KDRT, Hajar!

21 June 2009 | 6:56 pm | Dilihat : 164

Penulis tertarik mengangkat kasus ini setelah melihat di TV, Menpora Adhyaksa Dault marah mendengar keponakannya, Cici Paramida mendapat perlakuan KDRT. Sampai keluar pernyataannya yang keras, "hajar!."  KDRT yang merupakan singkatan dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga pada akhir-akhir ini semakin populer, khususnya setelah dua selebriti kita Manohara Odelia Pinot dan Cici Paramida melaporkan kepolisi tentang perlakuan suaminya dalam kasus KDRT. Kasus Manohara sangat menarik perhatian media massa, selain penampilan Mano yang menarik juga  karena melibatkan Tengku Fachry, seorang pengiran dari negeri Jiran. Konon menurut cerita Mano, dia sempat mendapat perlakuan diluar batas perikemanusiaan yaitu disilet dan "disundut" rokok . Membayangkan kena silet saja kita sudah ngeri, terlebih kalau yang disilet bagian dada dan punggung katanya. Kemudian kasus Cici Paramida, penyanyi yang berwajah cantik, "charming", juga lapor ke Polisi Bogor, melaporkan kasus KDRT, ditabrak suaminya Ahmad Suhaebi (Ebi). Konon Cici menghadang Ebi yang sedang bersama wanita lain didalam mobil. Ebi, menurut Cici bukan keluar dari mobil bahkan tancap gas, sehingga Cici jatuh ke aspal dan mengakibatkan pipi kanannya bengkak dan pelipisnya berdarah.

Selain kedua kasus tersebut, penulis juga membaca dan melihat di media elektronik ada isteri ketiga anggota DPRD yang lapor ke polisi karena dipukul dan ditendang suaminya, sedang saat itu dia sedang hamil. Ada lagi kasus perceraian antara seorang penyanyi top, yang menurut pengakuan mantan isterinya juga dahulu sering dipukuli. Bintang acara Extravaganza Mieke Amalia yang cantik dan halus  kemudian bercerai dengan suaminya juga karena masalah KDRT. Artis film Virgin Uli Aliani juga mengaku pernah dipukuli sama pasangannnya. Yang lebih mengerikan dikabarkan ada seorang suami yang memukul istrinya dengan balok kayu hingga meninggal dunia. Penyebabnya karena istrinya yang baru kembali sebagai TKW di Taiwan tidak memberinya uang saat diminta suaminya.

Kompas.Com pada  (28/4) memberitakan  data dari Pengadilan Agama Rembang, kasus perceraian yang ditangani pada 2008 sebanyak 898 kasus. Sebanyak 585 kasus merupakan gugatan dari pihak perempuan penyebab utama perceraian itu adalah masalah ekonomi, yaitu sebanyak 65 persen. Faktor itu memicu suami menjadi pemabuk, bertindak kasar terhadap anggota keluarga, dan selingkuh. Para perempuan yang mengajukan cerai kebanyakan berasal dari pasangan muda usia 25 tahun ke bawah, persentasenya mencapai 78 persen.

Dalam sebuah acara di sebuah stasiun TV yang berjudul "Take Me Out", ada 27 wanita lajang yang diminta agar memilih seorang pria  yang ditampilkan untuk dipilih sebagai pasangannya. Dari pengamatan penulis, para wanita tersebut selain memilih dan menentukan ketertarikannya kepada pria berdasarkan "performance" juga karena masa depan pria tersebut. Mereka tidak suka dengan pria yang berotot dan pria yang tidak jelas pekerjaannya. Masa depan sangat erat berkaitan dengan materi, artinya dimasa kini pria yang lebih populer adalah pria yang mapan. Kini yang perlu diwaspadai para wanita adalah rekam jejak pria mapan, jangan sampai mendapat yang mapan tetapi suka memukul. Mungkin acara tersebut akan lebih populer apabila sekali-sekali menampilkan "Durensawit" atau duda keren sarang duit, untuk menguji apakah teori kemapanan ini sahih.

Jadi, bagaimana wanita bertindak apabila terjadi sebuah tindak kekerasan dalam rumah tangga?. Sebetulnya dinegara kita sudah disyahkan sebuah Undang-undang yang berkait dengan KDRT yaitu UU Nomor 23 Tahun 2004 mengenai PKRT atau Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (situs lbh-apik.or.id). UU ini yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, diharapkan  dapat menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan dari segala tindak kekerasan. Disebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman utuk melakukan perbuatan, pemaksaan, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Kekerasan fisik, adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Kekerasan psikis, adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya. Kekerasan seksual, adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Penelantaran rumah tangga, adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya aatau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.

UU PKDRT juga mengatur hak-hak dari korban yaitu perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.

Bagaimana mengenai pembuktian kasus dalam KDRT? Dalam UU ini dikatakan bahwa sebagai salah satu alat bukti yang syah, keterangan seorang saksi saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan alat bukti yang sah lainnya. Alat bukti yang sah lainnya adalah Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat Petunjuk, dan Keterangan terdakwa.

Demikian sedikit masukan bagi para isteri dan wanita lajang yang belum menikah, penulis hanya mengharapkan bahwa didalam hidup itu yang dicari adalah kenyamanan, nyaman lebih diartikan kepada ketenangan hidup bersama pasangannya masing-masing. Semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya...Karena korban KDRT umumnya wanita, jangan takut bertindak dan melaporkan KDRT. Bagi para suami....janganlah menyakiti isterinya, nanti ditertawakan temannya...terlebih kalau kasus KDRT sebagai akibat dari kasus yang "bening" itu.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana

Sumber: http://umum.kompasiana.com/2009/06/21/kdrt/ (Dibaca: 2762 kali)

This entry was posted in Umum. Bookmark the permalink.