Membaca Pembunuhan Kim Jong Nam Dari Perspektif Intelijen
26 February 2017 | 12:58 pm | Dilihat : 1332
Ri Jong Chol, WN Korea Utara ditangkap dalam penyelidikan kasus pembunuhan Kim Jong-nam (kanan), Chol tinggal di Malaysia selama lebih dari tiga tahun tanpa bekerja di perusahaan yang terdaftar di ijin kerja atau menerima gaji (Foto : freemalaysiatoday)
Pembunuhan Kom Jong-nam, saudara tiri dari Kim Jong-un belum juga terungkap, belum ditemukan motif sebenarnya mengapa Nam dibunuh, dan siapa yang berada di baliknya. Cerita ini akan menjadi lebih dramatis, dan aneh dari hari ke hari semakin mengundang misteri. Nampak beberapa hal sepertinya mengundang pertanyaan yang belum terjawab. Nah, untuk melihat sebuah pembunuhan Kim Jong-nam seorang tokoh penting dan besar yang penulis perkirakan tekait dengan geopolitik, maka pisau bedah yang paling tepat dipergunakan adalah analisis intelijen strategis. Intelijen strategis dipergunakan untuk menganalisis dan memenangkan sebuah peperangan, sementara intelijen taktis untuk memenangkan pertempuran.
Perkembangan terakhir kasus pembunuhan tersebut adalah pernyataan Kepala Polisi Diraja Malaysia Khalid bin Abu Bakar, bahwa Jong-Nam tewas karena diracuni dengan 'VX Nerve'. Racun ini sangat dikenal sebagai senjata kimia. "VX termasuk sebagai senjata kimia di dalam Schedule satu dari the Chemical Weapons Convention Act 2005 dan Chemical Weapons Convention 1997," kata Khalid dalam keterangannya, Jumat (24/2/2017). Pernyataan Khalid itu berdasarkan laporan awal dari Departemen Kimia Malaysia terkait dengan kematian Jong-Nam. Dia menyebut hasil analisis menunjukkan racun itu diambil dari usapan selaput lendir mata dan muka korban.
Pada awalnya Pray mereferensi Mirror, Jong-nam diperkirakan tewas setelah disemprot dengan racun ikan puffer risin yang kekuatannya 1.200 kali lebih mematikan dibandingkan sianida. Ternyata substansi racun VX (rumus kimia ethyl S-2-diisopropylamino ethyl methylphosphonothioate) itu lebih menakutkan, dikenal dengan nama 'VX Nerve Agent' yang dilarang PBB tahun 1993 untuk diproduksi karena termasuk senjata pemusnah masal (SPM) . Rasa pusing dan sakit, keluhan itu yang disampaikan oleh Jong-nam kepada petugas medis di bandara Kuala Lumpur dan sempat menjelaskan bahwa ia telah disemprot dengan bahan kimia.
Kepala Polisi Nasional Malaysia Irjen Khalis saat memberikan keterangan pers terkait pembunuhan Jong-nam (Foto ; Indan Express)
VX adalah salah satu zat kimia yang paling beracun yang pernah diproduksi . "Kami terkejut atas pemberitahuan terbaru oleh otoritas Malaysia bahwa VX digunakan dalam kematian Kim Jong-Nam," demikian disampaikan Kementerian Luar Negeri Korea Selatan seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (24/2/2017). Seperti gas syaraf lainnya VX menghentikan kerja organ-organ vital yang membuat tubuh korban menjadi kelelahan hingga tewas. Selain praktis dan efektif, gas ini juga tahan lama. Tidak mudah menguap ke udara, apalagi dalam cuaca dingin. Menjadikannya ancaman jangka panjang bagi manusia.
VX adalah cairan berminyak yang sangat berbahaya, tidak berbau dan tidak berasa, dan memiliki konsistensi madu. Racun dapat dibuat seperti cairan aerosol, disemprotkan sebagai gas saraf. Laporan menunjukkan bahwa Jong-nam dibunuh oleh VX dalam bentuk cair.
Empat WN Korut yang diduga terlibat pembunuhan Kim Jong-nam escape melalui Jakarta (Foto : CNN)
Dugaan Kuat Perencana Eksekusi Adalah WN Korea Utara
Hingga saat ini Polisi Malaysia belum menyatakan siapa yang berada dibalik pembunuhan Kim Jong-nam. Polisi mengidentifikasi total ada delapan orang Korut yang terlibat dalam kematian Jong-Nam. Yang sudah ditangkap adalah Doan Thi Huong, 28, WN Vietnam, Siti Aisyah, WN Indonesia, Muhammad Farid bin Jalaluddin, WN Malaysia, 26, dan Ri Jong Chol, WN Korut, 47 (The Telegraph mengyatakan ia diduga mengatur logistik, pemesanan hotel dan taksi dan mengatur titik pertemuan. Dia juga diduga memberikan bantuan dengan zat kimia).
