Desepsi Politik Antara JKW, 08, SBY dan GN
27 July 2018 | 9:50 am | Dilihat : 1652
Presiden Jokowi tokoh sipil yang sederhana sebagai Petahana, akan menghadapi tiga Jenderal Purn dengan nama besar ; 08, SBY dan GN. Mampukah militer kembali berkiprah dan menjadi pimpinan nasional? Terserah kepada rakyat yang menilai. (foto :Merdeka)
Deception is the hiding or distorting of the truth (dalam pemahaman intelijen, desepsi adalah tindakan penyesatan dimana pelaku berusaha melakukan distorsi kebenaran dari fakta yang berlaku). Penyesatan merupakan kegiatan atau tindakan yang dirancang secara khusus untuk mengelabui dan menyesatkan pihak lawan (individu ataupun organisasi) melalui manipulasi, distorsi informasi, untuk menyuntikan reaksi-reaksi yang didorong oleh prasangka pihak lawan.
Dalam pertempuran maupun peperangan, desepsi dilakukan oleh unsur ataupun badan intelijen untuk mendukung strategi pemenangan. Desepsi dilakukan, pertama untuk mengalihkan perhatian lawan dan menyebabkan konsentrasi lawan pada tempat dan masalah yang keliru, kedua untuk memberikan kejutan kepada lawan dengan menciptakan situasi yang kemudian menyebabkan lawan tidak atau kurang waspada dan tidak siap menghadapi pendadakan.
Nah, dalam kegiatan politik di Indonesia menuju ke pesta demokrasi, pemilu legislatif dan pemilihan presiden serta wakilnya pada April 2019, para ahli strategi masing-masing koalisi juga melakukan strategi penyesatan untuk mengecoh agar lawan salah hitung dalam menghadapi perkembangan situasi dan kondisi . Pasangan calon yang diajukan harus disesuaikan dengan keadaan yang berlaku, menyangkut situasi dan kondisi Ipoleksosbudhankam. Aspek psikologis konstituen akan menjadi pertimbangan siapa capres dan siapa cawapresnya yang dinilai tepat.
Presiden Jokowi pernah diajak naik kuda oleh Prabowo, 08 harus hati-hati, kini langkah selipan JKW memainkan taktik kuda dalam catur terbukti membuatnya semakin sulit dibaca lawan (Foto : Jateng Tribunnews)
Secara umum, penulis menilai kemungkinan besar hanya akan terbentuk dua poros, yaitu poros petahana (Jokowi) dan poros Hambalang (Prabowo). Kedua poros kini sedang saling intip, baik kekuatan, kemampuan maupun kerawanan lawan politiknya. Presiden Jokowi dinilai telah menunjukkan kinerja yang tinggi, mampu menarik enam parpol koalisi dengan pembicaraan khusus di bawah meja (tertutup).
Poros Hambalang dengan ikon Prabowo (dengan sandi 08) mencoba memainkan strategi penyerangan serta mencoba membangun kelompoknya dari pelbagai pihak yang merasa tidak puas dengan kepemimpinan Jokowi. Target perusakan dan pengondisian konstituen adalah Jokowi dengan tagline (2019 Ganti Presiden). Kelompok di lingkaran Prabowo lebih bebas menyerang, yang sementara ini mampu menarik minat PKS dan PAN untuk berkoalisi dengan Gerindra. Prabowo juga di dukung tokoh Amien Rais, Habib Rizieq, Persaudaraan 212, serta membuka pintu menerima siapa saja yang anti Jokowi.
Serangan terhadap petahana terjadi pada dua sisi yaitu Jokowi sebagai individu maupun kepemimpinannya sebagai presiden. Dalam teori perang, agar unggul, Jokowi sebagai petahana harus mampu bertahan tiga kali lebih kuat penyerang. Pada umumnya serangan sulit terbaca, karena inisiatif berada pada penyerang, terlebih apabila intelijen pihak bertahan lemah. Hingga saat ini penulis menilai dari tiga titik rawan bidang Politik, Ekonomi dan Keamanan, maka stabilitas politik dan keamanan, berpotensi menjadi bahaya. Sementara ini stabilitas ekonomi dinilai oleh pakar ekonomi Aviliani masih dalam batas toleransi aman.
