Ahok Kalau Belum Jadi Macan Jangan Mengaum

21 April 2016 | 12:09 am | Dilihat : 2538

hasil-kawin-silang-ini-5-predator-buas-paling-keren-di-dunia_3722

Kalau sudah jadi macan yang kuat, baru mengaum (foto ;vemale)

Pilkada DKi Jakarta baru akan dilaksanakan sekitar 10 bulan lagi, tetapi  gaung persaingan dalam beberapa waktu terakhir sudah terasa makin keras. Kini, yang menjadi  sumber berita utama adalah Gubernur yang masih aktif (incumbent) Basuki Tjahaya Purnama yang sangat populer dipanggil Ahok. Demikian populernya Ahok, sehingga calon yang manapun akan terlihat gentar berhadapan dengannya nanti.

Entah apa jimatnya Ahok, sepertinya urat takutnya sudah putus, dia menjungkir balikkan etika dan tata krama baik budaya maupun politik di Indonesia. Gubernur yang satu ini berani menantang BPK dan bahkan KPK sebagai dua badan yang selama ini dianggap momok oleh pejabat. Ahok dengan suaranya yang keras dan bahkan berani berkata-kata  yang dinilai tidak pantas oleh banyak pejabat yang menjadi heran, kesal dan marah. Bayangkan DPRD DKI juga dilawannya  dan ditantang. Penulis yang keturunan Betawi (Bendungan Jago)  mengacungi jempol Koh Ahok ini.

Nah, mengapa Ahok berani nekat walau dihajar kanan kiri?. Dia bahkan sepertinya sudah dijadikan musuh (pesaing) bersama mereka-mereka yang sering berlalu lalang di TV dan diprediksi akan nyalon. Ada Yusril, Lulung, Adhyaksa Dault,  Djarot, Sandiaga Uno, bahkan mantan Wagub, Mayjen Purn Prijanto ikut menyerang Ahok. Menurut penulis, pertama, mungkin karena Ahok ini memang bersih, tidak terima uang sogokan, tidak ngumpetin uang negara. Jaman sekarang sulit menyembunyikan harta, disimpan di Panama saja terbuka. Kedua, karena Ahok tahu persis umumnya lawan politiknya pasti punya kerawanan atau dosa dunia sekecil apapun. Ketiga, Ahok punya deking yang sangat kuat (sudah rahasia umum Ahok bersahabat dengan Presiden Jokowi).

pilkada dki

Sebagian nama-nama yang sudah mulai muncul sebagai kandidat cagub Pilkada DKI Jakarta 2017 (Foto : harianindo)

Nah, mari kita bahas soal Pilkada DKI, khususnya Ahok ini dengan sudut pandang intelijen, dimana penulis  pernah membuat artikel "Ahok Banyak Disukai, Tapi Belum Teruji Sebagai Cagub di DKI Jakarta" (www.ramalanintelijen.net/?p=10453).

Jadwal Pilkada (Pilgub)  DKI Jakarta 2017

Tahapan Pilkada DKI atau dikenal juga sebagai Pilgub DKI Jakarta pada  bulan depan (mei 2016) akan sudah dimulai, dimana jadwalnya yang dilansir KPU DKI Jakarta sebagai berikut :

Pada bulan mei 2016, tahapan persiapan Pilgub DKI 2017 akan dimulai. Persiapan termasuk penyusunan regulasi, perumusan program-program, hingga pembentukan panitia ad hoc berupa petugas pemiluPada bulan mei 2016, tahapan persiapan Pilgub DKI 2017 akan dimulai.

Bulan Agustus 2016, tahap penyerahan dukungan dari bakal pasangan calon jalur independen. Calon yang menempuh jalur independen harus menyerahkan dukungannya ke KPU. Untuk  DKI, dukungan minimal berjumlah 532.213 KTP dan formulir pernyataan dukungan terhadap bakal pasangan calon independen.

Bulan Agustus hingga September 2016 adalah  tahap dimana  KPU DKI melakukan verifikasi terhadap dukungan untuk bakal pasangan calon jalur independen. Verifikasi ada dua jenis, yakni verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Pada bulan September 2016, dikeluarkan  pengumuman hasil verfikasi bakal pasangan calon.

kpu dki jakarta

Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno (tengah) bersama Kepala Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti (kanan, paling ujung). Foto :kompas.

