Kemelut KPK, Bisa Merusak Segalanya

29 September 2009 | 2:06 am | Dilihat : 86

Kemelut Komisi Pemberantasan Korupsi terus bergulir dan bergulung, semakin tidak jelas  posisinya  mana yang benar dan mana yang salah. Opini mulai terbentuk di masyarakat, kepercayaan kepada para hamba dan abdi masyarakat itu  semakin bertambah luntur. Tiga "soko guru" hukum yang seharusnya memberantas tindak pidana korupsi, kini terlibat dengan keributan dan adu sahih ilmu hukum. Sangat disayangkan memang, kita faham bahwa korupsi sejak lama merupakan gurita yang tanpa disadari semakin menggerogoti mental anak bangsa ini dan semakin membelit tanpa belas kasihan. Korupsi tidak mengenal kelas dan tingkatan, terjadi dari kaki lima hingga gedung megah.

Nah, kini semuanya terserah kepada niat baik bangsa ini, mulai dari pimpinan nasional, terus turun kebawah, ke jajaran Kejaksaan Agung, Kepolisian, DPR, dan terakhir bermuara di KPK. Kemelut yang terjadi terasa amat sangat memalukan, pimpinan KPK sebagai sandaran utama ada  dijadikan tersangka dalam konspirasi pembunuhan, belum lagi adanya keterlibatan kasus pemerasan dan suap di KPK itu sendiri. Kini dua pimpinan KPK terlepas benar dan tidaknya, telah menjadi tersangka dalam kasus suap dan penyalah gunaan wewenang, sehingga hanya tersisa dua dari lima pimpinan.

Apa yang dibaca dan diterjemahkan oleh rakyat? Rakyat melihat, kini terjadi perseteruan antara Polri dan Kejaksaan Agung disatu sisi melawan KPK dilain sisi. Secara jujur rakyat melihatnya ini semacam geraklan balas dendam, entah yang dibalas apa rakyatpun tidak jelas. Nampaknya lebih kepada perebutan wewenang dan sakit hati, entah kenapa pula. Munculnya istilah Cicak, buaya, Godzilla, yang secara sepintas konotasinyapun dinilai kurang baik. Institusi Polri yang dihormati sebagai penegak hukum kini disebut  sebagai buaya, yang artinya tidak baik bukan?. KPK yang demikian penting dan seharusnya dinilai besar dan kuat, hanya diumpamakan sebagai cicak yang lemah, pemakan nyamuk. Entah, memang haruskah demikian ini dan akan dibiarkan berlangsung?.

Rakyat semakin pesimis dan miris melihat apa yang kini terjadi. Kini, rakyat, mahasiswa dan LSM terlihat mendukung KPK dalam kemelut ini. Perang opini sudah berlangsung, semua berbicara dengan kepentingannya masing-masing. Kubu sudah terbentuk, emosi sudah mulai berjalan, dan yang paling berbahaya, kita sedang mendekati sebuah transisi, baik pergantian anggota parlemen maupun persiapan pelantikan pimpinan nasional dan pembentukan kabinet. Apabila kita tidak menyadarinya, maka semua yang kita kerjakan dalam pemilu akan menjadi sia-sia, perseteruan akan semakin hebat, saling menjatuhkan dan memunculkan borok masing-masing. Pertanyaannya, apakah ada diantara pejabat itu yang benar-benar bersih?

Kini, dua petinggi KPK telah tergigit Polri, yang mendasarkan pemeriksaan dari testimoni Antasari Azhar yang mantan Ketua KPK. Antasari membuat laporan terkait isu suap dan kemudian menambahkan pasal penyalah gunaan wewenang, jelas Ari Yusuf Amir pengacara Antasari. Selanjutnya Ari mengatakan "Pak Antasari merasa seolah-olah ada upaya mengadu domba dirinya dengan anggota KPK lain, dengan cara masuk melalui dirinya." Kemudian Antasari juga dijerat dengan tuduhan baru dalam kasus pemerasan dan suap.

Nah, apakah KPK akan berdiam diri? Bagaimana kalau KPK nanti berbalik mengigit pejabat Polri? KPK sebagai institusi masih memiliki kewenangan pengusutan kasus korupsi, memeriksa kekayaan pejabat, keterkaitan pejabat dengan beberapa kasus menonjol. KPK memiliki perangkat penyadapan, tenaga ahli dan masih kuat didukung oleh Undang-undang. Karena itu, pejabat lama di KPK  faham dengan kondisi ini, dan terbersit mengkhawatirkan bahwa rahasia KPK akan bocor keluar dengan adanya pejabat baru. Mereka nampaknya khawatir perannya akan dikontrol oleh pejabat baru yang akan masuk. Sebagai langkah awal, Chandra Hamzah dan Irjen Pol (Purn) Bibit Samad Rianto kedua Ketua KPK non aktif  melaporkan Kabareskrim Komjen Susno Duadji ke Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri dan Kompolnas, Selasa (27/9).

