Teroris Main Lagi di Solo, Kotanya Jokowi
20 August 2012 | 9:54 am | Dilihat : 507
Kita bersama terkejut dengan terjadinya dua kasus penembakan dan kabar pelemparan granat yang menyerang pos polisi di Solo saat menjelang dam malam lebaran yang lalu. Disaat masyarakat bergembira merayakan datangnya hari yang Fitri, maka dua kejadian tersebut mengusik kita semua, dan bahkan Presiden juga merasa tidak nyaman dan marah. Presiden melalui juru bicaranya Julian Aldrin Pasha menilai aksi penembakan dan pelemparan granat kepada pos pengamanan (pospam) di Glembegan, Solo tidak dapat ditolerir. Oleh karena itu presiden meminta kepolisian untuk segera menuntaskan kasus tersebut.
Aksi teror pertama terjadi pada tanggal 17 Agustus 2012, sekitar pukul 01.30 WIB, Pos Pengamanan Lalu Lintas (Pos Pam) Lebaran 5 Polresta Solo di simpang empat Gemblekan, Solo diberondong tembakan. Akibat dari kejadian itu, dua anggota polisi mengalami luka-luka akibat tertembus peluru. Dua korban luka-luka tersebut yakni Briptu Kukuh Budiyanto (Satlantas Polresta Solo) dan Bripka Endro Margiyanto (Polsek Serengan).
Insiden penembakan terjadi saat empat anggota polisi berjaga di Pos Pengamanan Lebaran di depan BPR Central International. Tiba-tiba dua orang tak dikenal melepaskan tembakan ke arah mereka. Menurut informasi, kedua pelaku datang dari arah barat ke timur (Jalan Veteran) dengan menaiki sepeda motor Yamaha Mio putih. Setelah melakukan aksinya, mereka melaju ke utara (Jalan Yos Sudarso).. Keempat anggota polisi di Pos Pam hanya bisa berlindung di balik dinding depan dan tidak membalas tembakan, karena mereka tidak bersenjata.
Kapolresta SoloKombes Pol Asdjimain mengatakan hingga kemarin kasus tersebut terus didalami. Identitas pelaku masih belum diketahui. "Kondisi korban tidak membahayakan, selamat. Satu sudah diperbolehkan pulang, sedangkan satu lagi dirawat,” katanya. Dari penyelidikan ditemukan enam proyektil peluru kaliber 9 mm.Tim identifikasi juga menemukan sembilan selongsong peluru yang diduga dari senjata api jenis FN. Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Didiek Sutomo Tri Widodo mengatakan tidak menutup kemungkinan penembakan Pos Pam Polisi di Gemblekan, Solo dilakukan kelompok teroris. ”Kami berkoordinasi dengan Detasemen Khusus 88 untuk mengungkap insiden ini, sementara masih penyelidikan,” katanya.
Insiden kedua adalah penyerangan terhadap pos polisi pos pengamanan Lebaran di Gladak, Polresta Solo berupa pelemparan bahan peledak yang diduga bom. Ledakan diduga bom dari sebuah barang dilempar pelaku ke pos pam Polisi di dekat bundaran Gladak pada hari Sabtu (18/8/2012) sekitar pukul 23.32 WIB. Menurut Kapolresta Solo, Kombes Pol Asjima’in, Minggu (19/8/2012), granat yang dilempar orang tak dikenal berjumlah satu buah. Meski tak sampai melukai enam anggota polisi yang berjaga-jaga di Pospam, akibat letusan tersebut sempat merusak satu kursi di Pospam, disebutkannya granat berdaya ledak rendah.
Menurut Juru Bicara Presiden Julian, perbuatan itu dilakukan sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab. Perbuatan itu tidak bisa tolerir, terlebih lagi ditujukan pada saat rakyat sedang mudik atau menjalankan halal bihalal silaturrahim di kampung halaman masing-masing. "Hal-hal seperti itu harus bisa diantisipasi jangan sampai nanti ada kejadian yang tidak kita inginkan di tempat lain atau di waktu yang lain," tegas Julian.