Polisi Malaysia juga mencari Hyon Kwang-Song (44), seorang diplomat senior Korea Utara (Korut) yang patut diduga terkait kematian Kim Jong-Nam, terekam CCTV Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) pada hari kejadian, 13 Februari 2017 , Kwang-song serta Kim Uk-Il (37), staf maskapai Korut, Air Koryo (keduanya diyakini saat ini masih berada di wilayah Malaysia) mengantarkan 4 tersangka pria WN Korut, tersangka yang diyakini melarikan diri dari Malaysia pada hari yang sama menuju Jakarta saat Jong-Nam tewas. Keempatnya diidentifikasi sebagai Ri Ji-Hyon (33), Hong Song-Hac (34), Ri Jae-Nam (57) dan O Jong-Gil (34), Channel News Asia, Kamis (23/2/2017).
Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi, Agung Sampurno, menyebut 3 WN Korut atas nama Rhi Ji-Hyon (33), Hong Song-Hac (34), dan Ri Jae-Nam (57) sempat berada di Jakarta usai serangan itu. Namun di hari yang sama yaitu 13 Februari 2017, ketiganya langsung berangkat ke Dubai menggunakan maskapai Emirates Flight EK0359 ke Dubai pada pukul 22.20 WIB dari Bandara Soekarno-Hatta.
Sedangkan, seorang lainnya yang diburu yaitu O Jong-Gil (55) terbang ke Bangkok pada pukul 11.26 WIB dari Bandara Soekarno-Hatta menggunakan maskapai Thai Airways TG434. Agung Sampurno, menjelaskan 4 warga Korut itu Rhi Ji-Hyon (33) tiba di Malaysia pada 4 Februari 2017, Hong Song-Hac (34) tiba di Malaysia pada 31 Januari 2017, Ri Jae-Nam (57), dan O Jong-Gil (55) di Malaysia pada 7 Februari 2017.
Selain keempat pria Korut itu, kepolisian Malaysia tengah memburu seorang warga Korut bernama Ri Ji-U (30) alias James Informasi tentang Ri Ji U, (James) ditampilkan saat konferensi pers oleh Malaysia Wakil Kepala polisi Malaysia Noor Rashid Ibrahim, di markas kepolisian nasional Bukit Aman di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu, 19 Februari, 2017 mengatakan bahwa Aisyah sebelumnya tidak menganal para pria Korea dan wanita Vietnam, tetapi kenal dengan Ri Ji-U atau James.
Siti Aisyah, kelahiran 11 Februari 1992 (menurut paspor). Rabu, 16 November 2016 terakhir kali masuk Malaysia melalui Terminal Feri Antarabangsa StulangLaut, Johor Bahru (menurut catatan Imigrasi Malaysia). Informasi imigrasi Malaysia ini memperkuat keterangan ibunya, Banah (50 tahun), yang mengaku hanya mengetahui Siti Aisyah bekerja sebagai penjual baju/pakaian di Batam. Kamis, 2 Februari 2017, jam 08.32 WIB: menurut BTH (Batam Center) dengan CTR99D, Siti Aisyah berangkat dari Batam tujuan Johor Baru Malaysia (keterangan Kepala Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi,Agung Sampurno).
Tanggal 13 Februari 2017, Siti Aisyah dikenali polisi Malaysia sebagai salah satu pelaku penyergapan Kim Jong-nam di Bandara Sepang dan Kamis, 16 Februari, sekira pukul 02.00 polisi Malaysia menyerbu kamar di lantai tiga hotel tersebut. Di situlah Siti Aisyah bersembunyi. Pacar Siti yang merupakan warga Malaysia Muhammad Farid Jalaluddin (26) mengantar Siti dari hotel lain di Bandar Baru Salak Tinggi. Di hotel Ampang ini, Siti tinggal bersama terduga lainnya, Doan Thi Huong, yang merupakan pemegang paspor Vietnam. Doan sendiri ditangkap pada Rabu 15 Februari saat hendak memasuki pesawat ke Vietnam.Dari hasil penyelidikan kepolisian Malaysia, Aisyah dan Huong mengakui cepat-cepat mencuci tangannya seusai beraksi di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Senin (13/2) lalu.
Pencucian tangan itu dilakukan atas perintah sejumlah orang Korea Utara (Korut) yang ditugasi khusus membunuh Jong-nam. Dengan pengakuan tersebut, Aisyah dianggap terlibat langsung dalam pembunuhan kakak tiri pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un tersebut. “Kami mengesampingkan kemungkinan kedua wanita tersebut berpikir serangan itu sebuah lelucon atau bahkan mereka percaya bahwa mereka sedang melakukan pengambilan gambar untuk sebuah acara televisi,” kata Kepala kepolisian Malaysia Inspektur Jenderal Polisi Tan Sri Khalid Abu Bakar, dalam konferensi pers di Kuala Lumpur, seperti dilansir The Star.
