Marzuki Dukung Susno, Salah Posisi?
11 May 2010 | 10:50 am | Dilihat : 96
Setelah diperiksa oleh penyidik Mabes Polri pada pukul 10.00 pagi, Senin (10/5), mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka tindak pidana penyuapan pada kasus sengketa bisnis PT Salmah Arowana Lestari (SAL). Menurut Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang, ”Tindak pidananya adalah perbuatan penyuapan dan penerimaan suap (gratifikasi) terkait mafia hukum terhadap Susno. Penyidik sudah menemukan alat bukti yang cukup untuk dikenakan status sebagai tersangka dan dilakukan penangkapan.” Menurut ketentuan, penyidik mempunyai waktu 1x24 jam untuk melakukan pemeriksaan dan menentukan apakah Susno perlu ditahan atau tidak.
Kasus berawal pada saat Susno bertemu dengan Komisi III DPR beberapa waktu lalu. Dimana Susno menyampaikan telah terjadi praktik mafia hukum dalam persengketaan antara Ho Kian Huat alias Ho, pengusaha asal Singapura, dengan Anuar Salma alias Amo, pengusaha asal Indonesia pemilik PT SAL. Keduanya sepakat membeli lahan di Pekanbaru, Riau untuk membangun kolam penangkaran ikan, membeli bibit ikan,serta membangun seluruh sarana dan prasarana pembangunan penangkaran ikan langka jenis arwana (sclerofages formosus) senilai USD11,5 juta (Rp103,5 miliar). Keadaan berbalik, setelah penyidik menemukan ada indikasi rangkaian perbuatan mafia hukum. Edward Aritonang mengatakan, ”Penyidik melakukan pemeriksaan karena dugaan penanganan kasus arwana (PT SAL) dilakukan juga oleh tim yang menangani kasus Gayus.” Henry Yosodiningrat, kuasa hukum Susno menjelaskan, keterangan Sjahril Djohan yang mengatakan Susno menerima uang Rp500 juta yang paling memberatkan kliennya.
Ketua DPR RI Marzuki Ali menilai penangkapan Komjen Susno adalah tindakan Polisi yang represif dan menakutkan rakyat. “Kalau seorang jenderal polisi berbintang tiga dan mantan kepala Bareskrim saja ditangkap karena melaporkan dugaan korupsi di lembaganya, bagaimana masyarakat umum yang melaporkan, bisa-bisa bukan hanya ditahan, tapi lebih dari itu,” tegas Marzuki. Dikatakannya juga, "Saya prihatin dengan penangkapan Susno. Ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia."
Presiden SBY dalam sambutan pembukaan pada Rapat Koordinasi dan Konsultasi Penegak Hukum Makhumjakpol 2010 di Istana Negara, Selasa (4/5) pagi, menyampaikan tujuh isu utama. Selain membahas enam isu pokok korupsi, mafia dan kolusi, hukuman yang tidak tepat, keadilan bagi si korban, pemasyarakatan dan reintegrasi sosial, dan pencegahan dan penangkalan tindak kejahatan, juga dibahas isu campur tangan politik. Ditegaskan oleh presiden agar dicegah campur tangan politik dalam hukum. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menghormati kewenangan dan indepedensi para penegak hukum. ”Campur tangan politik darimana pun harus dicegah dan dihindari. Ini yang bikin rusak, apalagi kalau disertai politik uang,” Presiden menegaskan. Untuk hal ini, Presiden menegaskan satu kunci yang harus dilakukan. ”Politisi jangan masuk ranah hukum, penegak hukum jangan masuk ranah politik. Semua terbebas dari kontaminasi dan benturan kepentingan apapun,” tegas SBY.
Nah, pertanyaannya, kasus yang membelit Susno itu masuk ranah politik atau hukum? Jawabannya sederhana saja, karena berkaitan dengan pemeriksaan di Polri terkait soal mafia hukum yang berujung pada masalah korupsi, maka ini adalah ranah hukum. Begitu kira-kira kita menilainya. Akan tetapi di Indonesia ini segala masalah dalam bahasa Sunda disebut "pabaliut," yang artinya adalah kacau balau, simpang siur, semrawut. Semuanya tercampur aduk, seperti bubur menado, ada ikan asin, sayuran, nasi, dan bumbu-bumbu, kalau jadi memang enak, maksudnya enak dan gurih sebagai konsumsi media. Begitu bukan?
