Numpang Populer atau Menyerang Jokowi, Strategi yang Salah
8 November 2013 | 4:27 pm | Dilihat : 2287
Jokowi yang Ditakuti Para Elit Politik (nevergiveup.blogdetik.com)
Jakarta, 8 November 2013. Para elit PDI-P beberapa waktu terakhir ini jelas gemas karena salah satu kadernya Jokowi menjadi bulan-bulanan kritik oleh elit politik dari parpol lain. Tercatat Amien Rais pada Rabu (25/9/2013), menyebut Jokowi mirip mantan Presiden Filipina Estrada, terpilih sebagai karena popularitasnya. Estrada hanya bertahan beberapa bulan memimpin Filipina setelah digulingkan serta digantikan oleh Gloria Macapagal Arroyo. Menurut Amien, Estrada dan Jokowi sama-sama dipilih rakyat karena popularitas mereka yang tinggi. Ia mengingatkan rakyat untuk tidak mengandalkan popularitas semata dalam pemilihan presiden.
Sebagaimana biasanya Jokowi menanggapi dengan entengnya, "Saya heran, dulu ada yang bilang saya orang ndeso, sekarang ada yang bilang saya mirip Estrada yang presiden artis. Lah, yang benar yang mana?"
Kritik berdatangan dari beberapa politisi Partai Demokrat, tercatat kritikan Nurhayati Ali Asegaf, Waketum Partai Demokrat (19/10/2013), dilanjutkan oleh serangan Ruhut Sitompul, anggota Komisi-III Fraksi Partai Demokrat (22/10/2013), dengan ejekan anak tukang mebel tak pantas jadi Presiden RI. Selanjutnya.Wasekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan menyerang, Selasa (29/10/2013) yang memprediksi Gubernur DKI Jokowi tak akan nyapres. Ramadhan menilai Jokowi belum cukup matang untuk mengejar kursi RI-1 dan menyalahkan Jokowi mengenai penyadapan.
Achmad Mubarok, Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat beberapa kali juga mengeritik Joko Widodo. Dia mengakui mendapat teguran dari Ketum PD SBY." Saya pernah ditegur Pak SBY ketika saya kritik Jokowi,” kata Mubarok usai diskusi Saatnya Regenerasi Kepemimpinan Bangsa di press room Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2013). Menurut Pak SBY, agar berhati-hati mengeririk Jokowi, akan banyak serangan balik, dan bisa mencapai ribuan.
Puncak rangkaian kritik dan sindiran kepada Jokowi dari kelompok Partai Demokrat akhirnya datang dari Presiden SBY yang juga kini sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Pada acara silaturahmi dengan pengurus Kadin di Istana Bogor, Senin (4/11/2013), Presiden Indonesia meminta setiap pemerintah daerah bertanggung jawab atas kemacetan lalu lintas di jalan. Dikatakannya, "Kalau biang kemacetan misalnya di Jakarta, serahkan kepada Pak Joko (Joko Widodo). Biang kemacetan misalnya di Bandung, datanglah ke Pak Heryawan (Ahmad Heryawan, Gubernur Jabar) atau Walikota Bandung," katanya.
Soal kemacetan, SBY mengaku pernah merasa terusik. Pada saat hadir pada KTT ASEAN 2013 di Brunei Darussalam, para pemimpin negara yang hadir menanyakan tentang perjalanan dari bandara menuju pusat kota Jakarta bisa memakan waktu hingga 2 jam. Saat itu, SBY hanya menjawab itu mungkin saja kalau ada kemacetan. "Tapi bagaimana solusinya? Kan nggak enak saya ditanya bagaimana solusinya di Jakarta, di Bandung, dimana-mana begitu. Yang harus menjelaskan, ya, gubernurnya," kata SBY.
Presiden SBY mengatakan bahwa dirinya sering dituding sebagai biang kemacetan. Padahal, tambah dia, dirinya tidak pernah menutup jalan. Dia bahkan bercerita pernah menempuh perjalanan dari Istana Negara ke Hotel Sahid Jaya dalam waktu 40 menit. SBY juga menyatakan kalau mau lewat sering membuat kemacetan. "Orang saya nggak kemana-mana saja diisukan ini gara-gara SBY, padahal saya di rumah itu. Apalagi kalau saya menutup jalan, bisa tambah ngamuk mereka," tuturnya.
Jokowi selaku Gubernur DKI Jakarta menjawab apa yang disampaikan Presiden SBY. Dikatakannya bahwa urusan kemacetan di Jakarta bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah semata, juga ada tanggung jawab pemerintah pusat. Di rumah dinasnya, Jalan Taman Suropati Nomor 7, Jakarta, Selasa (5/10/2013), Jokowi menyatakan "Itu urusan daerah dan juga urusan pusat. Harus dua-duanya, ada yang urusan pusat ada yang urusan daerah. Kemacetan tidak hanya urusan daerah," katanya. "Jalan-jalan ada yang jadi tanggungjawab pusat dan daerah, kemudian jalan lintas wilayah nggak bisa saya koordinir. Itu kan Jabodetabek, itu urusan pusat, busway juga, itu menjadi tanggungjawab bersama," kata Jokowi.
Pada acara silaturahmi itu Presiden meminta agar persoalan upah buruh tidak dikaitkan dengan kepentingan politik untuk menjadi populis di mata masyarakat. "Jangan dikaitkan dengan politik. Saya ingatkan politisi, kolega-kolega saya, janganlah mendorong sesuatu yang bisa jadi bom waktu, harus rasional, jernih. Populisme membabi buta tidak baik. Keberpihakan pada kaum lemah, ya. Tapi harus dengan cara cerdas," tegas SBY. Seperti diberitakan, para pengusaha akhir-akhir ini merasa resah dengan keputusan Jokowi dengan penetapan UMP DKI 2013 yang naik menjadi Rp 2,2 juta, dari tahun sebelumnya Rp 1,5 juta. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, "UMP telah ditetapkan. Gara-gara Pak Jokowi ini kita semua jadi pusing," katanya.