Kini pertanayaannya apakah penyerang itu jaringan teroris yang memang selama ini beroperasi di Indonesia?. Kasus serangan bom teroris yang sangat serius terjadi dihari Minggu 25 September 2011 sekitar pukul 10.55 WIB, dimana terjadi serangan bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Solo. Korban ledakan bom Solo tersebut berjumlah 22 orang. Satu di antaranya tewas yaitu pelaku peledakan bom, yang lainnya mengalami luka-luka. Menurut penelitian selama ini dari beberapa kasus, sebetulnya dapat diperkirakan bahwa tempat-tempat ibadah khususnya mesjid dan gereja serta tempat yang berhubungan dengan polisi telah mereka tetapkan menjadi target serangan.
Sebelum serangan bom di Kepunton, di wilayah Solo dan sekitarnya, tercatat ada enam ancaman bom (kelas molotov) terhadap Gereja di Klaten dan Sukoharjo pada awal Desember 2010. Bersamaan itu juga terjadi empat buah ancaman serangan bom molotov terhadap pos/kantor polisi di sekitar Klaten dan Sukoharjo. Nah, apabila dinilai sasaran dan modus serangan, bisa saja para pelaku adalah sel-sel teroris yang selama ini mengendap karena tekanan counter terorist dari Densus-88 dan BNPT. Pemilihan waktu dan tempat sangat terkait dengan momentum yaitu, hari peringatan hari kemerdekaan Indonesia, hari raya Idul Fitri dan kota dimana Jokowi sebagai walikota yang juga Cagub DKI akan bertanding pada 20 September 2012.
Kasus penembakan penulis lihat lebih serius dibandingkan pelemparan sejenis peledak, kemungkinan yang menembak adalah jaringan teroris atau ada pihak yang sakit hati dengan polisi. Dari daya ledak di pos pengamanan polisi di Gladak, menurut penulis mungkin hanya sekedar peledak semacam mercon, karena kerusakan sangat ringan. Apabila yang dilemparkan granat, akibatnya jelas akan lebih serius.
Sebuah serangan baik itu penembakan maupun sejenis bom, sekecil apapun merupakan berita yang mahal bagi media, khususnya media elektronik. Begitu terjadi sebuah ledakan maka bak semut beriring, para crew TV berebut saling mendahului untuk mencapai lokasi serta menayangkannya. Berita-demi berita dan analisa bermacam-macam kemudian semakin membuat gurih dan nikmat tayangan accident bom yang terjadi.
Kita percaya polisi akan cepat memberikan penjelasan siapa para pelakunya serta motif serangan. Apabila pelaku dari jaringan lama maka Densus akan cepat mengungkap, karena mapping kelompok teroris sudah jauh lebih baik. Mengkaitkan penyerangan dengan keberadaan Jokowi, walikota Solo yang akan maju dalam putaran kedua di Jakarta nampaknya juga kurang tepat. Hanya posisi Jokowi sebagai walikota Solo mereka pakai sebagai momentum yang menonjol.
Dalam hal ini sangat besar kemungkinan penyerang hanya ingin kegiatannya diberitakan media dan mereka ingin menunjukkan eksistensinya belumlah lenyap. Yang penting kita bersama mempunyai tanggung jawab terhadap keamanan pada saat kita merayakan hari bahagia Idul Fitri serta keamanan bersama setelah semuanya kembali kepada aktivitas normal. Tidak perlu kita berspekulasi, terlebih mengkaitkan dengan Jokowi serta pilgub DKI. Sangat berbahaya dan fatal apabila kegiatan politik menggunakan teror sebagai sarana untuk mencapi tujuan. Mari kita tunggu penjelasan Polri. Selamat Hari Idul Fitri 1 Syawal 1433H, mohon maaf lahir batin. Salam.
Prayitno Ramelan. www.ramalanintelijn.net