Teroris Lone Wolf Beraksi Di Tangerang, Tiga Polisi Ditusuk
21 October 2016 | 12:17 am | Dilihat : 1033
Pospol Lalu Lintas, tempat kejadian penyerangan Kapolsek Tangerang di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Tangerang, Kamis (20/10). (Sumber foto : Detikcom/Arief Ikhsanudin)
Sebuah insiden mengejutkan terkait aksi terorisme terjadi Kamis (20/10/2016), sekitar pukul 07.10 WIB, dimana seorang pemuda melakukan penempelan stiker Islamic State di Pos Polisi di pos lalulintas Yupentek Cikokol Kota. Pada kejadian tersebut, Kapolsek Tangerang, Kompol Efendi, bersama dengan Iptu Bambang Haryadi, Kanit Dalmas Polres Metro Tangerang Kota dan Bripka Sukardi anggota satuan lalu lintas Polsek Benteng, menjadi korban penyerangan dan penusukan.
Menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Awi Setiyono, "Effendi luka tusuk, Bambang luka dada kiri dan punggung kiri, Sukardi luka punggung kanan dan lengan kanan. Ketiganya sudah dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Kota," kata Awi, Kamis (20/10
Sementara pelaku yang akhirnya tewas karena mengalami luka tembak, diketahui bernama Sultan Azlianzah (22), alamat Rumah pelaku di RT 03/04, Kelurahan Sepatan, Kabupaten Tangerang. Menurut Awi Setiyono, Sultan meninggal karena kehabisan darah."Itu akibat luka karena dua tembakan di kaki dan satu yang mengenai perut," katanya. Awi juga menjelaskan bahwa pelaku, adalah adik kandung dari dua anggota kepolisian. Sultan adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Kakak pertamanya bertugas di Reserse Narkoba Polres Metro Tangerang dan kakak keduanya berdinas di Satuan Lalu Lintas Polres Metro Tangerang.
Stiker Islamic State (dahulu ISIS) yang ditempelkan di pos polisi oleh Sultan (Foto :harapanrakyat)
Kronologis aksi penyerangan yang disampaikan beberapa saksi, pelaku turun dari kendaraan kemudian menempelkan stiker ISIS (kini bernama IS/Islamic State) di Pos Lantas. Aksinya kemudian ditegur oleh anggota polisi. Sejurus kemudian, pelaku justru menyerang anggota secara membabi buta menggunakan senjata tajam.
Dari tangan pelaku, aparat kepolisian menyita barang bukti, seperti sebuah senjata tajam jenis pisau, sebuah senjata tajam jenis badik, sebuah sarung senjata tajam badik, dua buah benda diuga bom pipa, yang terletak di pinggir jalan dan dipinggir kali, satu tas warna hitam, sebuah sorban putih, sebuah stiker yang menempel di Pos Lantas.
Pelaku kemudian dibawa ke RS dan sempat diinterogasi, memberikan beberapa pengakuan bahwa dia adalah simpatisan ISIS dan tujuan pemuda pengangguran itu menyebutnya ingin membunuh 'Ansor Thogut'. Dalam pengembangan penyelidikan, petugas Gegana yang memeriksa tempat tinggalnya, menemukan bahan pembuat bom, juga ditemukan buku panduan ISIS dan bahan peledak. Dari hasil penelusuran, didapat informasi bahwa Sultan Aziansyah (terduga pelaku penyerangan) disebut-sebut pernah dibaiat sebagai anggota ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) di sebuah pondok pesantren di wilayah Kabupaten Ciamis. Kadiv Humas Polri, Irjen Pol. Boy Rafli Amar, membenarkan bahwa pelaku penyerangan Pos Polisi di Tangerang itu pernah mengenyam pendidikan di sebuah Pondok Pesantren di wilayah Kabupaten Ciamis.
