MENCARI CALON KEPALA BIN DARI PERSPEKTIF INTELIJEN

14 November 2021 | 6:17 am | Dilihat : 379

c7480946-ca1d-450f-8254-046b826925b1_169

Logo Badan Intelijen Negara (sumber : CNN)

Beberapa waktu menjelang pergantian Panglima TNI, muncul informasi akan adanya reshuffle Kabinet yang merupakan hak prerogatif presiden. Salah satu yang akan diganti dikabarkan adalah Kepala BIN, bahkan ada artikel yang sudah menyebut nama-mama beberapa calon. Sebagai pengamat intelijen, penulis mencoba menganalisis masalah khusus ini, melihat ada nama yang disebut tidak bersentuhan dengan intelijen dalam berbagai pengertian inyelijen sebagai sebuah profesi khusus.

Intelijen bisa berarti sebagai organisasi, produk, ilmu pengetahuan dan fungsi. Sebagai organisasi, intelijen bertugas melaksanakan fungsi penyelidikan, pengamanan dan penggalangan, dimana organisasi tersebut berada. Organisasi Badan Intelijen Negara(BIN), adalah lembaga pemerintah nonkementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang intelijen. Prinsip dasar intelijen adalah single client, dimana end user dari BIN adalah Presiden RI. Saat ini Kepala BIn dijabat oleh Jenderal POL (Purn) Budi Gunawan (Alumnus Akpol 1983)sejak 9 September 2016 (sudah menjabat selama lima tahun).

Petunjuk Intelijen

Sebagai mata, telinga dan hidung presiden, maka BIN terus dalam 24 jam setiap hari  tidak terputus bekerja secara teratur dan terstruktur. Melakukan pulbaket, penyelidikan, pengamanan dan penggalangan demi kepentingan nasional Indonesia. Organisasi intelijen bekerja senyap tetapi mampu mengatasi kerawanan dan memberikan petunjuk intelijen kepada presiden untuk pengambilan keputusan. Intelijen tersebut adalah informasi-informasi yang telah diolah, dikonfirmasikan menjadi bahan keterangan (produk) bernama intelijen. Selain intelijen taktis, presiden selalu di-update informasi intelijen strategis yang  terdiri dari sembilan komponen ientelstrat yang  berkaitan dengan kondisi geopolitik, geostrategi dan geoekonomi kawasan dan dunia dihadapkan dengan kepentingan nasional Indonesia.

Disinilah presiden membutuhkan sosok calon kepala BIN yang mumpuni seharusnya pernah mengikuti pendidikan intelijen lengkap, syarat dengan pengalaman operasi-operasi intelijen dan pernah bertugas di badan intelijen.

Loyalitas dan Sense of Intelligence

Bagian penting sang calon terpilih harus sosok yang karakternya setia, memiliki loyalitas tinggi, karena dia akan bekerja melindungi bangsa dan negara dengan segenap jiwa raganya saat memberikan petujuk kepada end user. Sekaligus orang tersebut harus loyal kepada presiden yang sedang menjabat resmi (Presiden Jokowi). Kalau sang calon tidak loyal, punya dua kaki, kepentingan pribadi dan politiknya besar, jelas ini akan sangat merugikan dan berbahaya.

Petunjuk Kepala BIN akan menjadi dasar bagi Presiden yang tepat berdasarkan analisis intelstrat (komprehensif), walau kadang hanya harus menjawab UUK taktis.  Disamping itu seorang pimpinan intelijen sebaiknya (ideal) punya sense of intelligence (rasa) yang hanya dipunyai bila seseorang pernah mengikuti pendidikan dan bertugas di institusi intel. Rasa adalah semacam instink si pemimpin yang akan mampu melihat terutama kerawanan pihak sendiri serta ancaman yang tidak bisa dilihat dan diperkirakan oleh orang awam.

