Menilai Konser Teroris di Thamrin dari Sudut Pandang Intelijen
16 January 2016 | 8:45 am | Dilihat : 1301
Salah satu pelaku (Afif?) di persimpangan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta, tertangkap kamera, Kamis (14/1). Pelaku mengeluarkan senjata di tengah kepanikan warga pasca ledakan bom. (Foto : REUTERS/Veri Sanovri/Xinhua)
Pada penggerebekan kelompok Abu Jundi di Sukohardjo pada 19 Desember 2015, didapat informasi menarik kata sandi baru 'konser' sebagai pengganti sandi pengantin. Konser bagi jaringan teroris di Indonesia adalah serangan, berupa serangan bunuh diri yang difahami sebagai keyakinan berjihad dan mati syahid.
Aksi konser teroris yang dilakukan pada hari Kamis (14/1/2016) pagi di kawasan Pusat Perbelanjaan Sarinah, Jl MH Thamrin cukup mengejutkan aparat keamanan. Beberapa orang melakukan aksi pemboman, dan penembakan dengan pistol khususnya di cafe Starbuck Menara Cakrawala, serta pengeboman Pos Polisi di perempatan jalan dimuka Sarinah.
Pos Polisi yang rusak setelah di bom oleh pelaku (foto: liputan6)
Serangan berani lebih kepada nekat dari sel teroris tersebut dinilai sudah dirancang dengan perencanaan yang rapih, walaupun dalam pelaksanaannya para pelaku terlihat amatir, mereka menjadi panik setelah dikepung dan diserang oleh aparat kepolisian. Memang diantara mereka nampaknya siap mati kerena salah satu penyerang tanpa tutup muka, ekspose saat beraksi ditengah kerumunan massa dengan mengebom dan kemudian menembak target utamanya yaitu anggota polisi. Beruntung lima anggota polisi yang menjadi korban hanya mengalami luka-luka.
Setelah penangkapan jaringan sel Abu Jundi di Sukoharjo, Mojokerto, Tasikmalaya serta sel Arief Hidayatullah (Abu Mushab) di Bekasi, penulis membuat artikel "Densus Melakukan Penangkapan Jaringan Abu Jundi dan Abu Mushab" (www.ramalanintelijen.net/?p=10260 ). Dalam kesimpulan, penulis menyampaikan "Semoga kondisi keamanan demikian adanya, karena istilah konser, bisa saja mereka terinspirasi dengan serangan teror saat ‘konser’ band Eagles di Paris, yang menewaskan 89 orang dan melukai 352 orang."
Penangkapan kelompok Abu Jundi (foto : jateng.tribunnews)
"Menghadapi kelompok teror, terlebih mereka yang kini menjadi lebih militan dan maju dalam berkomunikasi, sebaiknya kita jangan over confident. Suksesnya serangan teror spektakuler di Paris 13 November 2015 menurut penulis disebabkan karena lengahnya aparat intelijen dan keamanan Perancis. Akibatnya terbukti sangat fatal."
Kesimpulan penulis dasarkan dengan ditangkapnya jaringan Abu Mushab serta seorang warga Uighur yang dipersiapkan menjadi pelaku suicide bombing dan sudah bersembunyi dan menempati safe house di Bekasi yang relatif dekat dengan Jakarta. Dalam pengakuannya setelah diinterogasi Densus, Abu Mushab mengaku mempersiapkan serangan dengan kodal serta arahan dari Bahrun Naim yang berada di Raqqa, Suriah.
Sel Teror di Indonesia
Intelijen dalam mengukur sel teror dengan rumus K3N (Kekuatan, Kemampuan, Kerawanan serta Niat). Pada serangan Kamis pagi itu, kekuatan penyerang hanya sekitar satu regu yang sudah mempersiapkan diri, terbuka dan siap melakukan konser jihad. Menurut Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Tito Karnavian, masih cukup banyak sel-sel teroris yang belum tertangkap dan terhubung satu sama lainnya. Apabila satu sel ditangkap maka sel lainnya akan berpindah. Penulis menyebut sebagai langkah desentralisasi.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian saat memberikan penjelasan hasil penindakan teror di Sarinah, dihadiri Menkopolhukam dan Panglima TNI (Foto : jppn)
Kekuatan dalam pengertian jumlah, mereka tidak terlalu banyak, menurut data BNPT, patut dicurigai mereka yang kembali dari Suriah bisa membentuk sel yang cukup terlatih. Jumlah yang berangkat ke Suriah menurut BNPT 384, mati terbunuh di Suriah 54, yang kembali ke Indonesia 47 dan yang diketahui akan berangkat 59.
