CIA dan DFAT Pernah Memperingatkan Ancaman Teror di Indonesia dan Malaysia, khususnya Abu Sayyaf
18 April 2016 | 10:36 pm | Dilihat : 987
Dua Badan Intelijen, tulang punggung Amerika, NSA dan CIA (foto : infrakshun)
Terkait dengan terjadinya pembajakan serta penyanderaan WNI oleh kelompok Abu Sayyaf, pimpinan aparat keamanan (user) akan memberikan tugas berupa masalah-masalah yang dipertanyakan yaitu Unsur-unsur Utama Keterangan (UUK) atau Esential Elements of Information (EEI). User akan memberikan UUK kepada staf intelijen berupa pertanyaan-pertanyaan yang sangat luas cakupannya sebagai dasar pengambilan keputusan. UUK harus dijawab sesegera mungkin (Intelligence must be presented timely).
Pertanyaannya adalah, mengapa Abu Sayyaf sejak 26 Maret 2016 melakukan pembajakan dan menyandera WNI dari tug boat kemudian meminta uang tebusan? Informasi; Pada 1 April 2016, tug boat Malaysia dibajak tetapi tiga WNI dibebaskan, empat WN Malaysia diculik. Pada 15 April 2016 tug boat Indonesia dibajak, empat WNI diculik. Basic descriptive intelligence ; Abu Sayyaf sudah pernah melakukan pembajakan kapal berbendera Indonesia (Bonggaya 91) sekitar 11 Tahun yang lalu (Maret 2005), menyandera tiga awak kapal (WNI) yaitu Ahmad Resmiadi, Yamin Labuso dan Erikson Hutagaol.
Operasi gabungan yang dilakukan oleh TNI, BIN, Bais dan Polri berhasil membebaskan Ahmad dari penyanderaan kelompok Abu Sayyaf di Filipina Selatan pada 10 September 2005. Sebelumnya, 2 ABK Bonggaya Yamin Labuso dan Erikson Hutagaol, berhasil dibebaskan setelah 73 hari disekap. Menurut negosiator asal Polri Benny Joshua Mamoto, dua agen intelijen dibunuh oleh Abu Sayyaf karena cover terbuka.
Pembajakan dan penyanderaan oleh kelompok Abu Sayyaf dalam beberapa tahun terakhir dilakukan dengan motif ekonomi (kriminal) untuk mencari uang. Dalam beberapa kasus, target mereka adalah warga asing. Mendadak kini yang terjadi, WNI menjadi target penyanderaan. Inilah yang menarik perhatian dari sudut pandang intelijen, ada apa ini?
Tugas dan tanggung jawab DFAT Australia (Foto : slideplayer)
Dalam kegiatan intelijen, jaringan atau 'indra' merupakan salah satu elemen strategis yang harus terkoordinasi hingga menghasilkan manfaat yang optimal, dimana pola-polanya harus juga teratur dan terstruktur. Untuk menjaga dan memberi rasa aman dan nyaman ke masyarakat, intelijen bahkan harus lebih pro-aktif. Ini berarti intelijen harus terus bergerak dalam pulbaket dan kerjasama intelijen perlu dijaga dan diaktifkan agar intelijen bisa membuat perkiraan ancaman. CIA dan DFAT Australia pada Februari 2016 pernah mengeluarkan warning akan ancaman teror di Asia Tenggara khususnya Malaysia dan Indonesia, seberapa jauh yelah dilakukan analisis ancaman? Kemudian warning terbukti dengan terjadi kasus teror sebulan kemudian oleh Abu Sayyaf.
Salah satu dari sembilan komponen intelstrat adalah komponen hankam/milkam, dimana aksi terorisme merupakan ancaman dengan prioritas tinggi, disebabkan sel-sel dan ancaman teror semakin terkait dan semakin meluas. Islamic State yang lebih dikenal dengan nama ISIS makin mampu memengaruhi sel-sel teror di banyak negara dengan ideologi teror yang mereka ciptakan.