Sementara itu tim lima yang ditunjuk oleh Presiden SBY untuk memilih pelaksana tugas pimpinan KPK sesuai dengan perppu yang ditetapkan pemerintah, sudah bekerja dan hampir mencapai final pembahasan, akan melaporkan calon Plt tersebut kepada presiden sekembalinya dari   menghadiri sidang G-20 di Amerika Serikat.  Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud MD termasuk tidak setuju dengan langkah kriminalisasi Chandra dan Bibit tersebut. "Kalau saya presiden, sudah saya pecat (Kapolri)," kata Mahfud, usai bertemu Aliansi Masyarakat Penolak Perpu KPK , di Mahkamah Konstitusi, Senin(28/09). Mahfud juga sependapat dengan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Adnan Buyung Nasution yang mengusulkan agar Kepala Badan Reserse dan Kriminal Komisaris Jendral Polisi Susno Duadji dinonaktifkan dari jabatannya. "Usulan (penon aktifan) itu sudah tepat," kata dia.

Jadi kini, bagaimana membaca dan menyelesaikan kasus KPK tersebut?. Sebuah bangsa apabila dipikirkan adalah mirip dengan sebuah keluarga besar. Disitu ada kakek, nenek, bapak, ibu, om, tante, pakde, bude, besan, kakak, adik dan anak. Nah, anak-anak itu mirip dengan rakyat, dimana stratanya terendah disebuah keluarga. Anak-anak selalu melihat semua orang dari keluarganya yang stratanya lebih tinggi sebagai panutan, contoh baginya. Bagaimana kini anak-anak yang merupakan generasi penerus keluarga itu, kalau melihat paman, om, bude dan bahkan bapaknya berkelahi dengan serius, saling menjatuhkan dan membuka borok masing-masing. Jawabannya hanya satu...amit-amit.

Keluarga besar itu akan menjadi besar dan hebat apabila para generasi penerusnya faham dengan budaya, norma, aturan, budi pekerti, agama, semangat dan hukum yang berlaku baik di keluarga itu maupun di masyarakat.  Dan mereka akan menjadi pemberontak, masa bodoh, cuek bebek, apatis, tidak menghormati, tidak punya kesetiaan kepada keluarganya, apabila kepercayaan mereka habis dengan ulah para orang yang dituakan dikeluarga tersebut. Apa artinya ini? Artinya keluarga yang baik, para sesepuhnya  dituntut memberikan contoh, kepada  strata yang dibawahnya itu dengan cara-cara yang baik, arif dan bijak. Mereka harus menjaga kelakuan, mempunyai toleransi, saling menghormati, menghargai, tidak hanya mau menang sendiri. Kalau ada masalah, semua dirundingkan bersama, khususnya dikalangan yang tua-tua..

Jadi kini, dalam keluarga besar yang kita beri nama Republik Indonesia ini, kita sebagai rakyat sangat mengharapkan para om-om, tante, pakde, paklik itu untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di KPK. Jangan ada rasa dendam, jangan prejudice, bersihkan hati, tempatkan dan selesaikan persoalan pada rel yang benar. Jangan kedepankan emosi, tempatkan kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi dan golongan. Percayalah, perselisihan yang terjadi tidak akan menguntungkan abdi masyarakat itu sendiri, yang untung ya para koruptor itu. Yang pasti apabila kemelut tidak juga selesai akan bisa merusak segalanya, terutama kredibilitas pemerintah dimata rakyatnya.

Kini kita sangat harapkan ketegasan sang kakek itu. Kalau mereka terus  berseteru, rakyat yang merupakan anak-anak yang seharusnya dibimbing, akan mencibir dan mengatakan, kenapa ya kita tidak dilahirkan dikeluarga lainnya saja, yang kini rukun, damai, aman dan sejahtera. Untuk apa membela keluarga ini. Dan mereka akan terus bergumam, keluarga kita ini payah, sudah miskin, tapi hobinya ribut melulu...Ya Allah tolonglah keluarga kami, agar maju seperti keluarga tetangga itu, Amin.

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana

Sumber: http://umum.kompasiana.com/2009/09/29/kemelut-kpk-akan-merusak-segalanya/ (Dibaca: 1752 kali)

This entry was posted in Umum. Bookmark the permalink.