Konvensi Partai Demokrat dan Harapannya, Mampukah?

13 August 2013 | 10:02 pm | Dilihat : 412

Ketum Partai Demokrat berbicara soal Konvensi (foto: tribunnews.com).

Jero Wacik yang kini menjabat sebagai Menteri ESDM,  di struktur Partai Demokrat duduk sebagai Sekretaris Majelis Tinggi, pada hari Minggu (11/8/2013) di Jakarta mengumumkan nama-nama 17 orang yang ditunjuk menjadi anggota komite konvensi Partai Demokrat. Sekaligus Jero juga mengumumkan sembilan aturan pelaksanaan konvensi. Saat mengumumkan, Jero didampingi oleh Ketua Dewan Pembina, E.E. Mangindaan; Ketua Kehormatan, Amir Syamsuddin; Ketua Harian, Syarifuddin Hasan, dan Ketua Satgas Penjaringan Caleg Suady Marasabessy.

Tujuh belas nama tersebut ditetapkan melalui Keputusan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Nomor : 19/2013,  tentang pembentukan komite konvensi calon presiden Partai Demokrat. Komite konvensi terdiri dari 10 nama dari independen dan tujuh dari kader partai demokrat.  Komite konvensi diketuai oleh mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni, wakil ketua adalah mantan Ketua KPK Taufikurrahman Ruki, Suaidi Marasabessy menjadi sekretaris komite, dan Andi Timo Pangerang sebagai bendahara komite konvensi.

Para anggota komite adalah lainnya Soegeng Sarjadi, Margiono, TP Rachmat, Effendy Gazali, Christianto Wibisono, Indrawaty Sukadis, Didi Irawadi Syamsuddin, Hinca Panjaitan, Wisnu Wardhana, Putu Suasta, Humprey R Djemat, Charis Rully dan Vera Febyanthy.

Menurut Ketua Harian Demokrat, Syarief Hasan, Partai Demokrat sudah menghubungi lebih dari 10 tokoh yang sudah dikenal publik untuk mengikuti konvensi calon presiden yang dimulai September nanti. Tokoh-tokoh itu ada yang sudah menyatakan berminat dan ada juga yang masih minta waktu untuk menganalisis dulu.

Sementara nama-nama yang beredar  akan diundang, diantaranya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Ketua DPD Irman Gusman. Dari kalangan internal, adalah anggota Dewan Pembina, Jenderal (Pur) Pramono Edhie Wibowo, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie, dan anggota Dewan Pembina Hayono Isman. Diberitakan juga ada nama-nama yang berminat, seperti Prof. Ahmad Mubarok, Ketua BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat, yang belum jelas akan diundang ataupun tidak.

Menurut Jero Wacik, mengatakan pemenang konvensi capres partainya bergantung pada keputusan Majelis Tinggi partai. Komite konvensi hanya akan mengusulkan nama calon presiden berdasarkan hasil polling dan survei yang merupakan ujung proses seleksi kandidat dalam konvensi. Dalam konteks konvensi yang bergantung pada hasil survei para kandidat capres,  "Keputusan tertinggi di tangan Majelis Tinggi, tapi base on hasil survei," tegas Jero. Peserta konvensi akan diumumkan pada awal September 2013, pemenangnya akan diumumkan pada bulan Mei 2014.

 

Analisis

 

Dari apa yang disampaikan oleh Jero Wacik serta para elit Demokrat, nampaknya fokus utama pembentukan komite konvensi, penyaringan serta pelibatan beberapa tokoh nasional yang akan disaring menjadi capres, tujuannya untuk mencari capres potensial bagi Partai Demokrat (PD). SBY dan elit PD menyadari bahwa  dari kalangan internal tidak ada satupun yang menonjol untuk di capreskan. Capres menurut pengalaman baku dari dua pemilu pemilihan langsung, harus memiliki persepsi yang   tinggi baik popularitas maupun elektabilitasnya.

