Presiden Jokowi , Luhut dan Prabowo Dua Jam di Hambalang, Ancamannya Serius?
1 November 2016 | 11:08 pm | Dilihat : 6714
Presiden Jokowi didampingi Menko Maritim Luhut Panjaitan dan Mensesneg Pratikno mengunjungi Prabowo di Hambalang, Senin, 31 Oktober 2016 (Foto : nasional.kompas)
Pada Senin siang, mendadak media diramaikan dengan perjalanan Presiden lengkap dengan pengawalan resmi menuju ke rumah pribadi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Bojongkoneng, Hambalang, Bogor. Pada pukul 12.35 WIB presiden dan rombongan tiba dan disambut Prabowo dengan alunan lagu Indonesia Raya. Pada kunjungan tersebut presiden di damping oleh Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan (LBP) serta Mensesneg Pratikno. Setelah melakukan pertemuan tertutup sekitar dua jam, Presiden Jokowi dan Prabowo memberikan keterangan pers setelah sebelumnya diacarakan presiden menaiki kuda putih milik Prabowo.
Presiden menjelaskan, "Kami bicara banyak hal yang makro tentang bangsa dan kebangsaan kita, makro politik kita, beliau banyak sekali memberi masukan dan pemerintah kita sangat menghargai apa yang disampaikan Pak Prabowo," katanya. Presiden membantah kedatangannya ke kediaman Prabowo terkait antisipasi demonstrasi ormas Islam pada 4 November 2016 di depan Istana, terkait tuntutan agar Ahok diperiksa karena penistaan agama Islam.
Setelah pertemuan tertutup, Presiden diacarakan naik kuda putih milik Prabowo lengkap dengan topinya (foto :detik)
Sementara Prabowo menyampaikan dia mempunyai hubungan baik dengan Presiden Jokowi, saat pertemuan dibicarakan selain masalah makro ekonomi juga mengenai masalah keamanan dan saat ditanya soal rencana demo tanggal 4 November 2016, dia mengharap semuanya berjalan dengan baik dan sejuk. Presiden mengimbau seluruh masyarakat, termasuk para tokoh agama dan tokoh politik, turut serta mendinginkan suasana dan memberikan kesejukan.
Perkembangan Informasi Terkait Rencana Demo 4 November
Demo besar-besaran rencananya akan dilaksanakan gabungan umat Islam dari beberapa ormas serta perhimpunan organisasi Islam setelah sholat Jumat di Istiqlal Jumat (4/11/2016), long march ke Istana Presiden. Demo oleh elemen-elemen masyarakat tersebut merupakan kelanjutan dari demo Jumat (14/10/2016) di Balaikota Jakarta. Pendemo menuntut Polri menangkap dan memroses Gubernur DKI Ahok yang dituduh menistakan agama Islam.
Selain FPI sebagai penjuru, gabungan aksi dinamakan GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa-MUI) yang dipimpin oleh Habib Riziek melakukan audiensi kepada Fadli Zon (wakil Ketua DPR RI/Korpolkam Gerindra) serta Fahri Hamzah dari PKS, kedua tokoh itu menyatakan akan ikut berunjuk rasa. GNPF diantaranya terdiri dari ormas FPI, FUI, Umat Islam Bersatu, FORSAP-FUII, Serikat Tani Islam Indonesia, DPP Hidayatullah, CSIR Jakarta, MMI, YPI As Syabriyah, BKSPPI, DDII.
FPI dalam menggerakkan massa selalu berseragam putih-putih (foto:newsmetro)
Sementara tokoh yang hadir beraudiensi diantaranya, Imam Besar FPI Habib Rizieq, Munarman (Korlap GNPF), Prof Jawahir (CSIR), Ustd.Bachtiar Nasir, Ja’far Sidiq, Misbahul Anam. Habib Rizieq menyampaikan bahwa aksi bela Islam tanggal 4 November 2016 murni aksi jihad konstitusional bukan aksi SARA, dan bukan aksi anti China.