Jaringan Terorisme di Asia Tenggara
Serangan terorisme di jantung Jakarta, jalan Thamrin adalah serangan sel ISIS pertama yang menonjol terkait eksistensi. Menurut aparat keamanan dibelakangnya adalah organisasi JAKDN (Jamaah Anshar Daulah Khilafah Nusantara), satu diantara sembilan kelompok teror yang terdiri dari Mujahidin Indonesia Timur (Santoso), Mujahidin Indonesia Barat, Jamaah Islamiyah, Jamaah Anshorud Tauhid, tim Hisbah Solo, dan Tauhid wal Jihad (Aman Abdurrahman). Tim Hisbah (ditangkap di Solo pada Agustus 2015). Tokohnya Ibadurahman alias Ali Robani alias Ibad, Yus Karman, dan Giyanto alias Gento telah ditangkap.
Juru runding dari pemerintah Filipina dan pemberontak Muslim mengaku prihatin atas merebaknya radikalisme Islam di Filipina Selatan. Mereka mendesak anggota parlemen segera meluluskan undang-undang daerah otonomi di wilayah Mindanao demi menghalau radikalisme (Foto : Ilustrasi/Getty Images/David Greedy)
Di kawasan Asia Tenggara kini bergaung kuat nama Katibah Nusantara, yaitu paguyuban warga berbahasa Melayu di dalam tubuh ISIS di Suriah. Anggotanya terdiri dari warga Malaysia, Indonesia dan Filipina Selatan. Katibah sendiri tidak berdiri secara resmi atas persetujuan dari Amir ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi. Mereka bertemu di Suriah dan berkomunikasi dengan bahasa yang sama. Katibah resmi terbentuk pada 26 September 2014 dan bermarkas di al-Shadadi, Provinsi Hasaka di Suriah. Pemimpin atau Amir kelompok ini adalah Abu Ibrahim al-Indunisiy.
Menurut Jasminder Singh, pengamat terorisme dari Rajaratnam School of International Studies (RSIS) dan Nanyang Technological University di Singapura, Katibah berbahaya karena bisa mengakomodir serangan di Asia Tenggara. Apalagi saat ini menurutnya ada sekitar 30 kelompok militan di Asia Tenggara yang telah menyatakan sumpah setia (berba’iat) pada al-Baghdadi. Diketahui bahwa mereka memiliki hubungan dengan teroris lokal dalam satu jaringan besar. Mereka bisa meminta serangan atau mengirimkan dana.
Sosok Muhammad Bahrun Naim muncul pasca teror bom yang mengguncang Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2016). Naim memiliki keinginan untuk menjadi pemimpin ISIS Asia Tenggara dengan membentuk Katibah Nusantara. Naim juga memiliki keterkaitan dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang dipimpin Santoso (Foto : posmetro)
Singh menyerukan pemerintah di Asia Tenggara untuk mewaspadai gerakan Khatibah ini dengan memperkuat kerja sama pemberantasan terorisme dan menggalang dukungan dari komunitas internasional. "Kegagalan dalam menghadapi mereka memiliki konsekuensi keamanan yang besar bagi kawasan, sama dengan apa yang dilakukan Boko Haram dan al-Shabaab di Afrika," katanya.
Informasi Intelijen CIA dan DFAT Terkait Serangan Teror di Asia Tengara
Pemerintah Australia pada hari Kamis (25/2/2016) mengeluarkan peringatan kepada warganya (travel advisory) tentang meningkatnya kemungkinan ancaman tingkat tinggi dan canggih kemungkinan serangan teroris di Indonesia. Perkiraan daerah serangan adalah Jakarta, Bali dan Lombok yang sikonnya disebut, "advanced stage of preparing an attack."
Warning yang dikeluarkan oleh Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) dikeluarkan beberapa hari setelah dikeluarkannya security warning serupa terhadap kemungkinan serangan teror di Malaysia. DFAT lebih lanjut menyatakan. menerima informasi yang menunjukkan bahwa teroris mungkin merencanakan serangan di Indonesia, yang bisa berlangsung di mana saja setiap waktu.
Direktur CIA, John Brennan menyatakan bahwa Serangan Paris adalah kegagalan Intelijen. Penulis pernah membuat artikel terkait teror Paris dengan judul, "Suksesnya Serangan Teror Mematikan di Paris Karena Perancis Teledor" (Silahkan klik link : http://ramalanintelijen.net/?p=10123). Badan Intelijen Amerika Serikat sebelumnya, pada hari Senin (22/2/2016) juga mengeluarkan peringatan kepada negara-negara di Asia Tenggara terhadap kemungkinan serangan ISIS di masing-masing negara tersebut.
