Menanti New Emerging Leader

9 February 2010 | 8:50 am | Dilihat : 80

Dalam perjalanan kelangsungan sebuah negara dimuka bumi, sering kita menemukan nama-nama pemimpin yang memang di takdirkan oleh Tuhan untuk menjadi pemimpin. Beberapa pemimpin tersebut kemudian timbul dan tenggelam sejalan dengan karakter kepemimpinannya, ambisi yang di punyainya serta kondisi yang dihadapinya. Di dunia banyak tercatat pemimpin-pemimpin nekat yang demikian terkenal hingga akhir hayatnya, seperti Hitler, Mousolini, Sadam Husein, Robert Mugabe, Fidel Castro, dan banyak lagi yang lainnya. Nah, kini penulis sedikit mengajak pembaca membahas calon-calon pemimpin di Indonesia di masa mendatang.

Beberapa waktu lalu penulis telah menuliskan tentang Ketua Umum PAN, Hatta Rajasa, yang penulis sebut sebagai salah satu putra mahkota. Mari kita bahas para calon pemimpin masa depan dengan topik bahasan New Emerging Leader. Seiring dengan bergulirnya arus demokrasi yang di adopsi dari dunia Barat, maka persaingan para calon pemimpin itu akan bersumber dari sebuah partai politik. Bangsa Indonesia sepakat bahwa setiap lima tahun sekali kita melaksanakan pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden. Disini berarti calon pemimpin nasional adalah mereka yang diajukan oleh sebuah parpol atau gabungan dari beberapa partai politik, di tarungkan dalam arena pilpres. Parpol yang lolos dari sergapan parliamentary threshold 2,5 %, kini ada sembilan parpol, mari kita lihat peluang dan persiapan mereka.

Partai Golkar, jelas sudah mendudukan Aburizal Bakrie yang modalnya cukup, jelas bersiap dan berambisi untuk tarung pada 2014. PAN, dengan politik licin dan cerdasnya Amin Rais, sudah mendudukkan Hatta Rajasa sebagai Ketua Umum PAN, dan makin merapat ke Pak SBY. Partai Hanura sudah memilih Pak Wiranto kembali menjadi Ketua Umum. Muhaimin Iskandar yang sukses menjadi Menteri-nya penguasa, juga akan terus berusaha menduduki jabatan sebagai Ketua Umum PKB.

PDIP belum menunjukkan titik terang, Ketua Umum Partai ini secara psikologis masih dikuasai clan Soekarno. Nampak perebutan pengaruh antara Ibu Megawati dengan adiknya Guruh Soekarno Putra yang mencoba menyaingi nama besar kakaknya. Akan tetapi, meski gagal dalam dua periode pemilu, nama Megawati masih sangat besar pengaruhnya di negeri ini. Pada pilpres 2004 pasangan Megawati-KH Hasyim Muzadi sempat bertarung hingga putaran kedua, demikian juga pada pilpres 2009 pasangan Mega-Prabowo juga meduduki posisi kedua dibawah pasangan SBY-Boediono. Yang hebat, Mega-Prabowo masih  mampu mengalahkan pasangan hebat JK-Wiranto.

Partai Gerindra nampaknya akan tetap dipegang oleh Prabowo, dan kemungkinan kembali akan maju pada 2014 nanti, Prabowo masih memiliki kharisma dan dinilai semakin berpengalaman. Bagaimana Partai-partai Islam lainnya seperti PKS dan PPP? Keduanya masih belum menunjukkan langkah persiapan kearah 2014, PKS masih meningkatkan citra parpol yang bersih, tokoh mudanya berusaha keras menyerang, anti korupsi adalah pegangannya. Sementara PPP nampaknya masih kesulitan dalam masalah Citra, setelah tokoh besarnya Bachtiar Chamsah ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus korupsi saat menjadi Mensos.

Bagaimana dengan Partai Demokrat? Partai penguasa ini memiliki 148 anggota DPR (26,43%) dari jumlah total  560 orang, kini masih di sibukkan dengan tekanan politis pada pansus Bank Century. Bahkan terjadi perseteruan politik antara Partai Demokrat dengan PKS dan Golkar di Pansus. Sebagai parpol pemenang yang mendapat 20,85% suara pemilu serta memenangkan  pilpres (60,80%), mendudukkan pasangan SBY-Boediono menjadi presiden dan wapres, Demokrat kini menjadi parpol papan atas yang mampu bersaing dengan parpol seniornya PDIP dan Golkar. Hingga saat ini Partai Demokrat belum menunjukkan sedikitpun tanda-tanda, siapa yang akan menjadi jagonya untuk pilpres 2014. Sesuai UU Pilpres, maka dipastikan SBY tidak akan maju kembali pada pilpres 2014.