Mendapat kritikan SBY dan keluhan Ketua Apindo, Jokowi menanggapi dengan santai. Ditegaskannya, UMP DKI telah disepakati oleh semua pihak, yakni buruh, pemerintah dan pengusaha. "Gubernur itu hanya tanda tangan, yang menetapkan mereka sendiri. Mereka saat itu ada di ruangan, Apindo, serikat pekerja, pemerintah, sama komisi, tokoh mereka bicara dan mereka menentukan," ujar Jokowi usai menghadiri acara silaturahmi tersebut.
Lebih lanjut ditegaskannya, "Mereka udah sepakat baru masuk ke meja saya, saya tanda tangan. Yang menentukan dan menetapkan bukan kita. Jangan keliru, bukan Pemrov. Saya enggak pernah nengok kamarnya. Artinya itu sudah sepakat," kata Jokowi seraya tersenyum.
Analisis
Dari beberapa informasi tersebut, jelas terlihat bahwa ada dua kubu yang mengeritik Jokowi, Kubu Amin Rais dan Kubu Partai Demokrat. Yang agak mengherankan, mengapa kubu Demokrat melakukan serangan beruntun, tercatat tanggal 19, 22, 29 dan 31 Oktober 2023, pada level Wakil Ketua Umum PD, Anggota Komisi-III, Wasekjen, dan Anggota Dewan Pembina. Kemudian puncaknya terjadi tanggal 4 November 2013. Yang jelas timbul pertanyaan, nampaknya serangan dirancang secara sistematis melihat dari urutan tanggal kejadian.
Para pengeritik bukanlah anggota biasa, merupakan kombinasi lengkap elit Partai Demokrat. Disatu sisi Ketua Umum berpesan kepada Mubarok agar mewaspadai dalam mengeritik (berhati-hati), di lain sisi justru pada puncaknya justru Ketum sendiri mengeluarkan pernyataan berbentuk kritik halus dalam pidatonya, walau berupa sindiran halus, tetap mudah dibaca sebagai serangan.
Penulis melihat dari hasil survei kondisi elektabilitas Partai Demokrat serta pendapat lembaga survei, terjadi erosi kepercayaan yang terus berlanjut bagi Partai Demokrat. Diperkirakan oleh LSI, elektabilitasnya pada pemilu 2014 akan berada dibawah 10 persen, sementara target pengurus PD berada di kisaran 15 persen. Situasi dan kondisi ini jelas sangat meresahkan. Karena itu kritik dan serangan terhadap Jokowi bisa diperkirakan untuk menaikkan popularitas, ataukah justru untuk menurunkan elektabilitas Jokowi.
Menurut penulis kalau mau numpang populer kepada keterkenalan Jokowi jelas keliru. Maksudnya menyerang kubu lawan untuk menyenangkan kubu sendiri. Mungkin dikalangan kadernya sendiri bisa mampu mengikat mereka. Tetapi apakah sebuah parpol hanya akan mengharapkan angka coblosan dari kader dan simpatisannya belaka? Jelas pemikiran yang sektoral. Menurut penulis serangan sistematis para elit itu merupakan langkah blunder, Jokowi belum dimunculkan namanya sebagai capres, apakah mereka tidak merasa salah sasaran? Atau terkena Jokowi phobia?
Yang pasti kini pendukung Jokowi semakin banyak, tapi ada juga yang disebut kelompok "hater." Menarik memang Mas Joko Widodo ini, sederhana, suka meninjau got, mampu membersihkan waduk pluit, menghidupkan monorail, tegas membersihkan stafnya dari kemalasan dan ketidak jujuran. Langkah lainnya, program kartu Jakarta sehat,penataaan pedagang kaki lima di Tanah Abang ke Pasar Blok G. Tetapi ada juga yang masih dikeluhkan warga, yakni soal banjir, sampah yang menumpuk, serta kemacetan.
Sebelumnya, survei yang digelar Indo Barometer juga menunjukkan sektor transportasi masih mendapat rapor merah. Pembangunan di bidang antisipasi banjir juga dianggap belum maksimal. Tetapi dengan penampilan apa adanya, jawaban apa adanya,upaya terus menerus, modal dekat dengan rakyat dan kejujuran, Jokowi yang dibantu Ahok menjadi pasangan idealis bagi rakyat Jakarta, dan popularitasnya sudah menular ke daerah lainnya. Karena itu kesimpulannya, jangan ndompleng popularitas Jokowi atau menyerangnya, efeknya berat. Seperti kata Pak SBY, ada ribuan dan ribuan lagi dibelakangnya. Apakah begitu?
Oleh : Prayitno Ramelan, Anak Kemayoran, www.ramalanintelijen.net
Artikel terkait :
-Awas, Jokowi dan Capres Lain Kemungkinan Sudah Disadap, http://ramalanintelijen.net/?p=7663
-Menurut LSI, Mungkin Demokrat Hanya bisa Usung Cawapres, http://ramalanintelijen.net/?p=7660
-Ramadhan Pohan Menyerang Jokowi soal Penyadapan, http://ramalanintelijen.net/?p=7652
-Jokowi Akan Dijadikan Musuh Bersama, http://ramalanintelijen.net/?p=7601
-Survei LSI; Capres Riil 2014, Megawati, Aburizal dan Dahlan Iskan, http://ramalanintelijen.net/?p=7597
-Mencermati Hasil Survei LSN Menjelang Pemilu 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=7048