Indikasi Pra-Power Syndrome Menteri Kabinet Jokowi
8 January 2016 | 1:41 am | Dilihat : 784
Setelah dilantik 20 Oktober 2014, Presiden Jokowi naik kereta terbuka diantara rakyatnya, inilah kekuatan utama Jokowi beserta rakyat yang sulit dilawan (Foto :Youtube)
Berita yang dilansir media tentang akan dilakukannya reshuffle anggota kabinet pemerintahan Presiden Jokowi mengundang bermacam spekulasi banyak pihak. Pendapat-pendapat bertebaran sesuai dengan keahlian dan kepentingan masing-masing pihak yang terlibat.
Dari sudut pengamatan intelijen, penulis pernah berdiskusi dengan salah seorang tokoh intelijen dan membicarakan pengaruh kegaduhan rencana reshuffle, politik dengan istilah 'Pra-Power Syndrome.' Sebetulnya yang umum kita ketahui adalah post power syndrome. Mari kita bahas indikasi dari syndrome tersebut.
Post dan Pra Power Syndrome Menteri
Post-power syndrome adalah suatu gejala yang terjadi dimana si penderita tenggelam dan hidup di dalam bayang-bayang kehebatan, keberhasilan masa lalunya sehingga cenderung sulit menerima keadaan yang terjadi sekarang. Post-power syndrome adalah gejala yang terjadi dimana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran masa lalunya (karirnya, kecantikannya, ketampanannya, kecerdasannya, atau hal yang lain), dan seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini.(Psychology Study Club, UII).
Logo Power Syndrome (Foto:metal-achieves)
Dalam kaitan dengan jabatan menteri kabinet, seseorang yang mengalami post-power syndrome biasanya menganggap bahwa jabatan atau pekerjaannya merupakan hal yang sangat membanggakan bahkan cenderung menjadikan pekerjaannya sebagai dunianya. Sehingga hilangnya jabatan yang sangat bergengsi itu memberikan dampak psikologis pada mentalnya.
Di Indonesia, kita semua tahu bahwa menjadi seorang pembantu presiden di kabinet adalah kebanggaan tak terkira, lengkap dengan segala fasilitas dan kemudahan, pengawalan, protokoler hebat dan segala perniknya. Nikmat, kira-kira begitu. Oleh karena itu siapapun yang menjadi menteri akan berusaha mempertahankan jabatannya, dipastikan dia takut dicopot dari kursi emasnya itu.
Nah, kini dengan beredarya berita bahwa presiden akan melakukan reshuffle kabinet, nampak kegelisahan beberapa menteri yang kemudian membuat ulah. Ada yang melakukan pendekatan ke inner circle, ada yang melakukan manuver politik, memanfaatkan jabatan untuk menunjukkan mereka kuat secara politis dan mumpuni sehingga tidak pantas dilepas. Inilah kira-kira yang dimaksud dengan pra-power syndrome itu, yaitu penampakan rasa takut akan bayangan apabila dia nanti tidak menjabat lagi. Mungkin ada yang membayangkan dunia serasa akan kiamat.
Jabatan di kabinet tersebut sangat erat dengan nafas politik, oleh karenanya, munculah gerakan serta upaya tekanan politik yang arahnya kepada presiden Jokowi sebagai final decesion. Salah satu contoh dari indikasi setelah Presiden Jokowi meminta semua menterinya bekerja optimal dan tidak terganggu rumor reshuffle terkait langkah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi yang menilai dan membuka rapor kementerian/lembaga kepada publik. Terkesan kementerian dengan rapor merah menterinya terancam diganti.
Ditegaskan oleh Jokowi, hanya presiden yang dapat menilai kinerja semua menteri, "Saya sampaikan, yang menilai kinerja menteri adalah presiden. Itu prinsip. Saya ulang, saya ingin sekarang ini menteri terus bekerja," kata Jokowi di Gedung Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (6/1/2016).
