WASPADAI KEMUNGKINAN SERANGAN TEROR DRONE PADA KTT G-20

10 November 2022 | 9:29 am | Dilihat : 254

Indonesia sebagai Presidensi G-20 akan menjadi tuan rumah penyelenggara KTT -20, dimana recananya akan banyak kepala-kepala negara dan pejabat tinggi negara yang akan hadir di Bali pada 15-16 November 2022 . Anggota G20 terdiri atas Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Prancis, China, Turki, dan Uni Eropa.

Presiden Jokowi mengatakan bahwa hingga saat ini tercatat sudah 17 Kepala negara yang menyatakan akan hadir termasuk Presiden AS, Joe Biden dan Presiden China, Xi Jin Ping.

Seperti dilansir Reuters, Selasa (8/11/2022), dalam wawancara dengan media internasional Financial Times (FT), Presiden Jokowi menuturkan bahwa percakapan telepon antara dirinya dan Putin pekan lalu meninggalkan 'kesan kuat' bahwa pemimpin Rusia itu tidak hadir langsung di Bali, yang diperkirakan akan didominasi oleh ketegangan terkait invasi Rusia ke Ukraina. Tetapi di media Indonesia dikatakannya bahwa Putin akan hadir tergantung situasi dan kondisi

Untuk menangkal ancaman KTT G-20, Indonesia kini menggelar sistem pengamanan terpadu antara TNI dan Polri serta stake holder. Indonesia mengerahkan 18.000 anggota TNI dan Polri, alutsista canggih TNI, peralatan keamanan Polri serta BSSN, dan institusi terkait lainnya.

Pada umumnya negara-negara besar mengirim kapal perangnya dan pesawat terbang kepresidenan bila Kepala negaranya menghadiri acara di negara lain , agar bila ancaman muncul kepala negaranya segera di evakuasi ke kapal perangnya atau diterbangkan keluar area ancaman.

Analisis

Dari perspektif intelijen, walau KTT G-20 bukan ajang politik, tetapi efek dari invasi Rusia ke Ukraina akan menaikkan suhu KTT, karena ada dua blok yaitu AS serta negara-negara Barat disatu sisi dan blok Rusia dan China(RRT) dilain sisi. Konflik kekerasan senjata di Ukraina dilatar belakangi ulah kenekatan Rusia yang menginvasi Ukraina, bahkan pernah mengancam menyebut kemungkinan penggunaan senjata nuklir terbatas bila NATO membantu langsung Ukraina.

Sikap Rusia jelas tidak bisa diabaikan, ada rasa tidak suka bahkan marah karena pihak Barat menginginkan Rusia tidak hadir di Bali dan bahkan dikeluarkan dari G-20. Jelas Presiden Jokowi menyatakan tidak mungkin dan tetap mengundang Putin. Nah, keputusan Putin yang unpredictable menurut penulis tersirat bisa nemunculkan ancaman KTT di Bali. Disamping itu perlu diperhatikan juga ketegangan di semenanjung Korea, antara Korea Utara berhadapan dengan Korea Selatan, Amerika dan Jepang. Korea Utara bahkan telah meluncurkan rudal-rudal balistiknya. Korea Utara sangat tidak menyukai AS dan behkan mengeluarkan ancaman kekerasan. Secara umum ancaman bisa berupa serangan fisik dengan proxy maupun serangan teknologi komunikasi (cyber) yang akan mengganggu KTT.

Para kepala-kepala negara yang hadir bisa menjadi target pihak yang anti G-20.Salah satu kekhawatiran penulis karena pada perang di Ukraina, Rusia menggunakan teknologi drones "Kamikaze" buatan Iran. Tidak seperti drone militer yang lebih tradisional, lebih besar, dan lebih cepat yang kembali ke pangkalan setelah menjatuhkan rudal, drone Kamikaze dirancang untuk menabrak target dan meledak, meledakkan hulu ledaknya, dan menghancurkan drone dalam prosesnya. Senjata maut yang cerdas ini lebih kecil dan lebih mudah dikendalikan dibandingkan rudal jelajah.

Untuk counter serangan drones, pasukan Rusia kini menggunakan sistem online, (Aeroscope), untuk mendeteksi dan mengganggu komunikasi antara drone komersial dan operatornya. Sistem ini dapat menyebabkan drone tidak akurat atau kembali ke pangkalannya. Saat ini pada perang di Uiraina, kedua belah pihak - Rusia dan Ukraina menggunakan drone efektif untuk menemukan target musuh dan mengarahkan tembakan artileri ke arah mereka atau kini Rusia menyerang target Ukraina dengan Kamikaze karena lebih akurat.

Diyakini bahwa Rusia telah menggunakan drone Shahed-136 ini buatan Iran dalam konflik Ukraina sejak pertengahan September. Selain itu Geranium-2 Rusia yang memiliki bahan peledak di hidungnya dan dirancang untuk terbang di atas target hingga diperintahkan untuk menyerang.

Shahed-136 memiliki lebar sayap sekitar 2,5 m (8,2 kaki) dan sulit dideteksi di radar serta jarak jelajahnya 2.500 km dan dikendalikan jarak jauh melalui satelit. Seperti drones AS yang beroperasi di Syria, dioperasikan dari Nevada.

Tidak jelas tepatnya berapa banyak drones tipe ini yang dimiliki Rusia, tetapi AS mengatakan Iran berencana mengirim ratusan ke Rusia, walau Iran telah membantah berita tersebut. .Sementara Amerika mengatakan akan mengirim 700 drone Switchblade ke Ukraina, yang juga merupakan drone type kamikaze.

Kesimpulan

Ancaman terhadap KTT G-20 di Bali dari perspektif intelijen bisa berbentuk serangan fisik atau cyber. Teror fisik berupa suicide bombing personal atau car bombing jelas akan sulit menembus sistem pengamanan KTT yang demikian ketat. Teror yang sulit ditangkal adalah bila terjadi serangan drone semacam Kamikaze.
Menurut informasi type ini sulit terdeteksi radar dan nilai keberhasilan di Ukraina cukup tinggi. Serangan drone bisa dilakukan kelompok atau negara proxy dari sebuah negara yang menganggap G-20 adalah musuhnya. Untuk menangkal ini Satgas pengamanan, sebaiknya bekerjasama dengan militer Barat, khususnya AS yang memiki teknologi drones counter.

Penutup

Demikian analisis dari perspektif intelijen terhadap kemungkinan teror udara KTT G-20 di Bali. Kita berharap semoga ini tidak terjadi. Intelijen adalah bisnis yang sulit dan akan berakhir menjadi sebuah prediksi, selalu berfikir 'the worst condition'. Bila itu terjadi kita tidak terkena unsur pendadakan. Semoga bermanfaat, Pray Old Soldier.

Penulis : Marsda (Purn) Prayitno W. Ramelan, Pengamat Intelijen. www.ramalanintelijen.net

This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.