Antara KPK Dan Kopkamtib
3 May 2009 | 2:26 pm | Dilihat : 359
"Menyikapi kasus pembunuhan terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, dimana kini terindikasi keterlibatan Ketua KPK Antasari Azhar yang mendapat pencekalan dan akan menghadapi tim penyidik dari Polda Metro Jaya untuk diperiksa sebagai saksi. Penulis membongkar sebuah arsip artikel yang pernah dibuat dan ditayangkan di Koran Seputar Indonesia pada tanggal 11 Pebruari 2008. Artikel tersebut menggambarkan betapa beratnya KPK sebagai institusi yang tugas pokoknya memberantas korupsi, dihadapkan dengan lawan-lawannya yang demikian kuat, kokoh dan mengakar. Inilah artikel tersebut dengan judul "Antara KPK dan Kopkamtib." Semoga bermanfaat untuk menambah sedikit pengetahuan dan wawasan bagi pembaca sekalian.
Pada era pemerintahan orde baru, apa yang paling ditakuti? Kopkamtib (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban). Pada era pemerintahan sekarang apa yang paling ditakuti? KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Kopkamtib yang dibentuk pada tanggal 10 Oktober 1965 berdasarkan Supersemar dan diperkuat TAP MPR No.73/1973,diberi tugas mengoordinasikan pelaksanaan kebijaksanaan dalam memelihara stabilitas keamanan dan ketertiban nasional. Kopkamtib demikian superior, super body organization, siapa saja akan miris bila harus berhadapan dengan Kopkamtib. Yang coba-coba mengganggu jalannya pembangunan nasional yang berdasarkan demokrasi Pancasila dan UUD 1945 akan berurusan dengannya.
Situasi dan kondisi pada saat itu memang menghendaki dan membutuhkan dilakukannya pressure dan ketegasan bertindak. Istilah popularnya agar tercapai kondisi yang aman dan terkendali. Sulit terbantahkan, karena itu adalah kebijaksanaan pemerintah yang harus bertanggung jawab kepada rakyat, bangsa, negara dan Tuhan. Beban inflasi yang sangat tinggi, utang luar negeri yang terus membengkak, situasi keamanan dan ketertiban yang parah, rusaknya perekonomian, kehidupan rakyat yang sangat sulit, membuat langkah pemerintah orde baru dianggap sah-sah saja.
Semua berjalan lancar, bidang keamanan dan ketertiban terkendali, tertekannya kriminalitas, terorisme, separatisme dan konflik komunal dapat teratasi. Keluar, identitas internasional solid, terbangunnya jalinan yang sehat dalam urusan internasional. Peran Indonesia dimasyarakat internasional mulai diakui. Kedalam, pada 1984 prestasi besar tercapai berupa swasembada pangan. Banyak Negara lain kagum dan heran dengan kondisi ini, Presiden Soeharto mendapat penghargaan dari PBB tentang masalah pangan, Indonesia diakui dan disegani dikawasan ASEAN dan di dalam negeri diberi gelar Bapak Pembangunan.
Kenapa ini semua dapat terlaksana?. Langkah pemerintah dinilai tepat, memberi obat tepat pada suatu penyakit yang demikian kompleks, hanya mungkin ada beberapa yang menilai terlalu overdosis. Kenapa belum ada sanggahan dibidang ilmu demokrasi dan hak asasi manusia yang meluas terhadap orde baru saat itu?. Orang pintarnya rata-rata masih belajar ilmu tersebut diluar negeri. Atau Indonesia mungkin masih dipandang sebelah mata oleh Negara-negara Barat. Sebagai negara yang masih terbelakang, kacau, belum berkembang, sehingga belum perlu diganggu. Globalisasi belum menyentuh Indonesia, masih jauh diutara, faham hak asasi manusia belum berkembang disini,
Korupsi dan KPK Pemerintahan Presiden SBY sejak awal memfokuskan pemberantasan korupsi dalam program kerjanya. Korupsi adalah salah satu ancaman utama terhadap kelangsungan hidup bangsa ini, sudah menjadi bahaya laten. Bukan budaya lagi tetapi sudah menjadi komoditas. Bila dianalogikan penyakit kanker, tingkat keparahan korupsi di Indonesia sudah masuk stadium empat. Pasien hanya punya dua pilihan “die tomorrow or die after tomorrow”. Para ahli berpendapat bahaya laten yang harus diberantas adalah kebiasaan berperilaku koruptif.