Presiden SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat sangat menyadari bahwa kini partainya berada pada kondisi krisis, yaitu krisis kepercayaan dari publik dan krisis nihilnya tokoh yang menonjol. Sejak pemilu serta pilpres 2004 PD dapat dikatakan terus membesar hanya karena kharisma  serta penampilan SBY. Demokrat bukan membesar karena elit ataupun karena mesin parpol. SBY saat 2004 dan 2009 yang membesarkan dan SBY  jauh lebih besar dibandingkan dengan Partai Demokrat.

Strategi yang diterapkan SBY kemudian pada pemilu 2009 membuahkan hasil mencengangkan, PD mendapat dukungan pemilih sebanyak 21.703.137 (20,85%) suara nasional dan PD mendapat 150 kursi di DPR RI (26,79%). Bila dibandingkan dengan pemilu 2004, hasilnya meledak dan menanjak hampir 300 % dari dukungan suara awal yang berjumlah 8.455.225 (7,45% suara nasional). PD pada 2004 hanya memiliki 55 kursi di DPR (10%). Suksesnya SBY menjadi presiden pada 2004 lebih disebabkan  impian rakyat yang mendambakan perubahan, keinginan memiliki pemimpin hebat, performance hebat, pintar dan diharapkan mampu membawa perubahan. Semua saat itu terpenuhi oleh SBY. Oleh karena itu menanglah SBY,  mampu mengalahkan Megawati, incumbent pada  saat itu.

Pada pemilu 2009 SBY mampu memainkan kartu psikologis, kebijakan populis instan  PNPM Mandiri dan Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan ternyata sukses. Dari fakta sejak PD menjadi "the rulling party," ada beberapa elit PD yang tergelincir dan terlibat korupsi besar, terutama ditangkapnya nama kadernya  seperti bendahara PD (M Nazaruddin), Angelina Sondakh. Yang lebih fatal, Menpora Andy Malarangeng, dan Anas Urbaningrum dijadikan tersangka korupsi oleh KPK. Maka lengkap dan hancurlah kredibilitas PD itu. Menurut beberapa lembaga survei, elektabilitas PD pada 2012 hanya 8 persen, melorot jauh dari perolehan pada pemilu 2009 yang 20,85 persen.

Kasus besar kedua di internal PD, menyentuh perseteruan antara Ketua Umum, Anas dengan Ketua Dewan Pembina SBY. Anaspun lengser dan SBY menjadi Ketua Umum. Nah, kini SBY sebagai Presiden RI mempunyai tugas berat dalam posisinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat untuk menaikkan citra partainya.  Kedua, PD juga harus menyiapkan capresnya. SBY faham bahwa tidak ada satupun kadernya yang menonjol di panggung nasional sebagai capres, oleh karena itu konvensi merupakan pemilihan terbaiknya. Inilah bagian terberatnya sebagai seorang politikus.

Ide konvensi sebenarnya sebuah langkah maju dalam dunia politik pada era demokrasi. Konvensi PD berbeda dengan konvensi yang pernah dilakukan Partai Golkar. Konvensi Golkar menjelang pilpres 2004 mencari tokoh utama sebagai capres, Wiranto pemenangnya. Saat itu elektabilitas Wiranto juga tidak tinggi dan banyak yang menilai pencapresannya kurang berbau Golkar. Akibatnya jago Golkar ini tidak mampu masuk ke putaran kedua. Sementara konvensi PD saat ini disamping calon internalnya,  melibatkan tokoh-tokoh nasional diluar Demokrat, dan calon yang akan diajukan komite ke majelis tinggi berdasarkan hasil pengukuran elektabilitas dari tiga lembaga survei yang dinilai kredibel. Tetapi, keputusan akhir ditangan majelis tinggi yang diketuai oleh SBY. Mungkin keputusan ini untuk mengamankan capres PD yang tinggi elektabilitasnya, dan akan dinilai selama delapan bulan kesetiaan kepada PD.