Seusai penindakan terhadap tersangka penyerangan polisi (Foto : pojoksatu)
Menurut para tetangganya Sultan, dikenal kurang bergaul dengan warga, sementara pekerjaannya juga tidak tetap. Setelah penggeledahan, polisi membawa sejumlah benda yang diduga digunakan Sultan untuk merencanakan penyerangan seperti celurit, baut, solder, buku-buku dan sejumlah benda lainnya.
Analisis
Kasus penyerangan oleh Sultan terhadap beberapa orang polisi yang mengaku melakukan penyerangan atas inisiatifnya sendiri dapat dikatakan sebagai tindakan berdiri sendiri yang dalam operasi counter terrorism dikenal dengan istilah Serigala Tunggal (lone Wolf). Kemungkinan besar Sultan sudah dibaiat pada tahun 2015 di Ciamis dan tercuci otaknya. Dia mejadi radikal dan melakukan aksinya dengan pemahaman jihad versi kelompok Islamic State.
Pernah tercatat seorang pria berinisial FL (16) yang sehari-hari mengikuti kegiatan yang diajarkan di sebuah Pondok Pesantren di Ciamis diduga menyembunyikan informasi terkait terduga teroris (DPO Polri) bernama Hamzah simpatisan ISIS/IS. Setelah dilakukan penangkapan terkait dengan Hamzah oleh Densus 88 seusai serangan Thamrin, diketahui Hamzah tergabung dengan kelompok Dian yang merupakan pelaku bom Thamrin. Sementara dua pelaku lain yang ditangkap di Sumedang, dengan inisial I dan H, diketahui pernah terkait dengan pelatihan militer di Aceh, sebelum akhirnya tergabung dengan jaringan Islamic State.
Kemunculan sampel lone wolf ini sangat perlu diperdalam oleh aparat intelijen dan Polri, karena kasus serangan serigala tunggal paling sulit dijejaki keberadaan serta aksinya dimanapun. Mereka bisa muncul sewaktu-waktu tanpa terduga. Pada tahun 2013, polisi sempat tercekam dengan aksi teror terencana oleh team juga di wilayah Tanggerang Selatan antara bulan Juli-Agustus.
Lone wolf atau Serigala Tunggal dalam terminologi counter terrorism adalah pelaku serangan yang tradikalisasi jiwanya karena pengaruh propaganda sehingga dia mau melakukan serangan (Foto : RichSwier)
Saat itu terjadi empat penembakan di kepala terhadap anggota polisi di kawasan Tangerang Selatan yang berbatasan dengan wilayah Ibu Kota. Tercatat tiga polisi tewas dan seorang mengalami luka-lukaakibat luka tembak. Para korban ditembak kepalanya saat mengendarai sepeda motor, kasus terjadi pada pagi hari (04.30-05.00) dan malam hari 21.30. Lokasi di Pamulang, Ciputat dan Pondok Aren.
Setelah sekian bulan tidak terdengar aksi terorisme jaringan Islamic State, maka aksi teror yang dilakukan Sultan terasa menggigit pemberitaan, sehingga Presiden Jokowi ikut bereaksi agar kasus di dalami. Amerika Serikat dengan kemampuan deteksi teknologi intelijen yang hebat saja, menurut index terrorism mengalami banyak kecolongan serangan teror lone wolf, yaitu pelaku yang teredekalisasi akibat pengaruh media propaganda terorisme.
Bagaimana dengan kita? Kasus ini membuktikan bahwa aksi teror masa kini tidak perlu dikendalikan oleh pusat terorisme nun jauh di sana, tidak perlu juga dengan bom dan senjata berat. Kini menjadi lebih sederhana, golok, pisau dan badik saja mampu menimbulkan tekanan dan keresahan khususnya dikalangan polisi sebagai musuh utama mereka. Menurut penulis, hal lain yang perlu di dalami lagi, ada pemuda usia 22 tahun bahkan dari keluarga penegak hukum yang teradikalisasi. Pertanyaannya, dimana inti permasalahannya?Inilah pekerjaan rumah intelijen dan polisi.
Penulis : Marsda Pur Prayitno Ramelan, Analis Intelijen, www.ramalanintelijen.net