Capres dan Cawapres dari Sisi Petahana
Presiden Jokowi mengundang enam Katua-ketua Umum Parpol koalisi ke Istana Bogor Senin 23 Juli 2018, mereka sudah sepakat siapa cawapresnya, di luar iya bagaimana di dalam hati? (foto : detikNews)
Mengingat pengajuan pasangan capres dan cawapres semakin dekat (4-10 Agustus 2018), kubu petahana (Pak Jokowi dan koalisi pimpinan PDIP) sudah pasti akan mengusung Jokowi sebagai capres. Kini beredar berita siapa calon cawapresnya. Jokowi sudah mengumpulkan Ketua-ketua Umum enam parpol koalisi pada hari Senin (23/7/2018) di Istana Bogor. Dari presidential threshold (PT) sebesar 20 persen (112 kursi DPR RI) jumlahnya sudah terpenuhi, yaitu PDIP (109 kursi), Golkar (91 kursi), PKB (47 kursi), P3 (39 kursi), NasDem (35 kursi) dan Hanura (16 kursi). Totalnya 337 kursi, jauh melebihi persyaratan.
Kini yang masih menjadi misteri adalah siapa cawapresnya? Posisi ini menjadi sangat penting bagi Jokowi untuk mengatasi pengaruh pihak lawan yang besar kemungkinan besar kembali akan memainkan isu solidaritas Islam. Informasi sementara yang beredar, Ketum PPP menyebut 10 nama, terakhir nama yang menguat dan mendapat dukungan ramai disebut Prof. Mahfud MD, Ketua KSP Moeldoko dan KH Nazarudin Umar. Tetapi sebetulnya dari alur politik pembacaan bisa berbeda, setelah Partai Perindo mengajukan judicial review. Kepentingan Perindo dalam mengajukan uji materi soal masa jabatan presiden dan wakil presiden karena ingin ada kepastian hukum terkait hal itu yang diatur dalam pasal 169 huruf N dalam UU Pemilu.
Jusuf Kalla, tokoh luar Jawa, semakin berumur semakin lihai, selalu melihat masalah dengan tanpa beban, wibawanya sangat tinggi bisa tampil baik di dalam maupun luar negeri (Foto: Kemenristekdikti)
Selain itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Uji materi menjadi kuat karena JK memiliki legal standing, memperkuat Perindo yang oleh beberapa pihak dinilai mudah dipatahkan karena tidak memiliki legal standing.
Nah, dalam posisi politik dan kepastian hukum seperti ini menurut penulis, JK sangat potensial akan terpilih menjadi pendamping Jokowi pada pemilu April 2019. Pertimbangannya jelas sudah dipikirkan oleh enam parpol koalisinya, diperkirakan nama pasangan akan diumumkan mendekati tengat waktu 10 Agustus 2018. Persoalan penting bagi kubu Prabowo, apakah ini bukan desepsi politik? Akhir-akhir ini jangan under estimate Presiden Jokowi, bahasa persilatannya, makin lama makin lihai. Jokowi dalam permainan catur makin mampu memainkan langkah kuda yang mematikan apabila melakukan schack.
Beberapa waktu terakhir, ada pemikiran dari (IBU) teman baik Pray, salah satu tokoh politik senior yang mengatakan bahwa lawan riil politik Jokowi adalah tiga Jenderal Pur (Prabowo, SBY dan Gatot Nurmantyo). Oleh karena itu, pasangan ideal sebaiknya juga Jenderal. Hanya ada dua yang masuk dalam radar hasil diskusi, Ketua KSP Moeldoko dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahyanto. Hadi dinilai jauh lebih dekat ke Jokowi, tidak ambisi yang menurut penulis Lembah Manah lan Andhap Asor.