Polisi juga meyakini Aisyah dan Huong sebelumnya pernah menjalani latihan intensif di mal perbelanjaan Pavilion dan Kuala Lumpur City Center (KLCC) sebelum mengeksekusi target. “Kami juga yakin kedua tersangka perempuan itu bersedia tangan mereka terkena racun sebelum mengoleskannya terhadap wajah korban,” kata Khalid. Proses penyelidikan polisi Malaysia lebih mengarah bahwa konspirasi pembunuhan dilakukan oleh warga Korea Utara.
Yonhap News sebuah media di Korea Selatan melaporkan bahwa diplomat Korea Utara telah bertemu Kim Jong-nam pada bulan Januari 2017 dan memintanya untuk secara sukarela kembali ke Pyongyang. Laporan tersebut mengklaim bahwa Kim Jong-un khawatir pada laporan bahwa Kim Jong-nam sedang mempertimbangkan akan "membelot" secara permanen ke Korea Selatan atau Amerika Serikat yang dinilai sebagai langkah signifikan yang akan merusak legitimasi rezim. Mungkin khawatir terhadap ancaman eksekusi Kim Jong-nam meminta waktu untuk mempertimbangkan permintaan tersebut. Berita yang dilansir Korea Selatan semakin menguatkan arah kospirasi.
Penolakan Korea Utara dan Ujian Citra Malaysia
Pernyataan tertulis dari Kedubes Korut ini dirilis usai Polisi Diraja Malaysia menggelar konferensi pers di Kuala Lumpur. "Sudah 10 hari berlalu sejak insiden ini terjadi, tapi Kepolisian Malaysia tidak menemukan bukti apapun dari para tersangka yang ditangkap," demikian pernyataan Kedubes Korut untuk Malaysia pada media, seperti dilansir media lokal Malaysia, The Star, Rabu (22/2/2017). Dubes Korea Utara di Malaysia menyatakan bahwa tidak benar Malaysia melakukan post mortem tanpa kehadiran mereka, tetapi dibantah bahwa kematian itu berada di wilayah kedaulatan Malaysia.
Kang Chol, duta besar Korea Utara di Malaysia, mengatakan: "Sisi Malaysia memaksa post-mortem tanpa izin dan kesaksian kita, kita akan menolak hasil post-mortem yang dilakukan secara sepihak tanpa kehadiran kami. Ditambahkannya, “Malaysia mencoba untuk menyembunyikan sesuatu" dan "berkolusi dengan kekuatan musuh."
Kini dengan munculnya pernyataan polisi Malaysia bahwa kematian Kim Jong-nam disebabkan oleh racun VX yang disebut sebagai senjata pemusnah masal, nampaknya ini yang dihindari pejabat Korea Utara. Bagi Malaysia ini sebuah pertaruhan citra, karena pembunuhan seseorang di Bandaranya dengan gas syaraf akan membuat wisatawan menjadi takut dan mereka harus mampu membongkar kasus ini. Malaysia pernah merasakan turunnya secara drastis wisatawan China sebagai akibat kasus lenyapnya Malaysia Airlines MH-370 dan ditembaknya MH-17. Keduanya hingga kini masih merupakan misteri. Kasus pembunuhan di Bandara ini semakin melengkapi kerawanan Malaysia dalam masalah angkutan udara terkait dengan sekuriti.
Sebelumnya pada tahun 2014, Kementerian Pertahanan Korsel menyatakan dalam laporannya, bahwa Korut mulai memproduksi senjata kimia pada tahun 1980-an dan diperkirakan Korut memiliki sekitar 2.500 ton hingga 5.000 ton persediaan senjata kimia, termasuk gas saraf VX. Namun dalam laporan penilaian tahun 2015, badan Inisiatif Ancaman Nuklir yang berbasis di Washington menuliskan: "Korut mengklaim pihaknya tidak memiliki senjata kimia."
Secara umum masyarakat dunia yakin bahwa apabila Kim Jong-un memerintahkan serangan dengan senjata kimia sebagai tindakan putus asa, itu akan dilakukannya.
VX, Sebagai Senjata Pemusnah Masal Korea Utara Justru Titik Rawannya
Sejak menduduki jabat sebagai Presiden AS pada tanggal 20 Januari 2017, Presiden Donald Trump merapkannya kebijakan luar negeri yang ekspansif sangat berbeda dengan presiden-presiden pendahulunya. Munculnya kekhawatiran setelah disuarakan nada-nada kampanye yang rasialis, diskriminatif, seksis, dan xenophobia yang jauh dari political correctness (kebenaran politik). Sebagian publik AS mengecap bahwa Trump tidak punya etika berpolitik. Saatu hari setelah pertemuannya dengan PM Jepang Shinzo Abe, Korea Utara meluncurkan peluru kendali (rudal) balistik ke arah laut Jepang dan mencapai karak 500km.