Langkah strategis SBY yang mencoba melibatkan persepsi masyarakat lebih awal dilain sisi nampaknya diharapkan akan menaikkan popularitas serta citra Partai Demokrat yang sudah melorot. Jelas para tokoh nasional itu akan membawa atribut PD kemanapun mereka bergerak. Akan tetapi nampaknya ada yang agak dilupakan oleh Pak SBY, menurut analisis penulis, yang kini jauh lebih berperan dalam menaikkan citra serta elektabilitas parpol dan capresnya adalah media. Karena itu media dijuluki sebagai silent revolution (revolusi diam-diam), maksudnya pengaruh media jauh melebihi pengaruh  jejaring parpol. Disisi ini Partai Demokrat menurut penulis agak lemah. Memang BLSM yang dikatakan beberapa kritisi mirip dengan langkah BLT juga merupakan upaya, tetapi pada 2009 citra baik SBY maupun PD masih sangat bagus, sehingga langkah tersebut sukses. Situasi dan kondisi saat ini jelas berbeda.

Dari hasil beberapa lembaga survei yang dipercaya, penulis mencatat dan membuat ulasan, dimana tidak ada satupun persepsi publik yang nilainya positif terhadap Partai Demokrat. Dari hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) tentang persepsi masyarakat terhadap 'Kasus Nazaruddin dan Perubahan Dukungan Partai', menyebutkan dukungan masyarakat (responden) kepada Partai Demokrat menurun lima persen, dari 20,5 persen (Januari 2011) menjadi 15,5 persen (Juni 2011). Menurut pendiri LSI Denny JA, "Sejak survei LSI pada 2009 itu baru pertamakalinya suara Demokrat tidak lagi menjadi nomor satu pada Juni 2011.

Sementara Golkar naik dari 13,5 persen (Januari 2011) menjadi 17,9 persen (Juni 2011), dukungan PDIP meningkat dari 12 persen menjadi 14,5 persen, partai lainnya menurun dari 27,2 persen menjadi 19,8 persen persen, sedangkan tidak menjawab meningkat dari 27,8 persen menjadi 32,3 persen.

Penyebab mulai rontoknya persepsi elektabilitas PD antara lain disebabkan kasus Nazaruddin yang memiliki daya penurun yang cukup kuat.  Denny menegaskan, turunnya dukungan Demokrat sebanyak 5 persen dalam lima bulan terakhir itu, menyebabkan 40 persen suara akan beralih ke Partai Golkar, 9 persen suara ke PDIP, 12 persen suara ke partai lain dan 39 suara persen mengambang.

Lembaga Survei Jakarta (LSJ) yang melakukan survei  pada 9-15 Februari 2013 terhadap 1.225 responden menunjukkan bahwa hanya 6,9% responden yang akan memilih Partai Demokrat sebagai partai pilihannya pada Pemilu 2014. Untuk lengkapnya, Golkar dengan perolehan tertinggi sebesar 18,5%, PDIP 16,5%, Gerindra 10,3%, Demokrat 6,9%, Hanura 5,8%, Nasdem 4,5%, PKS 2,6%, PAN 2,5%, PPP 2,4%, dan PKB 1,8%.

Sementara dalam survei LSN yang dilakukan pada 1 - 7 April 2013, tercatat PD bukan parpol favorit pemilih pemula. PDIP tetap sebagai parpol favorit anak muda dengan elektabilitas tertinggi 19,5 persen, posisi kedua Golkar 19,3 persen, disusul Hanura di posisi ketiga dengan 12,8 persen, diikuti Gerindra 12,8 persen, Nasdem 10,8 persen, Demokrat 4,6 persen. Dari Survei LSN yang digelar pada tanggal 1-10 Mei 2013, elektabilitas Partai Demokrat hanya 6,1 persen, jauh dibawah Golkar (19,7 persen) dan PDI-P (18,3 persen). Tidak terbayangkan Demokrat kini  juga dibawah Gerindra (13,9 persen) dan Partai Hanura (6,9 persen).