Capres dan Cawapres dari Sisi Koalisi Hambalang
Hingga saat ini parpol yang sudah memberikan mandat mengusung Prabowo sebagai Capres adalah Gerindra. Nampaknya Koalisi Gerindra akan didukung oleh kawan lamanya PKS serta PAN. Jumlah sementara kursi yang terkumpul, Gerindra (73 kursi), PKS (40 kursi) serta PAN (49 kursi). Jumlah kursi koalisi sementara tiga parpol adalah 162 kursi.
Sebagai ayah, keinginan SBY mengangkat derajat anak tertuanya di pangung politik jelas tidak salah, jelas semua sudah dipikirkannya dengan matang, persoalan yang agak mengganjal, beda antara sipil dengan militer dalam persoalan hierarhi (Foto : Kompasiana)
Menjadi pertanyaan, dimana posisi Partai Demokrat? Dari pemberitaan terlihat, Demokrat (61 kursi) dengan pelbagai alasannya tidak bergabung ke koalisi petahana, isu serta pemberitaan yang berkembang menurut penulis justru merugikan citra Demokrat sendiri. Partai berlambang mercy ini sudah bukan kunci penentu kebutuhan pemenuhan kursi persyaratan PT. Bila ingin membentuk poros baru dibutuhkan dua parpol lainnya, lantas yang mana? Tanpa Partai Demokrat, dua poros yang terbentuk sudah memenuhi syarat PT.
Kini SBY coba di dekati baik oleh Prabowo maupun Ketum PAN Zulkifli Hasan, Prabowo jelas mengharap Demokrat mau bergabung ke koalisinya. Akan tetapi dengan semangatnya, SBY menginginkan anaknya (AHY) dapat meneruskan jejaknya, paling tidak bahasa jawanya menjadi wakil rojo, hambatanpun muncul karena AHY dinilai terlalu muda dan sebagai mantan militer pangkatnyapun kurang tinggi sehingga gregetnya kurang. Prabowo juga faham apabila dia berpasangan dengan AHY peluangnya kecil.
Nah, yang menjadi pertanyaan penulis, nampaknya teori lama penulis saat di wawancarai Kompas TV tentang Prabowo bisa saja terjadi. Dia akan menjadi patron (King Maker), menyerahkan mandat kepada tokoh terpilihnya. Kondisi di poros Hambalang masih sangat cair. Prabowo dahulu pernah bersama penulis mengikuti pendidikan intelijen TNI, dimana dia faham dengan strategi desepsi. Membaca Prabowo dari kebocoran orangnya sendiri.
Prabowo dan SBY, dua Jenderal pintar dan berprestasi, mampukah Prabowo membaca kepentingan SBY dalam pembentukan poros (foto : detikNews)
Wakil Ketua Pembina Partai Gerindra, Sandiaga Uno pada hari Sabtu (7/7/2018) di TMII, mengatakan bahwa Prabowo menginginkan pendampingnya dapat merepresentasikan kaum muda. "Nah, itu Pak Anies representasi kaum muda, tokoh berprestasi, pemimpin daerah yang sudah mewujudkan merealisasikan janji-janjinya, jadi ini kombinasi yang kuat," kata Sandi. Selain itu Prabowo juga menyebut nama Ketua Tim Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang dinilai sangat membekas di hati masyarakat muda milenial, juga disebut pengusaha Chairul Tanjung (CT).
Jadi sementara yang dapat diperkirakan, apabila Prabowo tetap maju sebagai capres, calon cawapresnya yag terkuat adalah Anies Baswedan. Prabowo juga faham bahwa karena dia pernah kalah dari Jokowi, peluang menangnya juga tidak terlalu besar apabila dia maju berpasangan dengan Anies, kecuali ada hal-hal khusus yang mendera petahana. Sebuah peta abu-abu, tetap masih ada peluang dari Gatot Nurmantyo untuk dipasangkan dengan Anies, dengan back boone GN. Persoalannya, apakah GN mampu harus menanggung biaya operasional yang jelas sangat besar.