Secara spesifik, lebih lanjut DFAT menyarankan agar warganya menghindari perjalanan ke wilayah pesisir Sabah Timur, di mana pantai serta pulau-pulaunya sangat populer bagi penggemar selam wisatawan. Informasi menyebutkan kawasan tersebut rawan penculikan.
Daerah rawan menurut DFAT berupa serangan teror dan penculikan di Sabah (Sandakan, Lahad Datu hingga Kunak serta Tawau). Sering terjadi penyusupan Abu Sayyaf (Foto: stonfy)
Selain itu Australia juga memperingatkan adanya ancaman penculikan di daerah sekitar kota Sandakan dan Tawau karena kedekatannya dengan kepulauan Sulu di Filipina Selatan. Media Australia menyebutkan data atas serangan di Sabah dalam dua tahun terakhir, dengan kronologis; tanggal 14 Mei 2015, orang-orang bersenjata yang terkait dengan kelompok Abu Sayyaf memasuki restoran tepi pantai lokal di Sandakan dan menculik manajer dan seorang pengunjung (yang kemudian dibunuh oleh para penculiknya).
Pada bulan Juli 2014, orang-orang bersenjata menyerang Mabul Water Bungalows Resort di Mabul Island di Sabah timur, menewaskan seorang anggota pasukan keamanan dan menculik lainnya. Pada bulan Juni 2014, seorang pekerja asing dan karyawan lokal diculik dari sebuah peternakan ikan di dekat kota Kunak di Timur Sabah.
Pada bulan Mei 2014, seorang pekerja asing diculik di bawah todongan senjata dari sebuah peternakan ikan di dekat kota pesisir Palau Baik, dekat Lahad Datu. Pada bulan April 2014, seorang turis asing dan karyawan lokal diculik dari Singamata Reef Resort di Sabah Timur.
Analisis Ancaman Teroris di Asia Tenggara
Abu Sayyaf yang kini melakukan pembajakan dan penyanderaan beberapa tug boat di perbatasan laut Malaysia dan Filipina dan kemudian menyandera awak kapal dan menuntut uang tebusan. Disamping itu memang kelompok ini juga menculik warga asing di resort dan tempat-tempat rekreasi yang selama ini dikatakan aman.
Kasus yang menarik; dalam kasus pembajakan dan penyanderaan, sudah sekitar 11 tahun mereka tidak pernah mengganggu kapal-kapal berbendera Indonesia dan WNI yang terus berlalu lalang di daerah laut Filipina Selatan. Pertanyaannya, apakah ini serangan murni teror dengan motif ekonomi (kriminal) demi uang tebusan, sebuah konspirasi atau sebuah grand strategi dalam kaitan proxy war?
Dari tiga kasus pembajakan, pada Brahma12, sepuluh WNI disandera (diminta tebusan), sementara pada kasus tug boat Malaysia tiga WNI dilepaskan dan empat WN Malaysia diculik (diminta tebusan), pada kasus TB Henry empat WNI diculik, satu ditembak dan lima dilepas selamat. Hal inilah yang menarik perhatian, ada apa sebenarnya di belakang ini? Apakah agenda penculikan itu dilakukan sepenuhnya oleh Abu Sayyaf atau ada kelompok lainnya yang bermain.
Mengapa pada pembajakan tug boat kedua hanya WN Negara Malaysia yang diculik, sementara WN Indonesia dilepas. Demikian juga pada pembajakan ketiga, hanya empat WN Indonesia yang diculik sementara lima serta seorang yang ditembak mereka lepas. Apakah memang ada konspirasi? Secara khusus penulis akan membuat ulasan tentang kemungkinan adanya adanya konspirasi atau grand strategy sebuah negara?