Direktur Eksekutif LSN Umar S Bakry mengatakan, “Jadi isu korupsi ini menjadi pertimbangan utama bagi pemilih pemula ketimbang isu lain. Parpol bersih menjadi daya tarik pemilih pemula,” katanya. Sebagai partai penguasa, gelegar korupsi dikalangan elit PD yang diekspos media nampaknya menjadi penyebab turunnya tingkat kesukaan para pemilih pemula tersebut. Para pemilih pemula diperkirakan berjumlah  60 juta, karena itu target penting ini sebaiknya menjadi sasaran konstituen, image mereka terhadap Partai Demokrat harus dirubah. Pertanyaannya, apakah mampu?

Dari beberapa fakta hasil survei tersebut diatas, sebagai alat ukur elektabilitas sebuah kegiatan parpol, nampaknya berat bagi Partai Demokrat untuk kembali bangkit menjadi parpol papan atas. Demokrat hanya mengandalkan SBY sebagai tokoh utamanya. Kelemahannya Partai Demokrat tidak memiliki media, infeksi akibat konflik internalnya belum sembuh betul. Sementara beberapa tokoh politik lainnya kini mulai memainkan media sebagai upaya pengondisian konstituen. Wiranto-Harry Tanoe dengan jaringan MNC, Aburizal Bakrie dengan TV One dan Prabowo dengan membayar iklan.  Jadi apakah Partai Demokrat akan naik hanya dengan memainkan beberapa tokoh capres di konvensinya, penulispun menjadi ragu. Kondisi Demokrat jelas berbeda dengan PDI-P, Demokrat tersentuh korupsi, sementara PDI-P sebagai oposisi dinilai bersih, disamping memang PDI-P memang mempunyai pemilih yang fanatis.

Entah apa lagi strategi SBY dalam hal ini. Dalam sebuah sambutan dan berbicara soal capres, SBY mengatakan bagi capres yang elektabilitasnya rendah bisa dinaikkan. SBY nampaknya akan menyerahkan upaya menaikkan elektabilitas parpol dan capresnya kepada elit Partai Demokrat dan diapun bersiap akan lengser dan menyerahkan tongkat estafet kepemimpinannya kepada generasi penerus. Posisinya sebagai ketua umum digenggamnya, agar tidak terjadi coup seperti yang dialami Gus Dur saat dihilangkan pengaruhnya oleh keponakannya.

Demikian, harapan SBY sebagai tokoh utama Partai Demokrat hanya berharap konvensi ini akan mampu mengangkat citra Demokrat dengan memainkan kartu gado-gado. Selain itu, paling tidak PD akan mampu menjaring capres pilihan rakyat justru sebelum pemilu dilaksanakan. Mampukah? Jelas, proses akan mampu dilaksanakan, tetapi pesimisme terhadap elektabilitasnya merupakan kecilnya harapan partai ini akan kembali berjaya. Kesimpulannya, sulit bagi PD untuk dapat meraih suara dengan target elitnya yang 15 persen, penulis perkirakan perolehan suaranya akan berada dibawah 10 persen. Benar dan tidaknya kita harus menunggu Mei 2014, dan ini hanya sebuah ramalan intelijen.

Oleh:  Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

 

Artikel Terkait :

-Capres 2014 Yang Mengapung, Sebuah Telaahan dari Old Soldier, http://ramalanintelijen.net/?p=7059

-Mencermati Hasil Survei LSN Menjelang Pemilu 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=7048

-SBY Berbicara Tentang Capres 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=6992

-PDIP,Golkar,Hanura,Gerindra, disukai Pemilih Pemula, http://ramalanintelijen.net/?p=6855

-Partai Demokrat Sebaiknya Belajar Dari Pengalaman Pahitnya, http://ramalanintelijen.net/?p=6620

-Lembaga Survei; Elektabilitas Demokrat dan PKS Terus Turun, http://ramalanintelijen.net/?p=6414

-Elektabilitas Demokrat 8 Persen, Kenapa baru ribut sekarang?, http://ramalanintelijen.net/?p=6359

 

 

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.