Pemerintah Harus Lebih Cepat, Kembali 4 WNI Diculik Abu Sayyaf, Satu Ditembak
16 April 2016 | 5:50 pm | Dilihat : 893
Ilustrasi Kapal Tunda (Tug Boat) yang kini disukai Abu Sayyaf untuk dibajak, karena kecepatannya rendah saat menarik Tongkang (Foto : tugster)
Pada hari Jumat kemarin (15/4/2016) kembali terjadi pembajakan yang dilakukan oleh kelompok teroris Abu Sayyaf terhadap kapal tunda dan tongkang berbendera Indonesia yang berisi 10 WNI di perairan Filipina Timur dari Mataking Island. Siaran pers Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menjelaskan pembajakan terjadi terhadap kapal Tunda TB Henry dan kapal Tongkang Cristi di perairan perbatasan Malaysia-Filipina pada hari Jumat 15 April 2016 sekitar pukul 18.31 WIB.
Kedua kapal tersebut dibajak dalam perjalanan kembali dari Cebu, Filipina menuju ke Tarakan. "Kapal membawa 10 orang ABK (Anak Buah Kapal) WNI. Dalam peristiwa tersebut satu orang ABK tertembak, lima orang selamat dan empat orang diculik," demikian bunyi siaran pers Kemenlu, Sabtu (16/4/2016). ABK yang ditembak dibawa ke Semporna dan lima yang selamat beserta kapal TB Henry dan kapal tongkang Cristi dibawa Polisi Maritim Malaysia ke Pelabuhan Lahat Datu, Negara Bagian Sabah.
Mataking Islands di perbatasan laut Filipina dan Malaysia tempat pembajakan Kapal berbendera Indonesia TB Henry oleh Abu Sayyaf, empat WNI menjadi sandera, motivasi belum diketahui, kemungkinan uang tebusan (Foto: cuti.my)
Tindakan pembajakan yang dilakukan oleh Abu Sayyaf menurut penulis mengandung misteri yang perlu diperdalam oleh intelijen. Dalam tiga minggu terakhir terjadi tiga kali pembajakan terhadap kapal kecil Indonesia dan Malaysia. Pertama, pembajakan kapal tunda Brahma tanggal 26 Maret, 10 pelaut Indonesia kemungkinan dibawa ke Pulau Sulu atau Basilan. Abu Sayyaf meminta tebusan Penculik meminta uang tebusan sebesar 50 juta Peso atau setara Rp 14,2 miliar. Komunikasi dilakukan langsung kepada keluarga sandera.
Kedua pembajakan tanggal 1 April, terhadap kalap MV MASSIVE 6, dekat Sabah Pulau Ligitan, dalam perjalanan dari Filipina ke Tawau para penculik membawa empat WN Malaysia, melepas empat WN Indonesia dan Myanmar. Penculik juga menuntut untuk uang tebusan yang dirahasiakan jumlahnya.
Foto empat sandera WN Malaysia, tayang pada laman Face Book, jumlah permintaan tebusan dirahasiakan (Foto : international.sindonews)
Pada Kamis pagi (14/4/2016), gambar dari empat sandera Malaysia telah diunggah di Facebook. Empat pelaut Malaysia (Wong Teck Kang, 31, Wong Hung Sing 34, Wong Teck Chii, 29, dan Johnny Lau Jung Hien, 21, semuanya dari Sarawak) terlihat berjongkok dengan salah satu dari mereka memegang selembar kertas dengan tulisan "Victor Troy" dengan tulisan tanggal April 8, 2016. Laman Facebook dengan nama "Victor Troy Poz" diyakini telah baru-baru dibuat oleh kelompok Abu Sayyaf dan diyakini sebagai akun palsu.
Kapal Malaysia MV Massive yang dibajak pada tanggal 14 April 2016 juga kapal berkecepatan rendah, masih misteri 4 WNI dilepas Pembajak Abu Sayyaf (Foto ;international.sindonews)
Masih belum jelas kelompok Abu Sayyaf dari faksi mana yang menculik namun diyakini mereka ditahan oleh sub-komandan tertentu yang dikenal sebagai Sawajan. Militer Filipina mengatakan, informasi awal menunjukkan para pelaut mungkin telah diambil oleh faksi Abu Sayyaf di Sulu, sebuah pulau terpencil di Selatan yang merupakan tempat persembunyian dari militan, Mereka mengatakan nama yang digunakan pada halaman Facebook kemungkinan besar fiktif, tapi itu tampaknya menjadi upaya membuka modus komunikasi dengan anggota keluarga korban dan lain-lainnya.