Anies Baswedan dengan AHY, apakah ini tooh muda milenial yang akan menjadi pesaing petahana? Mungkin saja, karena dunia politik dari 08 sering membuat kejutan (Foto : PartaiPolitik)
Apabila Demokrat bergabung, maka SBY akan mensyaratkan AHY sebagai cawapres. Prabowo juga faham bahwa pasangan militer dengan militer juga kecil kemungkinan menang. Disinilah menurut penulis, Prabowo kemungkinan akan menyerahkan mandat partainya kepada tokoh yang paling memungkinkan yaitu Anies Baswedan dengan AHY sebagai cawapres. Memang Prabowo akan lebih happy apabila SBY yang menjadi back boone koalisinya. Prabowo jelas berpegang kepada strategi yang muda akan dipilih oleh para konstituen muda milenial, melawan tokoh tua.
Prabowo tiga kali menggunakan taktik memainkan kartu pengejut, pertama Anies yang bukan kader Gerindra diusungnya dan sukses menang menjadi Gubernur DKI, kedua Sudirman Said, bukan tokoh yang terlalu hebat, walau kalah mampu menyaingi Ganjar Pranowo, dan ketiga Mayjen Pur Sudrajat, mendadak dicalonkan sebagai cagub Jabar. Sudrajat mampu menyaingi Deddy Mizwar dan Dedy Mulyadi secara signifikan di akhir penghitungan. Bila pilkada tiga putaran, bisa saja Ridwan Kamil kalah.
Selain itu menurut penulis, yang menarik adalah strategi SBY, terus berusaha memberikan panggung kepada anak tertuanya AHY, pertama di level Pilkada sebagai Cagub DKI, kedua target realistis sebagai cawapres. Sasaran utamanya adalah sebagai capres pada pilpres 2024. Walaupun kini kembali kalah, paling tidak dia sudah berkiprah dan makin populer.
Kesimpulan
Presiden Jokowi, Panglima tertinggi bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahyanto berseragam loreng saat menerima kunjungan Sultan Bolkiah dari Brunei (Foto : Brilio)
Dari beberapa fakta diatas, dapat disimpulkan kemungkinan uji materi akan dikabulkan MK, Jokowi akan maju sebagai capres dan JK sebagai cawapresnya, bila secara hukum gagal kemungkinan akan mengambil militer sebagai pendamping, nampaknya Pak Hadi peluangnya lebih besar. Dari kubu Hambalang, apabila Prabowo tetap maju, kemungkinan akan mengambil Anies Baswedan sebagai cawapresnya. Akan tetapi apabila Partai Demokrat kemudian menyatakan bergabung, besar kemungkinan Prabowo dan SBY akan menjadi king maker, sebagai capres kemungkinan besar Anies dengan wakil AHY.
Apabila pasangan ini yang dimunculkan, peluang menangnyapun sebenarnya tidak terlalu besar, akan tetapi para ahli strategi di kubu hambalang akan menciptakan momentum dalam menuju kemenangan, seperti tumbangnya Ahok yang menginjak detonator Al-Maidah. Suatu hal yang mungkin tidak dipikirkan Prabowo, SBY hanya membutuhkan panggung popularitas untuk AHY, kalau menang bagus, kalau tidakpun masih cukup menuju pilpres 2024.
Sebuah message, petahana juga harus mengukur, kemungkinan komposisi calon lawan bertandingnya, rasanya agak lebih besar kemungkinan menang apabila melawan Prabowo dibandingkan melawan dua capres cadangan (Anies dan Gatot). Tagline "2019 Ganti Presiden" akan terus digoreng. Waspadai momentum yang bisa menjadi ancaman terhadap stabilitas politik dan keamanan menjadi target yang perlu terus dicermati. Penulis mengakui bahwa analisis intelijen sangatlah sulit dan akan berakhir menjadi sebuah prediksi.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net