Audiensi dilanjutkan di Ruang GBHN V dengan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dan Ikbar Romli (F PKS/Komisi VIII). Menurut Habib Rizieq, bahwa diamnya presiden dalam soal ini menjadi indikasi adanya intervensi. Disebutkan juga bahwa Polri menunjukkan sikap tidak profesionalnya dalam kasus, padahal barang bukti lengkap, saksi lengkap, dan tekanan umat secara nasional. Kami tidak menjamin chaos, jika dihadang dan represif akan menciptakan emosi yang akan melebar ke penjuru nasional sebagai solidaritas. Dari informasi terakhir, jumlah massa yang akan berunjuk rasa bisa mencapai 500.000, bahkan akan berdatangan dari luar daerah. Pengunjuk rasa kini belum puas walau Ahok sudah berinisiatif ke Bareskrim dan Polri menyatakan Ahok akan dipanggila apabila pemeriksaan saksi telah selesai.
Mengantisipasi unjuk rasa, Kepolisian Daerah Metro Jaya telah menyiapkan 7.000 personel untuk menjaga unjuk rasa organisasi masa yang dilakukan pada Jumat, 4 November 2016 itu. Kadivhumas Polri Irjen Pol Boy Rafly Amar mengatakan petugas keamanan menyiapkan personel gabungan dari TNI, Satuan Polisi Pamong Praja, dan Brimob untuk menjaga unjuk rasa pada 4 November agar berjalan tertib dan damai. Kapolri Tito Karnavian mengingatkan warga yang ikut berdemo mesti tertib dan berhati-hati atas adanya provokasi dari luar. "Jangan sampai anarkistis. Itulah yang kami harapkan kepada masyarakat. Kita tunjukkan bangsa kita yang demokratis, bebas berekspresi, tapi tetap informatif," tegasnya.
Setelah menghadiri acara hari menabung, Presiden Jokowi menyatakan bahwa demo diperbolehkan, tetapi jangan memaksakan kehendak dan jangan merusak (foto: viva.co)
Presiden Jokowi usai menghadiri acara 'Hari Menabung Nasional' di JCC, Senayan, Jakarta, Senin (31/10/2016) menanggapi rencana aksi demo 4 November 2016, "Demonstrasi adalah hak demokratis warga, tapi bukan hak memaksakan kehendak dan bukan hak untuk merusak," katanya. Jokowi mengatakan pemerintah akan menjamin hak menyampaikan pendapat, tapi juga akan mengutamakan ketertiban umum. Selain itu, presiden sudah memerintahkan aparat keamanan untuk siaga mengawal aksi tersebut. "Aparat keamanan sudah saya minta bersiaga dan melakukan tugas secara profesional jika ada tindakan anarkis oleh siapa pun," katanya.
Analisis
Secara perlahan tetapi terasa makin mengigit dan meresahkan, rencana aksi demo tanggal 4 November yang menuntut Ahok ditangkap, diperiksa dan di BAP terus beredar di sosial media. Memang media elektronik yang biasanya menggebu-gebu menyukai berita yang heboh kini membatasi pemberitaannyanya, jelas ini agak menurunkan tensi publik dan mendinginkan. Pihak keamanan sesuai perintah presiden telah menyiapkan renkam untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya worst condition (chaos). Selebaran GNPF menginstruksikan agar peserta menyiapkan bekal untuk menginap di Istana, meninggalkan surat wasiat kepada keluarga. Jelas ini perintah yang bukan main-main.