Pada bulan Oktober 2016 bakal calon independen dan bakal calon dari jalur parpol akan mendaftar sebagai cagub dan cawagub di Pilkada DKI 2017 dalam waktu bersamaan. Pada bulan Oktober itu nanti juga akan dilakukan penetapan bakal calon menjadi calon, dilanjutkan dengan pengundian nomor urut pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI 2017.

Untuk pelaksanaan pencoblosan atau hari H Pilkada DKI Jakarta 2017 akan dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 15 februari 2017

Untuk kepastian jadwalnya secara rigid, KPU DKI akan menunggu keputusan KPU Pusat. Bukan hanya DKI saja yang menunggu kepastian KPU Pusat, karena Pilkada serentak 2017 akan diikuti oleh tujuh Provinsi dan 94 Kabupaten/kota.

Elektabilitas dan Upaya Mengganjal Ahok

Ahok yang kini menjabat dikenal populis, dia mirip dengan Jokowi yang mendadak terkenal sebagai tokoh baru di DKI, Jokowi disukai media dan terciptalah branding, sebagai tokoh muda yang membawa harapan, kemudian jadilah dia seorang presiden.

Basuki-Tjahaja-Purnama-Ahok-dan-Djarot-Saiful-Hidayat

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama dan Wagub Djarot Saiful Hidayat sekaranng sama-sama, awal 2017 akan bersaing (Foto : pijar.top)

Bagaimana dengan Ahok? Kini Ahok menjadi tokoh  pembaruan. Ahok adalah sosok eksekutif muda yang berani. Dia muncul terbuka, berani menyatakan dirinya jujur dan berani mengenakan punishment di DKI. Sikap ini banyak disukai publik tidak hanya di Jakarta bahkan populer di daerah lainnya.

Dalam sebuah pemilihan umum, pegangan kita hanya satu yaitu survey, dimana untuk survey calon Gubernur DKI Tahun 2017, menurut Arya Fernandes (CSIS),Senin (25/1/2016). Dikatakannya, tingkat popularitas Ahok 94 persen. Di bawah nama Ahok ada nama Tantowi Yahya yang tingkat popularitasnya 81 persen dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil 71,25 persen. Untuk tingkat elektabilitas Ahok 45 persen, sedangkan Ridwan Kamil hanya kisaran 15 persen.

Menurut Cyrus Network, dukungan terhadap Ahok semakin kuat. "Dukungan terhadap petahana (incumbent) Basuki Tjahaja Purnama semakin solid, hari ini pendukung Ahok sudah masuk dalam kategori strong voters jumlahnya sekitar 40 persen pemilih DKI," ucap Managing Director Cyrus Network Eko David di Jakarta, Rabu (11/11/2015). Selain Ahok, elektabilitas 40,7 persen, dua nama lain, Tri Rismaharini 9,1 persen dan Ridwan Kamil 15,9 persen. Untuk tingkat kesukaan terhadap ketiganya hampir seimbang. Ahok mendapat 62%, sedangkan Emil 62,7% dan Risma 65,6%. Sementara Sandiaga Uno 0,3 persen dan Adhyaksa Dault 6,7 persen.

Hasil survei terbaru dari Sinergi Data Indonesia (SDI) pada 1-12 Februari 2016 menyebutkan, elektabilitas bakal calon gubernur (cagub) DKI Ahok menduduki urutan pertama diantara 10 kandidat lain dengan perolehan suara responden 41,0 persen. Urutan kedua dan seterusnya Ridwan Kamil (12,4 persen), Tri Rismaharini (5,8 persen), Rano Karno (5,2 persen), Hidayat Nur Wahid (3,6 persen), Adhyaksa Dault (3,4 persen), Tantowi Yahya (2,8 persen), Djarot Saiful Hidayat (2,0 persen), Sandiaga Uno (1,8 persen), Anis Matta (0,8 persen) dan rahasia/tidak tahun 21,2 persen.

Nah, dari beberapa hasil survei tersebut terlihat bahwa Ahok memang  berada diperingkat teratas sebagai calon apabila dia maju. Peluang menangnya sementara masih yang terbesar. Oleh karena itu maka kini muncul isu serangan di publik,  setiap peluang kesalahan Ahok, dia akan terus diserang habis-habisan. Isu yang menonjol adalah masalah pembelian lahan RS Sumber Waras, kemudian masalah reklamasi teluk Jakarta. Kedua kasus tersebut adalah kasus lama dan terlihat kini dibawa ke ranah politik terus muncul di media.