Sebagaimana pilpres 2009, mereka yang maju pada pertarungan capres-cawapres umumnya tokoh utama parpol, SBY adalah Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, JK adalah Ketua Umum Partai Golkar, Megawati adalah Ketua Umum PDIP, demikian juga Wiranto dan Prabowo yang menjadi cawapres adalah juga tokoh utama dari sebuah Parpol. Dalam hal ini Boediono merupakan pengecualian, dengan nama besarnya, SBY dengan pertimbangan khusus tidak mengambil tokoh parpol lainnya sebagai pendamping. Nah, kini nampaknya Partai Demokrat baru akan berancang-ancang mempersiapkan pemilihan Ketua Umum Partai. Hadi Utomo akan berhenti, yang kini muncul adalah beberapa nama seperti Andi Malarangeng, Marzuki Ali, Anas Ubaningrum dan Agus Hermanto.

Dari beberapa nama tersebut, tiga nama sudah agak terkenal dan dikenal masyarakat, kecuali Agus Hermanto, adik dari Hadi Utomo. Dalam mengukur ketiga calon lainnya, penulis lebih cenderung melihat Marzuki Ali lebih banyak peluangnya. Dibanding Anas atau Andy, Marzuki yang kini menduduki jabatan sebagai Ketua DPR nampaknya memang di persiapkan oleh SBY sebagai salah satu generasi muda  penerus. Posisinya sangat tinggi diatas Anas yang Ketua Fraksi dan Andy yang Menteri. Dalam sistem ketatanegaraan kita, Ketua DPR kedudukannya sejajar dengan presiden.  Marzuki walaupun oleh salah satu pengamat disebut sebagai politisi yang melankolis dan terlalu santai dalam berpolitik, dikenal sebagai wise man. Kini pertanyaannya, apakah SBY akan mengorbitkan kader mudanya untuk maju sebagai calon presiden/wapres pada 2014? Jelas semuanya akan sangat tergantung kepada perjalanan karier mereka.

Kita tahu, bahwa untuk menjadi seorang pimpinan nasional dari bangsa yang besar dan sangat dinamis ini dibutuhkan sebuah proses panjang. Khususnya si calon dalam mempersiapkan diri, agar dia bisa dipercaya oleh politik. Selain dukungan politik, parpol juga memiliki dukungan biaya, karena jelas persaingan dalam pilpres juga membutuhkan dana yang sangat besar. Sulit kiranya apabila seseorang ilmuwan, sangat faham dengan ilmu demokrasi, menguasai ilmu tata negara kemudian merasa pantas dan mencalonkan diri menjadi seorang presiden dari jalur independen. Pada masa kini calon tersebut akan lebih banyak gagal dibandingkan suksesnya.

Calon akan lebih berhasil apabila dia sudah melalui jalan kredibilitas, artinya mempunyai pengalaman di Kabinet dan  menguasai dinamika kepartaian. Menjadi pemimpin di Indonesia mau tidak mau akan dan harus mampu menghadapi tekanan dan arus politik yang sering tidak menentu. Bukan bermaksud merendahkan, melihat sosok JK yang politisi, saat menjadi wapres, nampak lebih mampu menghadapi tekanan politik, dan bahkan mampu berperan menjadi bemper, dibandingkan kondisi Pak Boediono saat ini dalam  menghadapi tekanan politik. Inilah salah satu bukti kecil bahwa pimpinan nasional juga sebaiknya politisi, disamping ilmuwan.

Nah, dengan demikian, maka kita masih menunggu siapa The New Emerging Leader yang akan dimainkan oleh Partai Demokrat, PDIP dan PKS. Sementara Golkar, Gerindra, Hanura kemungkinan masih akan memainkan kartu lama. Sebagai penutup, penulis mencoba mengingatkan, bahwa sudah waktunya parpol papan menengah dan khususnya papan atas untuk lebih mempersiapkan calon pemimpinnya. Parpol jangan terjebak dalam kesibukan mengurusi pertempuran citra serta perebutan kekuasaan, karena citra hanya dapat dibentuk melalui sebuah bukti dan proses, tidak cukup dengan kata-kata saja. Perebutan kekuasaan lebih baik di fokuskan pada 2014, tidak pada masa kini.  Parpol harus kembali ke pemahaman dasar bahwa pemimpin nasional tidak cukup dipersiapkan hanya dalam waktu satu atau dua tahun saja.

Parpol sebaiknya lebih mempersiapkan dan memunculkan  New Emerging Leader, karena kita percaya bahwa bangsa ini membutuhkan pemimpin-pemimpin muda yang akan membawa bangsa ini menuju masyarakat adil makmur. Dilain sisi, rakyat nampaknya mulai bosan dengan muka-muka lama yang banyak diantaranya memiliki stigma negatif. Setujukah anda?

PRAYITNO RAMELAN. Penulis Buku Intelijen Bertawaf.

Sumber: http://politik.kompasiana.com/2010/02/09/menanti-new-emerging-leader/(Dibaca: 413 kali)

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.