KPK dibentuk dengan landasan hukum 6 Undang-undang dan 2 Peraturan pemerintah. Visi KPK mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi, misinya penggerak perubahan untuk mewujudkan bangsa yang anti korupsi. Walau badan ini kecil, personil terbatas, peran KPK sangat ditakuti. KPK mempunyai power besar mirip Kopkamtib, dilindungi Undang-undang, disetujui masyarakat. Sasarannyapun lebih spesifik. Pertanyaannya secara hukum perannya kuat, tetapi apakah secara politis juga kuat?. KPK melaporkan hasil kepada Presiden, DPR dan publik secara transparan, tetapi siapa yang langsung melindungi KPK?.Terlepas pro dan kontra, hasil kerja Kopkamtib selama selama 23 tahun yang yang kemudian menjadi Bakorstanas terlihat hasilnya berskala nasional dan mempunyai arti positif bagi Indonesia dimata dunia internasional.
Demikian juga KPK diharapkan hasil kerjanya berskala nasional, sesuai misinya mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi. Bukan hanya target sektoral, tapi nasional. Yaitu merubah mental bangsa ini. Periode kepemimpinan pertama KPK, masih terasa tersendatnya gerakan. Medan tempur KPK sangat berat. Sumber korupsi mencakup dua hal pokok yaitu kekuasaan kelompok kepentingan dan hegemoni elit (Hasan Hambali, 1985). Kekuasaan kelompok kepentingan cenderung berwawasan politik, hegemoni elit lebih berkait dengan ketahanan ekonomi. Peranti korupsi umumnya menggunakan perlindungan politis dan penyalahgunaan kekuasaan. Interaksi sumber dan peranti menimbulkan empat klasifikasi. Pertama, manipulasi dan suap, interaksi antara penyalah gunaan kekuasaan dan hegemoni elit.
Kedua, mafia dan faksionalisme, golongan elit menyalahgunakan kekuasaan dan membentuk pengikut pribadi. Ketiga, kolusi dan nepotisme, elit mapan menjual akses politik dan menyediakan akses ekonomi untuk keuntungan diri, keluarga dan kroninya. Keempat, korupsi terorganisir dan sistem, korupsi yang terorganisasi dengan baik, sistematik, melibatkan perlindungan politik dari kekuasaan kelompok kepentingan. Langkah KPK menetapkan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah sebagai tersangka merupakan langkah awal dalam menghadapi perlawanan dari dua lawan beratnya. Kelompok berwawasan politik, dapat melakukan tekanan politis terhadap KPK dan pemerintah, baik melalui jalur formal maupun informal.
Tekanan politis akan dapat menimbulkan ketegangan berskala nasional karena yang akan disentuh KPK adalah intinya yang terdiri dari beragam warna. Inti tersebut selama ini belum tersentuh oleh KPK periode awal. Kekuatan hegemoni elit memiliki kekuatan finansial dan jaringan sangat kuat. Berat menghadapi kekuatan ini. Banyak yang tidak berdaya menghadapinya, termasuk mereka yang menduduki jabatan tinggi sekalipun. Sebagai contoh, beberapa kasus besar kategori korupsi yang melibatkan uang trilyunan sulit disentuh oleh para penegak anti korupsi. KPK harus berhitung, seperti kita menghitung musuh dalam berperang, yaitu kekuatan, kemampuan dan kerawanan lawan. Harus diwaspadai KPK juga dihitung oleh lawan-lawannya.
Semoga keberanian Ketua KPK Antasari Azhar dengan empat wakilnya benar-benar sudah dikalkulasi. Sasarannya akan meluas, melibatkan jeger-jeger yang jaringannya luas. Kopkamtib dulu diawaki ahli-ahli perang dan penggalangan yang berpengalaman, personil tempur terlatih, organisasi solid. Apakah KPK sudah siap menghadapi perang campuh. KPK tidak perlu takut bertindak, hingga kini toh tidak ada seorangpun mantan pejabat Kopkamtib yang disalahkan. Kalaupun nanti terjadi pergantian pemerintah dan kebijakan, mantan pejabat KPK akan aman selama tugas dilaksanakan tetap dalam koridor hukum yang sudah digariskan. Yang perlu dipikirkan kini adalah pengamanan pribadi, organisasi dan kegiatan, karena kadang-kadang ada orang pintar dan kaya kita yang suka nekat.
Walau kebutuhan pokok masyarakat hanya berkisar punya pekerjaan, bisa makan, menyekolahkan anak dan mencari minyak tanah, jangan lupa rakyat selalu mengikuti perkembangan pemberantasan korupsi yang demikian hebat dipublikasikan. Artinya jangan sampai kredibilitasnya hilang dimata masyarakat, yang berarti juga akan merusak kredibilitas pemerintah. Transparan, tidak dijadikan alat kekuasaan, bersih, tidak terkontaminasi, berani, tidak takut dan berhati baja itulah KPK sejati. Menangkanlah peperangan ini bukan pertempurannya!.
Oleh: Prayitno Ramelan.
Sumber: http://umum.kompasiana.com/2009/05/03/arsip-antara-kpk-dan-kopkamtib/(Dibaca: 1715 kali)