Memang kasus di Polri ini cukup memprihatinkan, dalam pengadilan, terkuak beberapa hal yang mana satu anggota kemudian membongklar aib anggota Polri lainnya. Tanpa disadari keterlibatan beberapa petinggi dan anggota Polri cepat atau lambat akan menurunkan citra dan kewibawaan Polri selaku penegak hukum, penanggung jawab keamanan dalam negeri. Nah, kalau wibawanya sudah tidak ada, kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Rakyat kita banyak yang kurang terdidik, mudah diperalat dan dalam kondisi sulit mudah mengamuk, merampokpun akan dilakukannya kalau terpaksa. Lihat, mereka membakar mobil di Priok, kemudian besoknya bangkai mobil dipreteli untuk dijual kiloan. Oleh karena itu sebaiknya Polri sebaiknya segera menyelesaikan masalah internalnya sendiri dengan transparan.
Dalam kondisi ini, Ketua DPR RI Marzuki Ali justru mengeluarkan pernyataan yang intinya mengkritik dan menyerang kebijakan Polisi. Entah apa latar belakang ucapannya itu? Sebagai Ketua DPR yang notebene adalah pimpinan tertinggi yang mewakili rakyat, sebaiknya tidak perlu terlalu tergesa-gesa mengeluarkan pernyataan. Kasus Susno adalah kasus hukum, walaupun diakui ada masalah misterius lainnya. Ada yang dilupakan nampaknya. Sebagai kader Partai Demokrat, Marzuki mestinya faham dengan pesan dan arahan Ketua Dewan Pembina Demokrat yang kini menjadi Presiden, agar dicegah campur tangan politik dalam hukum.
Presiden sebagai pimpinan tertinggi di PD sudah jelas dan tegas menyatakan agar politisi jangan masuk ranah hukum, penegak hukum jangan masuk ranah politik, semua terbebas dari kontaminasi dan benturan kepentingan apapun. Sebagai pejabat yang setingkat dengan presiden, sangat diperlukan kehati-hatian. Bagaimana kalau penyidik Polri mampu membuktikan Susno memang bersalah dan tidak bersih. Bukankah akan menurunkan nama besar Marzuki sebagai Ketua DPR?. Pemimpin tertinggi disebuah organisasi tidak boleh melakukan kesalahan yang fatal. Kalau mereka salah, wibawanya akan hilang dan dia akan dicibir bawahannya, itulah hukum kepemimpinan. Pemimpin harus mampu menjaga performance, ucapan dan tingkah lakunya. Biarkanlah kasus Susno itu berjalan dan selesai dengan wajar. Kita yakin Polri akan mampu menyelesaikan dengan segera.
Dalam waktu dekat Marzuki juga akan ikut memperebutkan kursi Demokrat-1, apakah ucapannya tidak membahayakan dirinya. Jelas ini adalah pelanggaran komando dan kendali dan kebijakan Pak SBY. Memang dalam sistem demokrasi ya boleh dan bebas saja menyampaikan pendapat, tetapi pendapat yang disampaikan oleh pejabat tinggi sebaiknya dilakukan dengan tepat guna dan tepat waktu. Tanpa disadari bahwa rakyat kini penuh tanda tanya dan terus menilai siapa tokoh di Demokrat yang akan di jagokan oleh SBY, baik sebagai pemimpin partai ataupun yang akan di orbitkan pada 2014. Kalau boleh mengatakan dengan sederhana dan penuh permintaan maaf, kali ini Marzuki Ali salah posisi nampaknya.
PRAYITNO RAMELAN, Pemerhati Intelijen, Penulis Buku Intelijen Bertawaf.
Sumber: http://politik.kompasiana.com/2010/05/11/marzuki-dukung-susno-salah-posisi/ (Dibaca: 1071 kali)