Perlunya Kewaspadaan Terjadinya Konflik Horizontal Pada Pilpres 2014
26 May 2014 | 4:56 pm | Dilihat : 820
Ilustrasi konflik (Sumber : infobdg.com)
Pemilu presiden akan dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014, berarti masih tersisa 43 hari lagi dari sekarang. Terlihat dalam perjalanannya, pilpres mendatang akan banyak dipengaruhi dengan kemajuan teknologi, khususnya komunikasi dengan internet. Karena itu peran media sosial dinilai sangat tinggi perannya.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia hingga akhir tahun 2013 mencapai 71,19 juta orang. Dibandingkan jumlah pengguna hingga akhir 2012, sebanyak 63 juta, telah terjadi pertumbuhan sebesar 13 persen.
Ketua KPU Husni Kamil Manik, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/5/2014) mengatakan bahwa jumlah pemilih dalam pilpres 2014 berjumlah 190 juta jiwa, maka pengguna internet diperkirakan sekitar 37 persen dari pemilih. Oleh karena itu dapat diperkirakan pergerakan informasi dengan cepat, dalam hitungan detik bergerak pada sepertiga jumlah pemilih. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan informasi yang berlaku.
Manfaatnya, informasi tentang pilpres dari KPU dan pemerintah akan cepat sampai di antara pemilih. Akan tetapi internet juga dipergunakan menjadi salah satu sarana efektif untuk melakukan kampanye hitam dan kampanye negatif (black campaign dan negative campaign). Para pengguna internet serta pelaku di media sosial akan terus menggelontorkan berbagai informasi yang baik-baik, tetapi banyak juga yang justru menyesatkan.
Apabila ditinjau dari sisi ilmu intelijen, penulis melihat ada beberapa kelompok yang kini bermain menjelang pilpres. Pertama, kelompok pendukung capres baik Jokowi maupun Prabowo dalam struktur tim sukses. Kelompok ini semakin lama semakin aktif mengampanyekan jagonya masing-masing, berusaha meningkatkan elektabilitas dan popularitas, serta melakukan upaya menutupi kekurangan. Mereka bermain di wilayah putih, tetapi diperkirakan bisa juga masuk ke wilayah abu-abu bahkan hitam. Pada umumnya tim IT serta kampanye media sudah tertata dan terdiri dari kader aktif dan juga mempekerjakan orang yang ahli dibidangnya.
Kedua, adalah kelompok simpatisan baik aktif maupun pasif. Para simpatisan aktif masih bersentuhan dan mendapat arahan tim sukses. Diantaranya terbentuk satuan-satuan aksi dengan simbol dan seragam khusus. Mereka umumnya siap berbenturan fisik. Tetapi, yang rawan dan berbahaya adalah para simpatisan pasif. Mereka ini tidak secara langsung mempunyai hubungan dengan tim sukses. Mereka hanya suka kepada capres/cawapres yang diyakininya, tanpa ikatan apapun, hubungannya lebih bersifat emosional. Mereka dengan tidak berfikir panjang mau melakukan negative dan black campaign terhadap lawannya. Kelompok ini umumnya mempunyai blog tersendiri, dan bahkan menjadi bagian dari blog keroyokan.
Kelompok ketiga adalah kelompok yang anti kemapanan dan tidak puas. Mereka sudah lama anti Indonesia dan tidak menginginkan Indonesia menjadi negara yang mapan, karena sulit untuk disetir. Disamping itu juga didalamnya terdapat kelompok yang tidak puas (barisan sakit hati) dengan apa yang mereka dapat. Kelompok ini lebih berat disebut kelompok oportunis, hanya mau mengambil kesempatan, menguasai situasi dan kondisi, kadang suka dengan kekacauan. Ada diantaranya terkait dengan asing.
Kelompok keempat adalah kelompok pengacau. Terdiri dari kelompok teroris dan lainnya kelompok penjahat. Kelompok teroris menurut penulis sudah sejak 2002 tidak berani menyerang kegiatan publik dalam skala luas. Mereka tercatat hanya menyerang simbol Amerika, simbol negara, polisi dan gereja. Tidak pernah ada swalayan atau mall yang pernah mereka serang misalnya. Mereka berhati-hati agar tidak dijadikan musuh bersama oleh masyarakat. Kalaupun toh muncul, mereka akan mengganggu dan menyerang polisi yang bertugas.
Dalam kelompok ke-empat terdapat orang-orang yang suka apabila terjadi chaos. Mereka kemudian akan memberi contoh rakyat dan kaum pengangguran melakukan perampokan seperti yang terjadi pada kerusuhan tahun 1998. Pada umumnya mereka terdapat di kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya.