Nah, kemudian beredar edaran yang tidak jelas dimana Ahok yang katanya bersekutu dengan Haliman melawan TW yang bergabung dengan Menteri Susi. Belum lagi Taipan Aguan kini diperiksa KPK, maka makin ramailah dunia kehidupan Ahok setelah dia dipanggil dan diperiksa KPK. Ini semua nampaknya di masukkan dalam ranah politik, Ahok digiring ke killing ground dan akan terus ditembaki bersama-sama, hanya satu tujuannya, jangan sampai dia maju, kira-kira begitulah.

Ahok Jangan Mengaum Sebelum Menjadi Macan

Artikel  auman macan ini pernah penulis buat saat Anas Urbaningrum menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Anas dengan strateginya yang kemudian keburukannya dibocorkan oleh ex teman dekatnya (M Nazarudin) akhirnya menjadi Ketua Umum Demokrat, mampu mengalahkan jago sang tuan. Nah, Anas kemudian menjadi merasa besar, kuat, sementara menurut teori ini  dia baru sekelas kucing.

Sebetulnya para politisi itu harus belajar  ilmu "kucing gering". Maksudnya kalau masih berstatus kucing, yang bisanya hanya meong-meong, kecil dan manis, ya jadilah kucing saja. Jangan mengaum dan merasa sudah menjadi macan. Bayangkan kita punya kucing dirumah, tiba-tiba dia mengaum seperti macan, mau gaya menggigit pula. Ya kalau hanya dilempar sandal saja masih lumayan. Bagaimana kalau sebal dan kita buang kucing kita, bukankah akan merana? Kalau perlu jadilah kucing gering, yaitu pura-pura jadi kucing sakit, sembunyi dibawah meja.

harimau-kucing

Kucing dan macan mirip tetapi ukurannya yang jauh berbeda (foto;kucinggue)

Nah, kalau si kucing nanti secara perlahan sudah jadi macan, barulah dia boleh mengaum dengan keras, maka siapapun akan menjadi takut. Yang betul, jadilah kucing baik dan tidak mencuri, menunggu siapa tahu mendapat hidayah Yang Maha Kuasa bisa jadi macan. Saat itu menurut penulis, di Partai Demokrat terdapat kucing yang tidak jujur dan mencoba mengaum. Nampaknya seperti itu, sementara pemilik rumah selalu menekankan agar menjaga ikan dan lauk lainnya dimeja, dia membanggakan kepada tetangga-tetangganya bahwa kucing-kucingnya baik-baik, mendadak ketahuan atau terindikasikan beberapa kucingnya yang masih muda-muda nekat mengambil ikan dari atas meja dan di makan beramai-ramai.

Bagaimana tidak marah kan pemilik rumahnya?Jelas wajar kalau marah. Selain itu, pemilik rumah sering merasa tidak nyaman, karena terganggu kucingnya yang kecil muda suka mengaum. Selama ini kelihatannya masih dibiarkan, kesalahannya hanya masalah etika, kurang tahu diri. Suaranya saja belum pantas mengaum, kesannya justru lucu, tapi mendadak berani mengeluarkan suara keras "Auuum, eh..Meooong... Ini Demokrasi Pak" katanya seakan mengajari. Kemudian terbukti akhirnya si kucing nekat itu masuk penjara KPK.

Bagaimana dengan Ahok? Gubernur ini masih sekelas kucing atau sudah jadi macan? Menurut penulis, Ahok menjadi wakil Gubernur DKI dalam Pilkada dahulu hanya lebih bersandar kepada Jokowi. Ahok saat itu belum ada nama, ex Bupati Belitung dan anggota DPR. Kemudian dia menjadi terkenal dan namanya menjadi besar setelah Jokowi naik kelas menjadi presiden. Maka mulailah babak pembesaran nama sebagai Gubernuk DKI. Ahok menjadi sosok yang menjungkir balikkan model kepemimpinan di DKI, lihat para Gubernur pendahulunya, Sutiyoso, Fauzi Bowo, Cokro Pranolo rata-rata santun, bicara tertata, manajemen seperti pelajaran sekolahan.