Kekuatan sel teroris terbentuk dari beberapa jaringan utama, yaitu pertama jaringan NII terdiri dari Tauhid Wal Jihad (Oman Abdurahman, kini di Nusakambangan, tokoh ISIS dan pembaiat), Kompak (Aris Munandar), Mujahidin Jakarta dan Batalyon Abu Bakar (Abu Omar), Laskar Jundulah (Abdul Hamid), Wahdah Islamiyah (Zaitun Rasmin). Kedua, jaringan Khilafah Islamiyah terdiri dari Al-Qaeda Indonesia (Abu Bakar Ba'asyir/ABB), Mujahidin Indonesia Timur (Santoso), Mujahidin Indonesia Barat (Abu Roban/ Bachrumsyah), Taliban Malayi/Santri Melayu (Bagus dan Gusri).
Pimpinan Al-Qaeda Ayman al-Zawahiri dan Pimpinan ISIS Abu Bakr al-Baghdadi tidak sejalan (Foto :atjehcyber)
Kini pada umumnya jaringan tersebut menjadi lebih tertarik dengan konsep ISIS dibawah Abu Bakr al-Baghdadi yang mereka nilai lebih konkrit. Mereka lebih menyukai konsep penerapan Syareat Islam dengan keras, lebih kepada aksi brutal berupa hukuman penggal kepala dan pembakaran tubuh.
Dalam sisi kemampuan, kekuatan sel teror bersandar kepada para seniornya yang berasal dari pelatihan di Afghanistan, Irak dan Suriah. Disamping itu juga terdapat alumnus pelatihan di Poso. Bahkan salah satu penyerang di Sarinah, terdapat mantan napiter (napi teroris) ex pelatihan Aceh atas nama Afif alias Sunakim.
Dari sisi kekuatan dan kemampuan, penulis berpendapat bahwa ancaman potensial bisa terbentuk pada akhir 2016 -2017 saat penempur ISIS yang berada di Suriah sudah kembali ke tanah air. Ancaman nyata akan lebih terlihat berbahaya.
Sementara dari sisi kerawanan, yang menurut pakem intelijen berupa kelemahan yang apabila di eksploitir bisa menyebabkan kelumpuhan. Mereka saat ini kapabilitasnya masih rendah, berbeda dengan aksi teror Paris atau Mumbai misalnya. Apabila kemarin aparat keamanan harus berhadapan dengan tambahan hanya dua AK-47 saja, maka peristiwa konser Bataclan bisa terjadi. Efeknya akan jauh lebih besar dan berbahaya. Penutupan ruang gerak latihan yang kini terpusat di Poso jelas menurunkan kemampuan mereka. Disamping itu nampaknya terdapat permainan dana, karena terindikasi dugaan korupsi berupa penyelewengan dana bantuan operasi dari luar negeri oleh beberapa pelaku.
Dari sisi 'niat', mereka sudah mengadopsi serangan teror berupa kombinasi serangan bom bunuh diri dengan serangan senjata. Dengan penekanan berani mati, nekat, agak show off, maka aksi mereka di Sarinah dinilai merupakan aksi besar teroris setelah serangan terakhir pemboman bunuh diri di Hotel JW Marriott pada tahun 2009.
Profil Bahrun Naim yang menurut Kapolda Metro Jaya adalah dalang serangan teror di Sarinah, diperkirakan berada di Raqqa, Suriah (Foto :lensaindonesia)
Siapa pelakunya? Tito Karnavian mengatakan bahwa Bahrun Naim, adalah perencana serangan teror di Sarinah itu. Tampaknya dia telah memosting di Blognya pada bulan November 2015, dimana ia menyetujui serangan Paris. Khususnya keberhasilan mereka dalam mencapai jumlah kematian yang tinggi. Sebagai ahli IT, Naim memanfaatkan untuk mengatur, merekrut dan memperluas daerah operasi, walau disisi lain memungkinkan aparat intelijen untuk melacak mereka.
Naim dikatakan oleh Tito sebagai pendiri Katibah Nusantara, dikenal membangun unit militer di Asia Tenggara dibawah ISIS. Katibah Nusantara dibentuk berbahasa Melayu, terdiri dari warga Indonesia, Malaysia dan negara lain di Asia Tenggara ini mirip dengan perekrutan veteran Indonesia dan Malaysia saat berjihad melawan pendudukan Soviet di Afghanistan tahun 1980-an untuk bergabung Jemaah Islamiyah. Pada bulan April 2015, anggota Katibah Nusantara ada yang ditangkap di wilayah yang dikuasai oleh pasukan Kurdi di Suriah.
