalah di internal PKS. Demikian juga dengan survei SMRC, dan LSI yang menegaskan tak satupun parpol berbasis massa Islam yang masuk Zona aman.
Nah kini dengan masuknya Presiden PKS dalam jeratan KPK, bahaya sangat besar mengancam PKS. Menurut ilmu kepemimpinan, kepercayaan pengikut kepada pemimpin sangat penting untuk menjaga semangat. Tanpa semangat follower, maka organisasi akan mencair tanpa arti. Kesimpulannya, PKS harus bekerja sangat keras agar tetap dapat berkiprah pada 2014 nanti. Sementara ini penulis memperkirakan elektabilitasnya berada di titik rawan dan berbahaya dengan pemberlakuan syarat parliamentary threshold 3,5 persen.
Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net
Ilustrasi Gambar : Tribunnews.com
Inilah pendapat beberapa pengamat politik yang penulis cuplik dari Sindo, untuk melengkapi artikel induk, semoga dapat menambah dan memperluas wawasan dan cakrawala pandang kita bersama, dan juga sebagai salah satu sarana pendidikan politik:
Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan, jargon PKS sebagai partai bersih dan antikorupsi menjadi pukulan berat bagi mereka.Namun,PKS sedikit beruntung karena mesin elektoralnya bukan pada tokoh personal tertentu. ”PKS selama ini dikenal sebagai partai yang hidup dari militansi kader sehingga ketika satu tokohnya tumbang, sebaiknya memang segera diganti.Efeknya negatif korupsi itu pun sedikit bisa dilokalisasi,” ungkapnya. Ciri khas PKS berbeda dengan Partai Demokrat, Partai Hanura,ataupun Gerindra yang mengandalkan ketokohan figur tertentu sebagai kekuatan elektoral.PKS justru dikenal dengan kekuatan kader- kader yang militan.
”Kalau di Demokrat dan Gerindra misalnya tokohnya yang kena kasus,tentu tingkat keterpilihan partai tersebut akan oleng dan susah terangkat kembali. Sedangkan PKS tidak sampai sejauh itu karena pengaruh ketokohan tidak seberapa kuat dibanding sistem kaderisasi yang mereka lakukan.” Qodari memastikan bahwa citra PKS sebagai partai bersih tetap membawa efek yang berat, utamanya dalam menjaring pemilih pemilih pemula.Terlebih PKS selama ini diidentikkan dengan partai Islam yang taat sehingga sanksi publik secara umum akan lebih berat.
Direktur Eksekutif Citra Komunikasi Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Toto Izul Fatah mengungkapkan, efek dari penetapan Luthfi sebagai tersangka lebih dahsyat pengaruhnya dibanding parpol lain.Ada dua alasan kenapa pengaruh status tersangka Luthfi itu begitu besar. Pertama, kata dia, PKS memiliki karakteristik pemilih atau konstituen ideologis yang lebih militan ketimbang partai lain. Militansi yang kental dengan aroma ketaatan terhadap agama sekaligus terhadap pemimpinnya itulah yang akan merontokkan partai dengan cepat pada saat pemimpin panutannya ternyata melenceng.
”Militansi berpartai di PKS itu hampir sama dengan militansi para santri di pesantren. Begitu kiainya melakukan perbuatan tercela atau melanggar susila, santrinya cepat atau lambat meninggalkan pesantren itu,” kata Toto di Jakarta kemarin. Alasan kedua, kata dia, sebagai partai yang mengagungkan simbol moral dan akhlak dengan tanpa ragu mengusung bendera agama,apa yang terjadi di PKS saat ini berpotensi menimbulkan antipati, sinisme, dan demoralisasi yang masif baik di kalangan para kader maupun simpatisannya. ”
Hal ini berbeda dengan karakteristik partai lain, khususnya yang berideologi nasionalis seperti Golkar, PDIP, dan Demokrat, di mana pemilihnya lebih cair,”ucapnya. Dia menegaskan, pemimpin partai yang berbasis Islam harus lebih siap tidak melakukan ‘dosa’ ketimbang pemimpin partai lain.
Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) Sukardi Rinakit mengatakan, PKS harus segera mengurangi efek buruk akibat kasus korupsi yang menyeret Luthfi. “Cara yang lebih efektif untuk mengurangi efek negatif kasus korupsi ini adalah mengangkat figur anak muda yang lebih segar. Jika mereka bisa menampilkan sosok baru,akan tumbuh kesan di mata publik bahwa PKS sangat serius dalam melakukan pembenahan,” ungkapnya. Penunjukan figur presiden PKS yang baru akan memudahkan mereka menjaga stabilitas internal. Namun, hal ini tak akan mampu menghilangkan efek negatif dari kasus korupsi daging sapi yang menjerat Luthfi Hasan Ishaaq.
Tingkat sensitivitas publik dalam merespons kasus korupsi jauh lebih kuat dibanding kasus-kasus lain. ”Korupsi daging sapi di PKS ini badai sangat besar.Apalagi ini langsung mengenai presiden atau ketua umum mereka. Jangankan sudah tersangka, masih diisukan korupsi saja efek negatifnya di masyarakat sudah terasa,”ucapnya.