Penulis pada artikel terdahulu menyarankan, agar kedua belah pihak (pendemo dan aparat keamanan) berhati-hati, jangan mengorbankan keamanan nasional yang bisa saja demo menjurus kepada sikon seperti di Suriah. Demo yang awalnya damai di Suriah 18 Maret 2011 akhirnya mengarah ke kerusuhan, menuntut presiden Suriah Bashar al-Assad mundur. Situasi kisruh hingga lima tahun menjadi pertempuran bersenjata (baca : kalau-semua-pihak-tidak-hati-hati-indonesia-bisa-seperti-suriah )
Waspada dengan berita Hoax berbahaya karena ada UU ITE (foto :tribun.batam)
Nah, yang sangat berbahaya, kini bertebaran berita-berita hoax (palsu) dimana berita dari sumber resmipun ada yang diedit dan disebarkan. Dengan kemampuan teknologi IT canggih, hal tersebut mudah dilakukan. Belum lagi ada diberitakan kesan dan pandangan yang berbeda antara Polri (Kapolda Metro Jaya yang disebut memerintahkan menembak bila anarkis), walau kemudian dibantah oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Awi Setiyono. Dilain sisi Panglima TNI menegaskan jangan ada pasukan TNI yang melepaskan tembakan kepada pendemo karena demo adalah hak warga negara. Berita-berita seperti ini ingin menggiring publik, bahwa ada perbedaan sikap antara Polri dengan TNI. Ini jelas sangat berbahaya. Apabila terjadi chaos atau terdengar tembakan, ada kemungkinan pengunjuk rasa akan bersikap anti dan menuduh kepada Polri.
Sebenarnya bagaimana membaca kondisi yang berlaku? Untuk melihat seberapa serius serta gentingnya situasi, kita cukup melihat apa yang dikatakan dan dilakukan pimpinan nasional. Presiden menyampaikan bahwa berunjuk rasa diperbolehkan dengan catatan tidak boleh memaksakan kehendak, dan jangan merusak. Presiden mengimbau seluruh masyarakat, termasuk para tokoh agama dan tokoh politik, turut serta mendinginkan suasana dan memberikan kesejukan. Ini berarti memang ada masalah panas yang perlu didinginkan.
Nah, kunjungan Presiden Jokowi yang didampingi oleh Menko Maritim, LBP kepada Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra semakin menegaskan bahwa ada masalah genting yang belum selesai dicari jalan keluarnya di istana. Kunjungan presiden pada jam kerja tersebut walaupun dikatakan membicarakan masalah makro ekonomi serta makro politik dan kebangsaan, nampaknya masalah keamanan pendinginan suasana menjadi fokus utamanya. Presiden mempunyai pembantu pakar ekonomi. Posisi LBP sebagai pendamping menegaskan bahwa masalah politik dan keamanan dibicarakan ketiganya, LBP dinilai faham masalah tersebut dan dikenal berani mengambil sikap sebagai back bone presiden, dia kenal dekat dengan Prabowo saat bertugas di Satuan anti teror Kopassus.
Melihat seriusnya pembicaraan selama dua jam, jelas presiden meminta saran pendapat dan solusi serta klarifikasi dalam menghadapi aksi unjuk rasa tanggal 4 November. Penulis mengenal kedua Jenderal Baret merah itu, LBP sebagai teman satu angkatan di Akabri 1970, berani, cerdik dan terlatih militer keras, sementara Prabowo pernah bersama-sama penulis satu angkatan dalam mengikuti pendidikan intelijen di Pusdik intel Bogor, dikenal keras, smart dan berani, ahli membaca sikon. Keduanya pada masa lalu mempunyai pengalaman dalam mengatasi ancaman disintegrasi.
Jenderal Purn Luhut Panjaitan dan Letjen Purn Prabowo, Jenderal Kopassus (foto : kompasiana)
Masalah inti dari kemelut bangsa saat ini dan mendatang adalah bahaya disintegrasi, dimana umat Islam yang anti Ahok mulai massif bersatu untuk menyerang Ahok yang mereka tuduh dilindungi oleh presiden. Ahok jelas dinilai berseberangan baik dari sisi etnis maupun agama, walau rencana demo menolak disebut berbau SARA. Bahkan mereka mencurigai Polri telah di intervensi presiden. Karena Ahok sudah bukan Gubernur lagi maka pengunjuk rasa mengarahkan tekanan ke istana presiden. Disinilah nampaknya presiden menjumpai masalah besar. Partai Jokowi adalah PDIP yang mendukung cagub Ahok bersama-sama Golkar, NasDem dan Hanura), ada Agus dan Anis yang di dukung parpol-parpol lainnya.
