Menilai Kerusuhan dan Peran Intelijen (BIN)

1 February 2012 | 6:57 am | Dilihat : 1832

Senin  malam (30/1/2012), penulis diminta menjadi narasumber di TV One yang membahas  meningkatnya kerusuhan di tanah air pada akhir tahun 2011 dan di awal 2012 serta kinerja BIN (Badan Intelijen Negara). Berhubung waktu pemberitahuan mendadak dan tidak mungkin bagi penulis mencapai studio di Wisma Nusantara, akhirnya penulis diminta oleh ass produser untuk ikut berdiskusi melalui telewicara (memberi masukan melalui telpon dan ditayangkan langsung).

Diskusi pada acara Apa Kabar Indonesia Malam, diikuti oleh tiga tokoh yang sudah tidak asing lagi, Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq, Prof (Ris) Hermawan Sulistyo, MA, PhD, APU dan Sosiolog UI, Prof Thamrin Amal Tamagola. Pada awalnya ketiga tokoh tersebut membahas kerusuhan dikaitkan dengan kinerja intelijen, lebih spesifik Badan Intelijen Negara  dan Polri. Disebutkan bahwa intelijen tidak memberikan informasi kepada para pejabat daerah berupa early warning sehingga kesan kecolongan menjadi kesimpulan. Hanya Mahfudz Siddiq mengatakan bahwa kelemahannya karena tidak adanya kordinasi antara BIN dengan pejabat daerah, dikaitkan dengan anggaran, sumber daya manusia sehingga kinerja BIN menjadi rendah.

Saat penulis diminta pendapat oleh presenter (Balquise), penulis mengatakan bahwa kini kita prihatin dengan terjadinya kerusuhan atau konflik sosial yang sedang terjadi, yaitu konflik horizontal. Yang paling enak dan mudah memang menyalahkan intelijen (BIN), karena mereka sebagai badan  intelijen tidak mungkin BIN membalas dan membahas secara terbuka kepada publik.

Selanjutnya penulis mengatakan bahwa yang kita hadapi adalah kenyataan bahwa masyarakat kini berada pada kondisi kebebasan yang sangat bebas, sehingga mereka merasa bahwa melakukan anarkis sepertinya menjadi kekuatan pernyataan sikap atau ketidak sukaan rakyat kepada pejabat. Penulis juga mengatakan, percaya bahwa BIN sudah memberikan informasi kepada pejabat daerah melalui saluran atau jaringnya yang berada di daerah. Penulis membenarkan sinyalemen Mahfudz Siddiq, bahwa yang agak lemah adalah kordinasi, dan bahkan komunikasi seakan terputus.

Kini, yang terpenting bagaimana mencari solusi agar konflik bisa kita selesaikan dengan bijak, karena apabila dibiarkan, menurut teori intelijen penggalangan, konflik yang berlarut akan menyebabkan, sakit hati, dendam dan bisa melibatkan banyak pihak yang siap mengobarkan perang, bahkan siap melakukan teror masal. Konflik horizontal mulai lebih berbahaya, karena mulai menyentuh dari level rakyat ke kalangan middle class, kita lihat bagaimana rumah Bupati dibakar massa.

Para pejabat dimanapun berada seharusnya lebih menyadari bahwa memegang amanah (kepercayaan) tidak mudah. Dia harus Siddiq (jujur), Tabligh (mau mendengar suara rakyat, menerima pendapat, dan Fathonah (cerdas, tegas dan adil). Nah itulah karakter kepemimpinan Islam yang dapat dipergunakan secara universal.

Susunan organisasi BIN telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2010, menggantikan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2005. Berdasarkan perpres tersebut, susunan organisasi BIN terdiri dari:
  • Kepala
  • Wakil Kepala
  • Sekretariat Utama
  • Deputi Bidang Luar Negeri
  • Deputi Bidang Dalam Negeri
  • Deputi Bidang Kontra Intelijen
  • Deputi Bidang Ekonomi
  • Deputi Bidang Teknologi
  • Deputi Bidang Pengolahan dan Produksi
  • Inspektorat Utama
  • Staf Ahli Bidang Ideologi
  • Staf Ahli Bidang Politik
  • Staf Ahli Bidang Hukum
  • Staf Ahli Bidang Sosial Budaya
  • Staf Ahli Bidang Pertahanan dan Keamanan
  • Pusat
  • Unit Intelijen Wilayah

 

Sebagai kesimpulan, BIN memang mempunyai tanggung jawab melakukan penelitian dengan pakem sembilan komponen intelijen strategis. Kemudian dengan prinsip single client, BIN memberikan masukan kepada end user. Pejabat terkait, menggunakan masukan serta saran BIN dalam mengambil keputusan. Disinilah pentingnya peran pemimpin yang harus berani mengambil keputusan. Konflik sosial yang terjadi jelas tidak akan bisa diselesaikan hanya oleh Polri, karena wilayahnya berbeda, Polri bertanggung jawab dan menangani masalah hukum, konflik berada di wilayah sosial.

Karena itu masalah-masalah sosial, penerapan demokrasi, Hak Asasi Manusia, ekonomi rakyat, psikologi massa serta banyak masalah lain yang membelit rakyat menjadi tanggung jawab kita semua serta para pemegang amanah itu. Kuncinya adalah "niat" dari para penanggung jawab mereka yang sudah mendapat kepercayaan rakyat. Bukan menjadi tanggung jawab BIN ataupun Polri belaka, Semoga bermanfaat. Prayitno Ramelan.

 

This entry was posted in Sosbud. Bookmark the permalink.