KPK Setelah Ditinggalkan Panglimanya

5 May 2009 | 11:10 am | Dilihat : 198

KPK mempunyai  visi  mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi, sedangkan misinya adalah penggerak perubahan untuk mewujudkan bangsa yang anti korupsi. KPK dipimpin oleh kesatuan lima pejabat pimpinan setara, yaitu seorang Ketua dengan empat wakil ketua. Masing-masing wakil ketua mempunyai tugas serta wewenang jabatan sesuai dengan fungsinya. Pada tahun 2008, KPK menunjukkan prestasi yang demikian hebat, yang belum pernah dicapai oleh penegak hukum manapun dalam hal pemberantasan korupsi.

Selain pejabat pemerintah, Bupati, Walikota dan  anggota DPRD, Gedung DPR di Senayan-pun tidak luput dari sergapan aparatnya yang memakai jaket KPK. DPR yang selama ini dikenal sebagai sarang macan, disegani dan bahkan ditakuti oleh pemerintah sekalipun berani diusutnya.  Yang terlibat ditangkap, diajukan kepengadilan dan dimasukkan kepenjara. "Greget"  KPK dibawah kepemimpinan Atasari terlihat dari keberaniannya menangkap Aulia Pohan besan Presiden SBY. Kemudian juga penangkapan terhadap rekan sejawatnya  Jaksa Urip dan "madame" Artalita sebagai ujung tombak seorang konglomerat. Langkah itu dinilai oleh banyak pihak demikian spektakuler dan menggiriskan banyak pihak, membuktikan bahwa KPK sangat serius dan tidak pandang bulu.

Nilai positifnya, banyak pejabat yang kemudian agak takut bermain-main dengan korupsi. Mereka yang berbisnis di kantor pemerintah merasa agak aman karena tidak harus memberikan uang "pelicin" dari meja kemeja. Nilai minusnya, banyak proyek pemerintah dari sumber APBN tersendat. Aparat pemerintah banyak yang menolak apabila akan dijadikan "pimpro."

Semua prestasi tersebut di tayangkan di media massa dengan gencar, prestasi gemilang, gebrakan yang bermutu kata sementara mereka yang anti korupsi. Semuanya itu tidak lepas dari keberanian Ketua KPK Antasari Azhar sebagai sebuah simbol keberanian, kejujuran dan ketabahan. Pemberantas korupsi adalah orang yang jujur, berani, dan tabah. Jelas harus siap menghadapi ancaman karena banyak yang sakit hati ditangkap. Tidak hanya si koruptor saja, tetapi keluarganya, saudaranya, dan juga teman-temannya sesama koruptor.

Antasari yang jaksa senior, dengan kumis yang tebal, berpenampilan dingin, kesannya tegas, kemudian berubah menjadi selebritis. Muncul di talk show, diforum-forum seminar, kuliah, pokoknya dimana ada yang membutuhkan bagaimana memberantas korupsi, dia muncul. Sosok Antasari menjadi idola, dengan gebrakan yang diimpikan banyak orang. Selama ini masyarakat meyakini tidak ada yang bisa memberantas korupsi itu. Dengan langkah KPK tersebut, pemerintahan Presiden SBY juga mendapat acungan jempol dari masyarakat dan banyak pihak sebagai pemerintah yang jujur. Secara politis, dengan terbentuknya opini "kejujuran", pemerintahan  jelas diuntungkan.

Mendadak, Antasari diberitakan terlibat kasus pembunuhan. Masyarakat terkejut, tidak kurang Presidenpun yang melantik Antasari sebagai ketua KPK juga pasti sangat terkejut dan memerintahkan agar kasus pembunuhan tersebut segera diusut tanpa pandang bulu. KPK yang selama ini demikian dibanggakan jujur dalam memberantas korusi, mendadak pemimpinnya  terlibat pembunuhan. Kita pada awalnya sangat tidak percaya Antasari terlibat, ternyata kemarin setelah diperiksa sebagai saksi, Antasari langsung ditetapkan sebagai tersangka, dan ditahan disel khusus Polda Metro Jaya. Dari beberapa berita kronologis yang ditayangkan media cetak, Antasari adalah aktor intelekual, pemberi perintah awal untuk menghabisi Nasrudin Zulkarnaen.

Timbul pertanyaan, bagaimana KPK setelah ditinggal Ketuanya yang sangat patut diduga telah memberi perintah pembunuhan. Kalau korupsi uang adalah hal yang banyak dilakukan koruptor. Tapi Antasari. ketua  pemberantas korupsi justru melakukan tindak pidana, mengkorupsi nyawa Nasarudin, dengan memerintahkan dibunuh. Terlepas apa motif dibelakang kasus ini, pasti ada efek berantai terhadap KPK yang dibanggakan banyak orang. Yang jelas para koruptor baik yang sudah tertangkap ataupun yang belum akan bertepuk tangan. Yang pasti kewibawaan KPK merosot secara drastis. Kepercayaan publik terhadap kebersihan dan kejujuran dalam mengemban amanah akan luntur. Sebuah organisasi akan banyak sangat tergantung dengan figur si pemimpin. Begitu figurnya runtuh, maka otomatis organisasi itu akan ikut terseret.

Nah, kini kita bersama seharusnya ikut memikirkan bagaimana nasib KPK kedepan, apakah akan seperti ini saja? Apakah personilnya akan tetap demikian saja? Apakah sistemnya juga sudah cukup begitu saja?. Dari beberapa tanggapan terhadap artikel penulis di Kompasiana ini, terbaca masih banyak dari penanggap yang berharap KPK tetap terus berkiprah, pro-aktif dalam pemberantasan korupsi. Kini,  mulai muncul rasa tidak percaya, seperti yang disarankan oleh ICW. Agar beberapa kasus dibawah kepemimpinan Antasari yang terhenti atau tertunda dibuka kembali. Disebutkan beberapa kasus yang tertunda diantaranya kasus suap Agus Tjondro, kasus upah pungut pajak daerah, pengembangan penyidikan kasus aliran dana Bank Indonesia ke penegak hukum dan anggota DPR, pengembangan penyidikan kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran dibagian hulunya dan kasus BLBI.

Kini, menjadi tugas berat bagi keempat wakil ketua KPK yang secara bergiliran menjabat sebagai ketua KPK untuk memberikan saran kepada pemerintah bagaimana menyikapi perkembangan situasi dan kondisi KPK setelah ditinggalkan panglimanya itu. Dalam hal ini sebaiknya pemerintah segera mengambil langkah kebijakan, agar KPK tetap bisa diandalkan sebagai badan yang khusus menangani masalah korupsi. Kalau tidak maka kita semua harus siap kembali dibelit oleh belalai gurita raksasa yang dinamakan "kebiasaan berperilaku koruptif".

PRAYITNO RAMELAN, Guest Blogger Kompasiana.

Sumber: http://umum.kompasiana.com/2009/05/05/kpk-setelah-ditinggalkan-panglimanya/ (Dibaca: 1398 kali)

This entry was posted in Umum. Bookmark the permalink.