Survei turunnya Pamor dan Elektabilitas Parpol Islam

18 October 2012 | 5:10 am | Dilihat : 413

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengeluarkan sebuah hasil survei, yang menyebutkan bahwa tingkat elektabilitas partai politik yang berbasiskan massa Islam (PKS, PAN, PPP dan PKB) pada Oktober 2012 dibawah 5 persen atau menurun dibanding parpol Nasionalis. Survei yang dilakukan antara tanggal 1-8 Oktober 2012 menggunakan sampel 1.200 responden di 33 provinsi, menggunakan metode pengacakan beringkat (multistage random sampling), pengumpulan data melalui wawancara tatap muka responden, menggunakan kuesioner, dengan margin of error sebesar 2,9 persen.

Peneliti LSI Network Adjie Alfaraby mengatakan kepada pers, dari hasil Survei LSI pada Oktober 2012 ini, total suara partai Islam jika digabung hanya berjumlah 21,1 persen. Menurutnya, jika parpol yang berasaskan Islam dan parpol yang berbasis massa Islam (PKS, PPP, PKB dan PAN) tidak melakukan perubahan strategi program dan kampanye, maka parpol Islam terancam bisa tidak masuk lima besar pada Pemilu 2014 mendatang.

Dikatakannya, persepsi elektabilitas 21,1 persen merupakan penurunan, dibandingkan  perolehan suara parpol berbasiskan massa Islam pada Pemilu 1955 yang sebesar 43,7 persen,   Pemilu 1999, 36,8 persen,  Pemilu 2004, 38,1 persen, dan Pemilu 2009, 25,1 persen.

Sementara hasil survei menunjukkan  posisi lima besar dukungan publik semuanya berasal parpol nasionalis (berbasis kebangsaan), yakni Golkar (21,0 persen), PDIP (17,2 persen), Demokrat (14,0 persen), Gerindra (5,2 persen), Nasdem (5,0 persen), dan tidak tahu (13,4 persen).

Survei LSI juga menunjukkan bukan hanya dukungan terhadap parpol Islam saja yang menurun, tapi juga tokoh-tokoh parpol Islam mendapat tingkat pengenalan dari publik di bawah 60 persen atau kalah popularitas dengan tokoh dari partai Nasionalis popularitasnya di atas 60 persen. Dukungan terhadap  tokoh parpol Islam masih berada dibawah 5 persen, seperti misalnya Hatta Rajasa (3,2 persen), Suryadharma Ali (2,1 persen), Muhaimin Iskandar (0,3 persen), Lutfi Hasan Ishaaq (0,8 persen). Sedang dukungan terhadap tokoh partai nasionalis berada diatas 15 persen, yakni Megawati Soekarnoputri (20,2 persen), Prabowo (19,3 persen) dan Aburizal Bakrie (18,1 persen). Jika kondisi ini tetap bertahan, dikatakannya peluang tokoh parpol Islam untuk maju sebagai calon presiden pada 2014 sangat kecil.

LSI juga menyebutkan empat faktor penyebab turunnya elektabilitas parpol Islam tersebut, yakni makin kentalnya fenomena "Islam Yes, Partai Islam No," dapat dikatakan mayoritas Islam di Indonesia tidak ingin partai dengan aroma Islam menjadi mayoritas. Faktor kedua, pendanaan politik partai Nasionalis lebih kuat dibandingkan pendanaan politik partai Islam. Ketiga, munculnya anarkisme yang mengatas namakan Islam oleh kelompok tertentu yang dinilai berdampak dengan munculnya "kecemasan kolektif" masyarakat pada umumnya. Faktor lainnya dikatakan Adjie, yakni banyak tokoh-tokoh Islam yang diakomodasi oleh partai nasionalis baik ke dalam struktur partai maupun dalam rekruitmen anggota parlemen.

Hasil survei tersebut walau merupakan sebuah persepsi publik, jelas tidak bisa diabaikan oleh para tokoh atau elit parpol Islam. Jelas hasil survei ini membuat rasa tidak nyaman dan telah dibantah oleh beberapa tokoh parpol Islam. Tetapi seperti yang dikatakan Adjie, parpol Islam apabila ingin tetap eksis dalam lima besar pemilu 2014 mendatang, sebaiknya merubah strategi program dan kampanyenya. Masyarakat Indonesia yang mayoritas Islam kini lebih realistis dalam menentukan pilihannya. Banyak yang kemudian menjadi jenuh dengan sikap dan ulah anarkis kelompok tertentu yang mengatasnamakan dan mengedepankan simbol-simbol Islam, sehingga dikatakan oleh survei sebagai kecemasan kolektif.

Dengan demikian maka seperti yang dikatakan oleh beberapa pakar politik, bahwa kekuatan tengah politik di Indonesia masih dikuasai oleh kelompok parpol berbasis nasionalis dan parpol berbasis Islam berada di posisi pinggir. Sebuah pekerjaan rumah bagi para tokoh Islam yang aktif di partai politik berasas dan berbasis massa Islam, untuk merubah citra berpolitik yang mampu membuat masyarakat lebih nyaman dan tidak cemas.

Parpol Islam sebaiknya mampu menyikapi implementasi penerapan demokrasi kebebasan dalam langkah dan gerak kehidupan berpolitik dari organisasi massa Islam. Inilah kiranya yang dimaksud dengan memperbaiki kebutuhan  strategi programnya. Kendalanya adalah kemampuan kontrol dan kendali, apakah mampu dilakukan oleh para elit parpol Islam?

Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

 

 

This entry was posted in Sosbud. Bookmark the permalink.