Saat konperensi pers bersama, di Gedung Putih, Washington (10/2/2017) Trump “Saya hanya ingin semua orang untuk memahami, dan sepenuhnya tahu, bahwa Amerika Serikat adalah di belakang Jepang, sekutu besar kita, 100 persen," kata Trump di Palm Beach, Florida. Trump telah mengatakan mereka akan mengambil pendekatan yang lebih tegas terhadap Korea Utara. Trump juga menyatakan China belum berbuat cukup banyak menggunakan pengaruhnya dalam mengendalikan program nuklir dan balistik Korea Utara.
Riki Ellison, yang mengepalai Aliansi Advokasi pertahanan Rudal , menyatakan dalam menghadapi ancaman Korea Utara, agar Washington dan Seoul setuju untuk menggunakan system hanud Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) baterai anti-rudal di Korea Selatan akhir tahun ini. Dalam sebuah pernyataan kepada wartawan Jumat malam.
Kini dengan terungkapnya adanya racun VX dalam kasus pembunuhan tersebut, maka AS dan Jepang telah diyakinkan, adanya ancaman dari Korea Utara. Jelas negara yang paling takut selain Korea Selatan, juga AS dan Jepang. Kini Korea Utara sudah mampu membuat rudal jarak jauh, bisa mencapai Korea Selatan dan Jepang. Mungkin pengayaan nuklir Korea Urtara belum sempurna, tetapi dengan kepemilikan senjata kimia (Senjata Pemusnah Masal), maka Amerika menjadi yakin akan kemungkinan ancaman kepala rudal dengan gas syaraf.
Menurut penulis, pembunuhan ini adalah sebuah operasi intelijen taktis, bagian dari operasi intelijen strategis. Banyak yang masih sulit dibaca secara kasat mata. Bahkan polisi Malaysia akan menjumpai tembok penyekat, karena nampaknya konspirator melakukan operasi dengan sistem kompartmentasi, dimana peran cut out sukses dilakukan. Pemutus operasi (empat WN Korea Utara) serta handler agent (Ri Ji-U) yang menghilang akan menyulitkan terbongkarnya pembunuhan secara tuntas, atau dibutuhkan waktu lama membongkarnya.
Kalaupun betul operasi dilakukan oleh intelijen Korea Utara, maka operasi dikontrol oleh Ministry of State Security dan pelaksananya North Korea's Reconnaissance General Bureau, yang mendapat tugas dalam operasi klandestin.
Kesimpulan
Seperti artikel sebelumnya, ada celah dalam kasus ini yang mengarah ke sebuah konspirasi tidak sederhana, dengan tujuan atau target lebih jauh adalah menjatuhkan pimpinan Korea Utara Kim Jong-un, dimana Korea Utara sedang dikondisikan untuk dikucilkan dan kemudian diserbu.
Kasus pembunuhan Kim Jong-nam merupakan sebuah kasus mirip terpicunya detonator, dimana AS dan Jepang akan melakukan tindakan tegas seperti dikatakan Presiden Donald Trump. AS mempunyai sejarah penyerbuah Irak dan penjatuhan Sadam Husein karena adanya SPM. Kini, Korut dalam pertimbangan geopolitik merupakan ancaman yang sangat serius terhadap keamanan dalam negeri AS, Jepang dan Korea Selatan.
Pertanyaannya, apakah pembunuhan ini sebuah proxy war? Menurut penulis sangat dimungkinkan. Sebuah operasi klandestin telah dilaksanakan, tujuannya hanya satu, menunjukkan bahwa Korea Utara memang memiliki SPM VX yang mematikan seperti yang pernah diberitakan Korsea Selatan tahun 2014. Kim Jong-nam hanyalah korban antara, dibutuhkan bagi si perencana karena dia memang sosok penting dan memang menurut catatan manapun menjadi target saudara tirinya Kim Jong-un.
Pelaku lainnya, seperti Siti Aisyah hanyalah pelengkap penderita sebagai rekrutan intelijen profil tinggi tetapi memanfaatkan ketidak tahuannya. Sehebat apapun seorang agen Korea Utara, masih dimungkinkan dia dibina oleh negara lawannya. Sulit memang mencerna kasus-kasus sebuah operasi intelijen. Seperti selalu penulis katakan, akhirnya sebuah analisa adalah sebuah prediksi. Kira-kira begitulah.PRAY.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net