Menhan Malaysia, Datuk Seri Hishammuddin HusseinH (tengah) mengatakan (18/4/2016) bahwa usulan antara Malaysia, Brunei, Indonesia dan Filipina, untuk memastikan keamanan di Laut Sulu di wilayah Barat Daya Filipina harus dilaksanakan dengan cepat (Foto: sg.news)
Dari informasi yang dirilis oleh badan intelijen AS dan Australia pada bulan Februari 2016, sebenarnya informasi akan munculnya serangan teror telah mereka keluarkan dan lebih ditegaskan berupa travel advisory (travel warning ). AS hanya menyebutkan ancaman umum dapat terjadi aksi teror di kawasan Asia Tenggara. Sementara Australia (DFAT) menyebut serangan akan terjadi di Indonesia, Malaysia dan yang lebih spesifik memperingatkan adanya ancaman penculikan di daerah sekitar kota Sandakan, Tawau serta pesisir Sabah Timur, karena kedekatannya dengan kepulauan Sulu di Filipina Selatan.
AS dan Australia jelas mengkhawatirkan ulah kelompok Abu Sayyaf dibawah pimpinan Isnilon Hapilon yang telah berbai’at kepada Abu Bakr al-Baghdadi. Dengan demikian apabila dikaitkan dengan informasi pembentukan Katibah Nusantara yang terdiri dari militan Indonesia, Malaysia dan Filipina, apakah bukan tidak mungkin ada operasi khusus mereka dalam ulah Abu Sayyaf ini. Beberapa pengamat teroris mengatakan bahwa abu Sayyaf adalah kelompok teroris lokal dengan agenda lokal.
Tetapi juga sebaiknya jangan dikesampingkan adanya agenda tertutup dari Khatibah Nusantara. Menarik yang dikatakan Jasminder Sing, Khatibah Nusantara memiliki hubungan dengan teroris lokal dalam satu jaringan besar. Mereka bisa meminta serangan atau mengirimkan dana, yang jelas Khatibah Nusantara ini akan dijadikan induk baik oleh teroris Malaysia, Filipina dan Indonesia.
Nah, kembali kepada penyanderaan awak kapal WNI, awak kapal Brahma 12 jelas dilakukan oleh sel Abu Sayyaf, sementara untuk penyanderaan empat awak kapal TB Henry hingga kini belum jelas siapa penyanderanya? Pemerintah Filipina menyatakan belum mengetahui pelakunya, dan hingga kini belum ada tuntutan apapun terhadap penculikan itu. Yang diketahui faksi Abu Sayyaf cukup banyak terpecah dalam kelompok-kelompok kecil, dengan jumlah total diperkirakan paling banyak 400 orang.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan TNI mengerahkan dua kapal perang ke perbatasan Filipina menanggapi aksi penyanderaan terhadap WNI yang diduga kembali dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf. "Saya sudah siapkan pasukan di darat, laut dan udara untuk mengambil tindakan di perbatasan Filipina," kata Panglima TNI (16/4/2016) Foto ilustrasi:thundc.
Untuk sementara, mungkin dapat disimpulkan bahwa pembajakan awal dilakukan oleh Abu Sayyaf dan kemudian karena pemberitaan berkembang, maka bukan tidak mungkin ada langkah pemanfaatan situasi oleh kelompok teror lainnya (Katibah Nusantara?) dalam rangka menunjukkan eksistensinya di kawasan Asia Tenggara, khususnya di Filipina Selatan. Serangan teror di Paris, Jakarta, Brussel dan Lahore adalah upaya menunjukkan eksistensi Islamic State di luar Suriah. Di Malaysia sebelum menyerang, kelompok teroris sudah digulung oleh aparat keamanan.
Seperti penulis pernah menyarankan pada artikel terdahulu dimana perlu ketiga Negara Indonesia, Malaysia dan Filipina melakukan patroli gabungan pengamanan laut, penulis kira tidak sulit menekan para pembajak. Dari data pembajakan mereka hanya memiliki sarana terbatas dan hanya mampu membajak tiga tug boat yang kecil dengan kecepatan rendah. Kita tidak perlu khawatir berhadapan dengan Abu Sayyaf selama pemanfaatan dan pembuatan keputusan intelijen tepat. Yang juga penting di perdalam oleh intelijen Indonesia, adanya informasi DFAT terhadap kemungkinan serangan teror di Jakarta, Lombok dan Bali, apakah masih valid?. Semoga bermanfaat.
Penulis : Marsda (Pur) Prayitno Ramelan, Intelligence Analyst, www.ramalanintelijen.net