Kini, Jumat kemarin, patut diduga kembali Abu Sayyaf membajak kapal tunda Indonesia, sempat menembak seorang awak kapal membebaskan lima orang dan menculik empat lainnya. Hingga kini belum ada komunikasi apa keinginan, tuntutan atau tujuan mereka menculik.
Kebijakan Pemerintah Filipina
Pemerintah Filipina sesuai dengan konstitusinya tidak mengijinkan negara lain melakukan operasi militer di negaranya. Mereka menegaskan kebijakan "no-ransom policy" (tidak menyetujui kebijakan pembayaran tebusan). Selama ini beberapa pembebasan dengan membayar tebusan beberapa kali dilakukan dibayar langsung oleh pemerintah masing-masing sandera, seperti WN Malaysia empat bulan lalu seorang wanita dibebaskan karena membayar, sementara Bernard Then yang tidak ditebus kemudian dipenggal kepalanya.
Juru bicara Militer Filipina, Kolonel Restituto Padilla mengatakan mereka terus berusaha melakukan penyelamatan sandera. Kebijakan menolak tuntutan tebusan. "Penculikan kelompok tersebut untuk uang tebusan apabila dipenuhi sering meningkatkan tuntutan mereka. Kami percaya bahwa operasi kami semakin dekat dengan mereka (Foto: news.abs-abs)
Pada bulan Oktober 2014 Abu Sayyaf mengklaim menerima 250 juta Peso (US$ 5.300.000) dalam pertukaran untuk dua sandera Jerman yang disekap selama 6 bulan. Analis keamanan mengatakan uang tebusan yang besar benar telah dibayarkan.
Kelompok bersenjata Abu Sayyaf membebaskan mantan pendeta Italia Rolando del Torchio, Jumat (8/4/2016) setelah enam bulan dikurung, di pulau Filipina selatan Sulu. Pasukan Filipina dan polisi menemukan Rolando del Torchio di sebuah kapal Feri di pelabuhan Jolo di provinsi Sulu, dan membawanya ke sebuah klinik militer untuk pemeriksaan karena kesehatan, karena kondisi kesehatannya yang buruk.
Sebuah situs berita Filipina melaporkan, del Torchio dibebaskan setelah uang tebusan dibayar. Situs lain melaporkan untuk membebaskan del Torchio, pemerintah Italia membayar USD630.000 (Foto ; Al-Jazeera)
Angkatan bersenjata Filipina mengaku masih bisa membebaskan 10 kru kapal asal Indonesia seorang diri tanpa bantuan militer negara lain. Militer melakukan penyerangan kubu Abu Sayyaf di Pulau Basilan yang menimbulkan korban militer 18 tewas dan 53 luka-luka, sementara pihak Abu Sayyaf 28 tewas dan 26 luka-luka.
Nampaknya kini militer Filipina lebih fokus dan serius menyerang Abu Sayyaf pimpinan Isnilon Hapilon di Basilan dengan mengerahkan lima batalyon pasukan didukung artileri dan unsur udara.
Perkembangan Terakhir
Kelompok Abu Sayyaf dislokasinya tersebar di Pulau Tawi-Tawi, Sulu dan Basilan, dimana pimpinan tertingginya (Isnilon Hapilon) bersembunyi di hutan Toli-Toli Basilan. Hingga kini nasib sandera-sandera belum jelas, dimana masih terdapat dua orang WN Kanada, seorang WN Norwegia, satu WN Belanda, satu WN Jepang, empat WN Malaysia dan 10 WN Indonesia ex Brahma plus 4 lainnya ex TB Henry (yang baru disandera) serta seorang wanita Filipina yang diculik dari sebuah resor pantai di pulau selatan September lalu.
Pada hari Jumat (115/4/2015), Abu Sayyaf mengumumkan tenggat waktu baru atas nasib sandera, yaitu tanggal 25 April 2016 terhadap tiga tawanan asing (dua WN Kanada , satu Norwegia) dan Filipina, mengancam akan mengeksekusi salah satu dari empat apabila tebusan tidak dibayarkan. Mereka menurunkan permintaan uang tebusan dalam sebuah video yang diposting di media sosial. Dalam video tersebut ditayangkan para sandera dengan parang di leher mereka, meminta keluarga dan pemerintah mereka untuk membayar uang tebusan sebesar 300 juta peso ($ 6.510.000) masing-masing, turun dari angka satu miliar peso per kepala.