ahok-serahkan-payung-hukum-apbd-ke-dprd

Kalau tokoh Betawi selalu mengalungkan sarung dan membawa golok (Foto: jarakkata90)

Tetapi apa yang dilakukan Ahok? Dia berani bicara keras, menghukum anak buahnya dengan mengganti pejabat. Semua merasa ngeri, baik Walikota, Camat, Lurah kalau tidak bekerja dengan benar langsung dicopot, diganti. Maka mulailah tampak pasukan oranye kecamatan, dimana-mana, got-got dibersihkan, pohon-pohon ditata. Ahok berani menghadapi bandelnya sopir Metro Mini yang sering ugal-ugalan. Pokoknya dia berani keras, FPI juga kalau maju dilawan. Lulung Jagoan tenabang  dilawan, jagoan Kalijodoh tumbang, kawasan merah itu rata dengan tanah. Tetapi dilain sisi gajih pegawai DKI dinaikkan sekian kali lipat.

Walau beberapa pihak  memusuhi dia, tetapi rakyat banyak justru mendukungnya. Jakarta terbelah, ada liker dan ada hatter. Ini sebuah pembelajaran dan kemajuan di era demorasi, kira-kira bahasa sekolahannya begitu.

Nah, penulis menilai langkah Ahok itu sebagai langkah dalam menghadapi para jeger-jeger, tukang palak di Jakarta. Ini kota yang ganas, disebut hutan kota. Ya memang kalau mau Jakarta maju, pemimpinnya harus berani nekat. Lihat Bang Ali Sadikin dahulu nekat, bahkan bikin judi juga dijalankan karena Jakarta miskin, dia jadikan proyek Husni Thamrin. Penulis yang dari bayi tinggal di Bendungan Jago, jalan besarnya dari tanah, becek, setelah penulis SMA jalan baru diaspal oleh Bang Ali. Kita syukuran setelah Bang Ali mengaspal jalan tersebut di Kemayoran, dari Jiung sampai Serdang.

Pemimpin Harus Cerdas dan Cerdik

Memang menjadi seorang pemimpin harus cerdas dan cerdik. Dilain sisi, walau Ahok berani, nekat dan benar, menurut penilaian dari ilmu intelijen, ada sisi kerawanan. waktu rawannya antara bulan Agustus-Oktober. Dia akan diupayakan diganjal di depan, supaya tidak sah menjadi Cagub. Politisi, pebisnis, preman dan kelompok kepentingan itu banyak akalnya. Oleh karena itu penulis berpendapat, kalau Ahok kini belum menjadi macan besar yang menakutkan. Dia masih kucing yang baru tumbuh berkembang dan berpotensi besar menjadi macan. Ahok besar namanya karena jabatannya, sebagai Gubernur. Yang perlu dinilainya, seberapa besar dan seberapa kuat posisi politiknya.

Pemimpin sebuah negara atau daerah dimanapun harus kuat dalam berpolitik. Tidak cukup citra dan kharismanya saja. Oleh karena itu Ahok  harus pandai dan cerdik dalam bersikap. Apakah Ahok mengetahui, siapa sebenarnya pemilik rumah dimana dia tinggal saat ini? Anas dahulu terlalu over confident sehingga pemilik rumah marah, dia mengaum lucu dan akhirnya pincang di lempar barang yang bernama  gratifikasi.

Sebagai penutup, penulis berpesan kepada Ahok, kini belum waktunya dia mengaum dengan keras, istilahnya jangan jumawa. Ilmu intelijen bisa membantunya dengan mengukur masa depannya berdasarkan penilaian kekuatan, kemampuan serta kerawanan dirinya. Sayang apabila Ahok tidak faham dan dilempar bakiak kemudian dia pincang. Cobalah tetap bertahan, strong voters-nya sudah cukup besar menurut survey, jangan kalah di depan. Kita akan melihat siapa yang memang jago di Betawi ini dan siapa yang akan dicibir. Memang menarik pertarungan jadi pemimpin di Ibukota, karena diantaranya ada yang mikir salah, eh salah-salah abis Gubernur jadi presiden. Kalau itu sih garis tangan dan sudah takdirnya.

Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis intelijen, www.ramalanintelijen.net 

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.