Pemimpin intelijen ini sangat penting sekaligus berbahaya. Sebagai contoh Presiden George Bush saat pidato nengahiri jabatannya menyatakan penyesalan karena mempercayai informasi badan intelijennya yang menyatakan adanya Senjata Pemusnah Massal (SPM) di Irak, sehingga memutuskan dilakukannya penyerbuan pendudukan Irak. Sebagai akibat invasi, pemerintahan Sadam Husein runtuh, tetapi dampak bagi AS, juga besar. Amerika Serikat kehilangan 4.487 personilnya di Irak sejak Operasi Penbebasan Irak dilancasrkan pada tanggal 19 Maret 2003. Sebanyak 3.492 tewas dalam operasi militer dan sekitar 32.000 luka-luka. Sementara Inggris kehilangan 179 tentaranya dengan 136 tewas dalam operasi. Dilain sisi perhitungan korban jiwa oleh lembaga Iraq Body Count -yang secara rutin melakukan perhitungan korban perang Irak- yaitu 112.000 penduduk sipil

Kedudukan Strategis BIN

Menurut Perpres No. 73 tahun 2020 kedudukan BIN tidak lagi dibawah kordinasi Menko Polhukam, sebelumnya menurut Perpres Nomor 43 tahun 2015, disebutkan Kemenkopolhukam mengordinasi BIN disamping tujuh institusi lainnya. Ini berarti BIN mempunyai direct access ke Presiden terkait pelaksanaan tugas dan pelaporannya. Disatu sisi prinsip single client dalam intelijen terpenuhi, tetapi institusi ini yang informasinya bersifay rahasia tidak ada yang mengontrol.

Sejak nomenklatur lembaga Intelijen negara diubah menjadi Badan Intelijen Negara (BIN), lembaga ini dipimpin oleh:

• Letnan Jenderal TNI Arie J. Kumaat (1999 s.d. 2001)

• Jenderal TNI A.M. Hendropriyono (2001 s.d. 2004)

• Mayor Jenderal TNI Syamsir Siregar (8 Desember 2004 s.d. 22 Oktober 2009)

• Jenderal Polisi Sutanto (22 Oktober 2009 s.d. 19 Oktober 2011)

• Letnan Jenderal TNI Marciano Norman (19 Oktober 2011 s.d. 6 Juli 2015)

• Letnan Jenderal TNI Sutiyoso (6 Juli 2015 s.d. 9 September 2016)

• Jenderal Polisi Budi Gunawan (9 September 2016 s.d. sekarang)

Kesimpulan

Intelijen pada prinsipnya single client, semua produk terutama analisis intelijen hanya disampaikan kepada end user. Tetapi di AS, US Director of National Intelligence, yang saat ini dijabat Avril Haines (sejak 21 Januari 2021) adalah pimpinandai komunitas intelijen AS, yang setiap pagi bertugas  memberikan briefing intel kepada Presiden AS, Joe Biden dianaranya dari sumber laporan komunitas. Oleh karena saat ini posisi BIN langsung di bawah Presiden RI maka pimpinan BIN yang akan datang bila akan di reshuffle disarankan dipilih Perwira Tinggi dengan latar belakang intelijen strategis, serta memenuhi kriteria esensial dan tambahan, pemikirannya karena tidak ada lagi kontrol lembaga lain hasil produk intelijen BIN.

Tanpa back ground intelstrat, Kepala BIN yang dipilih akan memiliki keterbatasan, wawasan berfikir dan kesimpulan strategis dalam memberikan petunjuk intelijen kepada presiden sebagai end user. Mungkin sebaiknya perlu dilakukan fit and propper test tertutup bagi para calon oleh beberapa pakar intelijen agar didapat calon yang kompeten dan mumpuni yang bisa berperan menjadi mata, telinga dan hidung pimpinan nasional secara tepat. Si calon sudah dikenal presiden dan jelas rekam jejaknya serta benar-benar mumpuni dalam ilmu profesinya sebagai insan intelijen. Nama besar tidak jaminan seseorang hebat, tetapi dibutuhkan orang sederhana yang setia cerdas dan mumpuni dengan ilmu intelijen itulah yang dibutuhkan.  Semoga bermanfaat. Pray Old Soldier.

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net

This entry was posted in Hankam, Umum. Bookmark the permalink.