"Ini sudah ultimatum," kata pemimpinAbu Sayyaf yang bertopeng. "Kami pasti akan memenggal kepala salah satu dari empat ini," tambahnya, eksekusi akan dilakukan tanggal 25 April 2016 pukul 15.00 (Foto :unik6)
Menanggapi ancaman tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri Kanada, Rachna Misra di Otawwa mengatakan pemerintah memahami ancaman pada video tersebut. "(Kami) tidak akan berkomentar atau memberikan informasi apa pun yang dapat membahayakan upaya-upaya atau membahayakan keselamatan warga negara Kanada," katanya.
Sementara itu pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan terus melakukan kordinasi dengan pemerintah Filipina. Pemerintah Indonesia menyatakan telah menyiapkan tiga opsi untuk menyelamatkan sandera WNI tersebut. Mulai dari negosiasi, diplomasi dan operasi militer.
Suatu hal yang perlu menjadi pemikiran ketiga pemerintah (Filipina, Indonesia dan Malaysia), kasus penculikan terhadap orang asing oleh Abu Sayyaf baru-baru ini terjadi di daerah-daerah yang sebelumnya dianggap aman dan di luar jangkauan kelompok. Hal ini jelas telah menimbulkan kekhawatiran baru banyak pihak. Tahun lalu para militan memenggal kepala seorang pria Malaysia setelah menculiknya dari restoran di tepi pantai di negara bagian Sabah Malaysia.
Yang menurut penulis perlu diwaspadai, Juru bicara Komando Mindanao Barat dari militer Filipina, Mayor Filemon Tan Junior, pada awal penculikan 10 WNI mengatakan bukan tugas militer untuk menangani penculikan itu. "Kami (militer) bertugas untuk mendukung polisi, karena (pembebasan) penculikan adalah operasi penegakkan hukum," kata Tan.
Nah, kini militer melakukan serangan besar-besaran ke Basilan (Tipo-Tipo) untuk menghancurkan kelompok Isnilon Hapilon. Jadi siapa yang seutuhnya bertanggung jawab membebaskan sandera?. Militer menggunakan momentum terjadinya sandera dan penumpukan kekuatan TNI di Tarakan sebagai sebuah momentum untuk menghancurkan Abu Sayyaf, kalau kemudian sandera bisa bebas jelas sebuah keberuntungan. Menurut penulis, peluang selamatnya sandera dalam operasi militer oleh pasukan Filipina seperti itu jelas dibawah 50 persen
Kawasan rawan pembajakan oleh teroris Abu Sayyaf (Foto :go2travelmalaysia)
Oleh karena itu, selanjutnya nampaknya perlu segera dibuat peta daerah bahaya di kawasan yang rawan pembajakan tersebut. Selanjutnya, sebaiknya dilakukan patroli laut gabungan ketiga negara, untuk pengamanan kawasan rawan pembajakan. Selain itu perlu dilakukan tindakan tegas terhadap setiap aksi teror termasuk dengan motivasi kriminal. Dalam kasus seperti ini, sebagai negara sahabat, Filipina sebaiknya menyetujui sebuah operasi gabungan khusus counter terrorism, menerima bantuan militer negara sahabat dalam menanggulangi ancaman teror yang apabila dibiarkan akan semakin meluas dan membesar.
Di Afghanistan, Syria dan Irak operasi gabungan hal yang biasa dilakukan, terlebih Indonesia, Malaysia dan Filipina adalah negara sahabat dalam wadah Asean, bukankah begitu?. Karena terorisme makin mendunia, tidak perlu negara-negara bergabung dalam sebuah pakta pertahanan untuk melakukan operasi counter terrorism, ini yang perlu disadari pemerintah Filipina.
Kesimpulan terakhir, pemerintah sebaiknya bekerja melalui jalur tertutup, membebaskan sandera dengan upaya sendiri, memerintahkan perusahaan untuk membayar, karena opsi militer nampaknya masih jauh untuk mendapat release Filipina. Nasib sandera kini tergantung kepada kecepatan gerak Badan Intelijen (BIN atau Bais TNI). Jadi pejabat jangan hanya berucap "negara tidak akan tunduk kepada pembajak, tidak akan membayar," itu kita faham Sir. Lantas kalau sandera kita di eksekusi, rakyat bisa marah pak, maaf kalau tidak berkenan.
Penulis : Marsda (Pur) Prayitno Ramelan, Intelligence Analyst, www.ramalanintelijen.net