Nah, menanggapi situasi dan kondisi saat ini, bagaimana peluang terjadinya konflik dan kerusuhan? Kita lihat bahwa di jejaring sosial media kini makin marak terjadinya saling ejek, serangan black campaign berupa penyebaran berita bohong yang menjurus ke fitnah. Serangan-serangan terlihat semakin sadis dan menjurus kearah penghancuran karakter baik ke kubu Jokowi maupun Prabowo. Yang menjadi target adalah kedua capres tersebut. Bisa dimaklumi bahwa media massa selama ini lebih menyiarkan persaingan elektabilitas terjadi antara Jokowi dan Prabowo.
Kondisi yang berlaku pada saat ini menurut penulis bisa dicermati lebih mengarah kepada suatu upaya pematangan kondisi (conditioning).Dimana apabila nanti sampai pada suatu titik bakar, menurut teori riot (kerusuhan) maka hanya dibutuhkan sebuah detonator untuk membakar itu semua. Itu kira-kira eskalasinya. Konflik, penulis perkirakan sangat mungkin terjadi, karena pada saat car free day Minggu kemarin, hampir terjadi konflik fisik antara pendukung Prabowo dan Jokowi di MH Thamrin Jakarta, penyebabnya karena mereka saling ejek.
Posko Komunikasi Rakyat yang merupakan pos kemenangan untuk calon presiden Jokowi, yang didirikan pada 9 Mei 2014 telah terbakar pada senin (26/5/2014) dinihari. Menurut saksi mata, api mulai menjalar sekitar 02.00 WIB. Saat kebakaran, api telah membakar meja, alat tulis, sebagian posko, dan daftar nama relawan sekitar 400 orang. Walaupun penyebabnya belum jelas, kebakaran ini akan merangsang emosi pendukung Jokowi pastinya bisa menuduh lawan politik yang melakukan pembakaran. Aparat keamanan menyatakan posko bukan dibakar, tetapi terbakar. Apabila ada yang membakar, yang jelas masalah itu tidak dilakukan oleh grass root tetapi masuk dalam skenario tertentu.
Menanggapi maraknya kampanye hitam, membuat Capres Jokowi menjadi kesal. Dia mengatakan masyarakat tidak akan percaya lagi isu hitam terkait dengan agama dan etnis tentang dirinya. "Tapi sebaiknya gunakanlah cara-cara yang baik. Adu gagasan adu program," kata Jokowi ketika ditemui di Bandar Udara Sjamsoedin Noor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Minggu, 25 Mei 2014. Jokowi mengimbau kepada simpatisannya untuk mengklarifikasi bila ada rakyat yang bertanya. Dia juga meminta untuk mencari pihak-pihak yang menyebarkan isu. "Kalau ketemu langsung tangkap saja sudah," katanya. Jokowi belum tahu orang-orang yang menyebarkan kampanye hitam.
Sementara itu dilain sisi, juru bicara tim advokasi pasangan Prabowo-Hatta Rajasa, Habiburokhman mengungkapkan tiga isu yang menyerang Prabowo. Pertama, keterlibatan Prabowo dalam kasus penculikan dan kerusuhan 1998. Kedua, isu Prabowo meminta kewarganegaraan Jordania pada 1999, ketiga, isu pemukulan yang dilakukan Prabowo di halaman Gedung KPU saat mendaftarkan diri sebagai peserta Pilpres 2014, Selasa (20/5/2014) lalu. Ketiganya telah dijawab tidak benar.
Dari beberapa fakta diatas, nampak para pendukung capres telah menjadi lebih fanatik dan militan. Kini, yang perlu disadari oleh para elit serta tokoh yang berada dimasing-masing kubu adalah sebuah kesadaran bahwa para kader serta simpatisan mulai terangsang emosinya dan siap berkonflik satu sama lain. Perlu adanya peneduhan suasana hati dimasing-masing kubu, agar tidak terjadi konflik fisik horizontal diantara mereka.
Kita bersama tidak menginginkan pilpres harus berdarah-darah, oleh karena itu Presiden SBY mengecam kampanye hitam yang menambah panas aroma persaingan kedua kubu. Presiden menegaskan, "Jika semangatnya saling menghancurkan dan merusak, maka respek dan kepercayaan rakyat akan terganggu kepada siapa pun yang terpilih nanti. Politik memang tentang kekuasaan, politik juga siasat, tetapi tetaplah ada etikanya jangan tidak melebihi kepatutannya, itulah yang disukai rakyat," katanya.
Demikian ulasan tentang kemungkinan terjadinya konflik diantara kedua kubu. Konflik yang berkepanjangan dan tidak segera terselesaikan menurut ilmu intelijen akan menyebabkan rasa sakit hati, menumbuhkan mereka-mereka yang siap berperang, siap mati dan mau melakukan teror. Semoga saja tidak demikian.
Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen
www.ramalanintelijen.net