Yuddy Chrisnandi (baju putih) disebelah Menkumham dan Laksamana Pur Tedjo (kini mantan Menkopolhukam). Profesor muda yang pintar tapi salah langkah (Foto:Yuddychrisnandi)
Nah, langkah Menteri Yuddy itu merupakan indikasi pra-power syndrome, karena mungkin dia sudah mendengar masuk radar terkena reshuffle, maka dia melakukan manuver. Nampaknya langkah besar mengumumkan penilaian kementerian secara terbuka ke publik tanpa ijin presiden. Yang membuat fatal, langkahnya dibantah dan dimentahkan oleh presiden. Kita akan melihat apakah dukungan politik Yuddy sebagai politisi Partai Hanura sangat kuat? Rasanya kok tidak. Yuddy memberikan ranking kementerian yang dipimpinnya pada urutan keenam, aneh bukan?
Analisis
Dalam dunia intelijen, Psychological Warfare (psywar), yaitu aspek-aspek dasar dari operasi psikologis modern (PSYOP) , juga dikenal dengan beberapa istilah, siantaranya MISO, Psy Ops, Political Warfare, Heart and Mind dan propaganda. Upaya tersebut digunakan "untuk menunjukkan tindakan yang dilakukan terutama oleh metode psikologis dengan tujuan membangkitkan reaksi psikologis yang direncanakan pada orang lain." Berbagai teknik yang digunakan, dan ditujukan untuk memengaruhi sistem nilai, sistem kepercayaan target audiens , emosi, motif, penalaran, atau perilaku.
Hal ini digunakan untuk menginduksi pengakuan atau memperkuat sikap dan perilaku yang menguntungkan untuk tujuan pencetus itu, dan kadang-kadang dikombinasikan dengan operasi hitam. Upaya tersebut masuk dalam fungsi intelijen penggalangan atau conditioning operation, menciptakan kondisi agar target mau berfikir, berbuat dan memutuskan seperti yang dikehendaki oleh si perencana.
Nah, dalam mengamati situasi dan kondisi politik di tanah air, maka nampak jelas beberapa manuver pejabat tinggi itu yang merasa posisinya terancam akan terkena reshuffle. Memang kita fahami, pada awal pemerintahannya posisi Presiden Jokowi berada pada level harus menerima dan berkompromi dengan tekanan politik dan publik. Kini, setelah melewati satu tahun masa jabatannya, maka Jokowi sudah menemukan dan mendapat pengakuan bahwa dia adalah pemimpin nasional yang kuat dan tidak mudah disepelekan dan dipengaruhi.
Sebagai contoh kekuatannya, saat sidang MKD yang mengadili Ketua DPR Setya Novanto (SN), dimana mayoritas anggota MKD cenderung membela Setya, begitu Jokowi mengatakan supaya MKD mendengar suara publik, pada keputusan akhir, semua anggota MKD menyatakan SN melanggar kode etik. Jadi Presiden sudah diakui sebagai bagian dari publik. Disinilah kekuatan utamanya. Dengan komunikasi sederhana, merakyat, Jokowi kini justru lebih mampu menyuarakan rakyat dibandingkan para anggota MKD yang sebenarnya adalah wakil rakyat. Jadi saat ini Jokowi sudah jauh lebih diakui menjadi pemimpin rakyat Indonesia dan para ketua parpol (KMP khususnya) menghormati serta merasa segan (takut?) kepadanya.
Kini, Presiden Jokowi menjadi lebih mudah menata kabinetnya, bebas memilih pembantu-pembantunya tanpa intervensi. Hak prerogatif akan sulit dibendung kekuatan politik di tanah air, termasuk tokoh-tokoh utama yang mungkin tidak sejalan dengannya. Manuver pra-power syndrome yang lainnya jelas tidak akan mampu memengaruhinya. Mungkin presiden hanya akan melakukan kompromi politik dengan PDIP sebagai parpol pengusungnya. Seperti keinginan PDIP untuk mengganti Rini Soemarno.
Yang jelas ada beberapa menteri yang masuk dalam radar reshuffle-nya, seperti yang mulai terlihat gelisah dan lainnya yang diberitakan secara negatif oleh media. Sudirman Said, LBP, Yuddy, Rini Soemarno, Saleh Husein, Siti Nurbaya, Jonan, Lukman Hakim, Ferry Mursydan, HM Prasetyo merupakan beberapa pejabat yang disebut-sebut oleh media masuk dalam radar reshuffle. Kita amati saja apa ada langkah gelisah dan penciptaan citra serta kondisi? Menarik pastinya. Kesimpulannya, posisi politik presiden Jokowi semakin hari semakin kuat. Kira-kira begitulah.
Penulis : Marsda (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen, www.ramalanintelijen.net