Kini, Jokowi mendatangi Prabowo nampaknya selain untuk meminta saran, juga klarifikasi oposisi agar Gerindra serta PKS sebagai pengusung Anis-Sandi tidak terlibat demo. Demo tanpa parpol bukanlah sebuah ancaman yang terlalu berbahaya, sebuah demo yang hanya dilakukan ormas tekanannya sektoral. Tekanannya tidak seberbahaya apabila ada parpol yang terlibat. Berbeda apabila banyak bendera parpol yang ikut dalam demo. Karena itu GNPF telah mendatangi dan meminta dukungan DPR sebagai wakil rakyat. Sepertinya presiden minta Gerindra dan PKS jangan ikut. Fadli Zon dan Fahri sebagai representasi Gerindra dan PKS sudah menyatakan akan ikut.
Hal lain yang dipikirkan presiden, jumlah pengujuk rasa jelas semakin banya, bahkan bisa mencapai jumlah 500.000 orang, apabila jatuh martir, persoalan chaos hanya menunggu waktu saja. Kirintel kepada presiden pasti berbunyi seperti itu. Karena demo terkait masalah Ahok yang tidak di BAP Polri, sudah terbentuk secara psikologis, polisi berada di posisi yang berseberangan dengan para pengunjuk rasa, merekalah yang dituntut. Disamping itu Polri adalah penanggung jawab masalah keamanan dan ketertiban, akan berhadapan langsung dengan pendemo. Jadi apakah hanya pendemo itu yang dibicarakan, jelas tokoh lebih tinggi lagi, siapa dibelakang gerakan ini, kira-kira begitu yang dibahas.
SBY muda dan Agus Harimurti sama gagahnya, PR bagi Presiden Jokowi ?(Foto : okterus)
Dengan kunjungannya ke Hambalang, kini bagian tersulit Presiden selanjutnya adalah melakukan pendekatan ke SBY yang mendukung anaknya Agus Harimurti sebagai Cagub DKI. Apabila SBY tidak dikunjungi, maka akan muncul spekulasi baru, berarti Jokowi dibawah meja tidak mendapat signal damai dari Demokrat, PAN, PKB dan PPP sebagai parpol pendukung Agus. Besar kemungkinan tanggal 4 nanti, paling tidak ada perwakilan dua parpol bebasis Islam tersebut yang akan bergabung dengan para pengunjuk rasa. Istana mengundang pimpinan NU dan Muhamaddiyah Selasa (1/4/2016). Sementara SBY melakukan pertemuan dengan Wapres Yusuf Kalla.
Kesimpulan dan saran
Situasi anti Ahok sudah semakin membesar, walau disebut sebagai jihad konstitusional, potensi SARA cukup besar akan mudah dimunculkan. Kegagalan mengatasi aksi unjuk rasa secara damai memiliki peluang dan potensi bergesernya tujuan demo dari anti Ahok menjadi anti Jokowi. Sebaiknya Jokowi juga menilai ulang situasi geopolitik kawasan, seberapa besar mereka di luar yang tidak menyukai kebijakannya ? (baca artikel penulis terlampir).
Dalam menilai sebuah situasi dan kondisi intelijen, fakta yang dinilai adalah kekuatan, kemampuan, kerawanan dan niat. Nah, kini presiden Jokowi, perlu meminta inner circle-nya mengukur, apakah dalam menghadapi kemarahan prinsip umat Islam tersebut hanya terdiri dari kelompok radikal (keras), atau ada kelompok moderat yang bergabung? Kalau terjadi penggabungan ini sudah berbahaya. Kekuatan Jokowi sebagai presiden adalah kepercayaan rakyat kepadanya, terutama masalah integritas. Kedekatan dan kepercayaan rakyat yang besar membuat Jokowi akan sulit ditumbangkan oleh siapapun. Kini berapa persen?Itu pertanyaannya dan perlu diuji.
