Mungkinkah Partai Demokrat Jalan Sendiri?
6 March 2009 | 11:11 am | Dilihat : 49
Dalam mengukur kekuatan serta posisi parpol dan sekaligus elektabilitas capres tidak ada jalan lain selain dengan menggunakan survei. Dalam survei terakhir yang dikeluarkan oleh Lembaga Survei Indonesia, peneliti utama LSI Dodi Ambardi mengatakan ”Pilihan pada SBY naik cukup kuat, dari sekitar 43% pada survei lalu, menjadi 50% pada survei kali ini. Ini tidak terpisahkan dari kinerja pemerintahannya di mata pemilih.” Keunggulan SBY disebabkan makin banyak pemilih yang merasa puas dengan kinerja pemerintahannya. "Terlihat alasan rasional mengapa dukungan kepada SBY terus menguat. Semua ini terkait dengan evaluasi atas kondisi makro."
Terkait dengan kondisi ekonomi, penilaian positif publik pada kinerja pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan pengangguran yang biasanya selalu rendah, dalam survei itu menunjukkan kecenderungan membaik sejak September 2008–Februari 2009. Evaluasi atas kinerja pemerintah menekan tingkat pengangguran juga semakin positif. Tingginya suara SBY diikuti dengan besarnya dukungan responden terhadap Partai Demokrat. Dalam survei, Demokrat meraih 24,3% , Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) 17,3%, Partai Golkar 15,9%, PKS 5,7%, PKB 5,2%, PPP 5,0%, dan PAN 4,3%, Partai Gerindra 4% dan Hanura 2%. Data ini disebut sebagai "the present".
Kini kita melihat "the past", yaitu hasil pemilu 2004. Dari 24 parpol peserta pemilu, kalau diukur dengan aturan parliamentary treshold kini yang 2,5%, maka tahun 2004 hanya ada 8 parpol yang lolos. Yaitu Partai Golkar (21,58%), PDIP (18,53%), PKB (10,57%), PPP (8,15%), Partai Demokrat (7,45%), PKS (7,34%), PAN (6,44%), PBB (2,62%).
Dari data the past dan the present, akan dapat diperkirakan perolehan suara parpol-parpol pada pemilu April 2009. Angka ini dalam ilmu intelijen disebut sebuah ramalan, perkiraan masa depan ("the future"). Partai Golkar dari perbandingan data yang ada diperkirakan akan mendapat suara disekitar angka 18%, maksimum 20%. Sebagai parpol besar yang sudah tertata dan memiliki pemilih tradisional, suara Golkar tidak akan jatuh terlalu jauh. PDIP seperti Golkar yang sudah mapan dengan pemilih tradisionalnya kemungkinan akan mendapat suara sekitar 17-18%. Partai Demokrat yang menurut hasil survei diperkirakan akan mendapat 24,3% kelihatannya akan sulit mencapai angka tersebut, sulit bagi sebuah parpol untuk mampu menaikkan perolehan suaranya hingga 200%.
Dengan kehebatan pengaruh SBY, kemungkinan Demokrat maksimal akan mendapat kenaikan sekitar 100% lebih sedikit dari hasil pemilu 2004, diperkirakan akan berkisar antara 16-18%. Untuk parpol-parpol lainnya sulit untuk bergabung dijajaran papan atas, kemungkinan hanya akan bertengger di papan tengah, diantaranya PKS, PKB dan PPP. Gerindra dan Hanura adalah dua parpol baru yang mempunyai harapan perolehan suaranya akan lolos Parliamentary Treshold. Partai Gerindra diperkirakan akan mampu masuk kejajaran papan tengah.
Tentang penilaian parpol papan atas, terlihat PDIP dan Partai Golkar sudah lebih aktif melakukan pembicaraan koalisi dengan parpol lainnya, hanya Partai Demokrat yang terlihat "adem ayem", sesuai arahan SBY menunggu hasil pemilu legislatif. Elit partai nampak patuh dan tidak menunjukkan gerakan. Saat diwawancarai Najwa Shihab, SBY menyampaikan bahwa ini adalah bagian strategi dan taktis yang masih disimpan dan dirahasiakan. Sebenarnya, dalam perhitungan wajar Partai Demokrat sudah perlu melakukan penjajakan koalisi dengan partai politik (parpol) pendukung untuk mengusung kembali SBY, Ketua Dewan Pembinanya sebagai capres. Batas 25% bagi pengajuan capres menurut UU Pilpres no.42/2008 jelas berat dan berbahaya.
Siapa pendamping SBY?. Sebaiknya SBY mengambil calon dari parpol besar, agar koalisi yang terbentuk nanti bisa mengamankan kebijakannya di parlemen apabila menang. Mengambil tehnokrat sebagai cawapres jelas tidak akan menolong "bargaining position" di DPR nantinya. Jadi kesimpulannya kini memang SBY belum menentukan cawapresnya, karena mengetahui demikian kuat elektabilitasnya sebagai capres, jauh diatas kompetitornya. Kompetitor SBY dari pertimbangan elektabilitas capres selama ini diperkirakan Megawati, Sri Sultan dan Prabowo. Sementara ini elektabilitas JK masih berada diperingkat enam, jauh dibawah SBY, masih agak berat apabila harus "head to head" dengan SBY.
Persaingan melawan SBY memang berat, kecuali Partai Demokrat atau kadernya membuat kekeliruan yang akan menurunkan citra SBY. Khususnya hal-hal yang menyentuh masalah prinsip, misalnya masalah kejujuran. Ini yang perlu diwaspadai oleh kubu SBY. Dodi (LSI) mengatakan ”Tidak penting lagi siapa yang dipasangkan dengan SBY, karena dipasangkan dengan siapa saja SBY unggul. "Kita pernah simulasikan dengan 10 nama, dia unggul. Dengan lima nama, dia juga masih unggul,” katanya saat lokakarya Freedom Institute dan Friedrich Naumann Stiftung: ”Partai Politik, Pemilu, dan Konsolidasi Demokrasi” di Ciloto, Puncak,Cianjur, Jawa Barat Minggu (1/3).
Jadi dapat disimpulkan, Partai Demokrat tidak akan mungkin berjalan sendiri dalam pengajuan capres. Bagi ketiga partai papan atas, persaingan perebutan koalisi merupakan bagian yang sangat penting dan paling berbahaya. Kegagalan berkoalisi untuk mencapai angka 25% adalah kegagalan mengusung capresnya masing-masing. Kunci terakhir pilpres adalah pemilihan "figur" terkuat. Parpol papan tengah mungkin akan terseret dalam arus "oportunisme" yang biasa terjadi dalam politik. Mereka diperkirakan akan memberikan dukungannya nanti kepada capres terkuat.
Mungkin ini strategi dan taktis "terpendam" SBY yang sangat faham dengan peta politik dan perkiraan permainan politik menjelang pilpres Juli nanti. Tanpa "dirayupun" maka kumbang akan berdatangan sendirinya. SBY ibaratnya bunga dengan sari madu yang berlimpah, jadi siapa yang tidak mau mendekat dan mendapat "madu" darinya. Demikian sedikit gambaran situasi dan kondisi serta ramalan dari dunia perpolitikan dinegara yang kita cintai ini. Semoga bermanfaat.
PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.
Sumber : http://umum.kompasiana.com/2009/03/06/mungkinkah-partai-demokrat-jalan-sendiri/ (Dibaca: 920 kali)