Ahok dan Jokowi pasangan lama di DKI, apakah Ahok akan dilepas? (Foto :piyungan)
Dari sisi kemampuan, mampukah Jokowi menyelesaikan infeksi tanpa mencabut duri penyebabnya? Tuntutan pengunjuk rasa supaya Ahok diperiksa, di BAP, titik. Penulis faham dan tidak faham, mengapa Bareskrim tidak melakukan pemanggilan dan pemeriksaan Ahok, jelas masalah politik menjadi penekan masalah hukum. Apabila dibiarkan, dan isu ini tidak diberhentikan, maka bola salju akan makin membesar dan menjadi lebih liar. Tidak ada cerita, sebuah gerakan yang sudah massif bisa dihentikan dengan sekedar imbauan. Dibutuhkan keputusan yang kongkrit.
Sebetulnya apa kerawanan presiden dalam masalah ini? Selama tidak menyangkut masalah integritas, penulis kira Jokowi dapat membuat keputusan ringan, dan seperti yang lalu-lalu, kekeliruan manajemen akhirnya dimaklumi rakyat. Persoalannya bukan takut kepada massa yang sangat banyak, tetapi kepercayaan masyarakat kepadanya bisa turun, popularitas dan citranya bisa rusak. Jokowi jangan sampai menjadi presiden yang dimusuhi rakyatnya, itu intinya, sementara penyebabnya sudah jelas. Pemerintah tidak boleh kalah dengan pengunjuk rasa, tetapi sebaiknya bijak dalam menyuarakan dan memosisikan diri menghadapi rakyatnya tidak peduli mereka dari kelompok mana. Jokowi menjadi presiden karena dipilih oleh rakyat dan bukan tidak mungkin pemilihnya kini ada di GNPF.
Gus Dur sebagai guru bangsa yang awalnya demikian dicintai rakyat, akhirnya tumbang juga, digantikan Wapres Megawati. Demo kali ini memiliki nilai kerawanan yang sangat tinggi bagi presiden, terlebih lagi apabila pengondisian sudah mencapai tahap “rakyat sudah berfikir dan rakyat sudah memutuskan.” Jangan mengantisipasi sikon seperti mau perang, tetapi dengan paket musyawarah, saling mengerti. Nampaknya ada persaingan dan kepentingan yang jauh lebih besar dibelakang sekedar demo?
Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian, kini dipundaknya tanggung jawab keamanan menangani pendemo tanggal 4 November 2016, demo yang lalu di Balaikota aman setelah Kapolda Metro dan Pangdam Jaya naik ke mobil pendemo (Foto : fajaronline)
Sebagai penutup, bagian yang tersulit adalah membaca niat, biasanya hal ini sangat dirahasiakan, karena tertanam dalam hati seseorang. Kita bisa membaca niat dengan kasat mata setelah demo berlangsug. Kapolri juga sudah khawatir, kalau ada penyusup, Tito pakar anti teror dan dia faham bahayanya. Terlebih penyusupnya ahli teror, pencipta kondisi. Itulah akhir sebuah unjuk rasa. Pak Luhut, Pak Prabowo penulis yakin faham masalah ini karena pernah mengikuti pendidikan anti teror, insurgensi dan ‘riot’, tetapi apa itu solusinya? Penulis percaya, masalah saat ini hanya intelijen yang dapat menjawabnya. Semoga masalah ini bisa terselesaikan dengan bijak, utamanya kita berdoa Allah melindungi bangsa Indonesia dari perpecahan. Aamiiin.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net
Artikel Terkait :
-salah-bersikap-terkait-lcs-bisa-membuat-presiden-jokowi-turun-sebelum-2019
-ahok-banyak-disukai-tapi-belum-teruji-sebagai-cagub-di-dki-jakarta