Motif, Kesuksesan dan Kegagalan Terorisme
Dari serangan yang terjadi di Kawasan Sarinah tersebut, nampaknya motif serangan adalah lebih kepada upaya menunjukkan eksistensi adanya jaringan ISIS di Indonesia yang mampu melakukan aksi nyata. Pesan itu mereka tunjukkan berupa aksi brutal pengeboman serta pembunuhan warga asing serta upaya membunuh aparat kepolisian.
Menara Cakrawala dengan gerai Starbuck saat terjadinya kontak tembak antara teroris dan Polisi (foto : bentagar)
Kemana arah serangan sebenarnya? Serangan terhadap sasaran-sasaran Barat, gereja dan kelompok Islam nonmainstream telah menyibukkan aparat keamanan Indonesia selama 15 tahun terakhir. Di Indonesia sebelum munculnya gerakan ISIS merupakan basis Jamaah Islamiyah (JI) yang telah melakukan beberapa serangan besar sejak tahun 2002. Kelompok ini terkait dan mendukung Jabhat al-Nusra yang merupakan jaringan Al-Qaeda di Suriah. Dengan munculnya ISIS, tokoh JI, Ba'asyir telah berbaiat kepada Baghdadi.
Pemilihan target dari aksi 'konser' yang terjadi di Menara Cakrawala; dekat dengan pusat perbelanjaan Sarinah, terletak di jantung Ibukota, dekat dengan Istana, Kedutaan besar AS, Perancis, diawali dari cafe Starbuck. Dari dampak psikologisnya, sekecil apapun serta sedikit apapun jatuhnya korban, akan memunculkan efek berantai. Perencana nampaknya menghitung, target lokal adalah polisi yang mereka sebut taghut, Starbuck adalah simbol Barat dan jatuhnya korban warga asing akan memberi dampak tersendiri. Mereka memperkirakan efeknya akan menggelinding dan menekan Indonesia dan bahkan negara lainnya.
Memang sejak terjadinya serangan pada pukul 10.40 WIB, terlihat suasana yang mencekam dan menjadi santapan media serta sosial media. Aksi teror diberitakan besar-besaran, tidak hanya oleh media lokal, juga oleh media internasional seperti CNN dan BBC menurunkan tim khusus. Inilah yang diharapkan oleh teroris, aksi mereka secara gratis disiarkan ke seluruh dunia.
Nah, kemudian ISIS melalui medianya menyatakan bahwa pejuang negara Islam telah melakukan serangan bersenjata terhadap warga asing di Ibukota Indonesia serta aliansi tentara salib. Kesuksesan serangan hanya bernilai selama empat jam, dimana dalam aksi counter terrorism yang spektakuler ditayangkan media serta direkam dan disiarkan oleh netizen. Polisi melakukan penindasan dan berhadapan langsung dalam tembak menembak dan membersihkan ancaman. Lima teroris dinyatakan tewas dan empat diantaranya ditangkap. Memang terdapat dua korban lainnya tewas dan total 33 menderita luka-luka dan 24 di antaranya dirawat di beberapa RS. Terdapat lima anggota Polri mengalami luka-luka.
Sementara ini diketahui bahwa sel-sel teror memang masih aktif di Indonesia, mereka kini masih menunjukkan keinginan terlibat dalam aksi ISIS di Suriah dibandingkan dengan melakukan aksi teror di Indonesia. Seperti penulis katakan, sel yang beraksi tersebut walau cukup nekat dan terencana, mereka kurang terlatih dan sebagian besar tidak kompeten. Terdapat perubahan menetapkan sasaran dari sel teroris yang kembali menargetkan orang asing, setelah mereka berhenti sejak tahun 2009.
Presiden Jokowi bersama beberapa pejabat saat meninjau TKP di Thamrin (Foto : liputan6)
Sementara Presiden Jokowi menyatakan, "Tindakan ini jelas ditujukan untuk mengganggu ketertiban umum dan menyebarkan teror di antara orang-orang. Negara, bangsa dan orang-orang tidak perlu takut, dan dikalahkan oleh, tindakan teror seperti itu," tegas presiden. Pasca serangan terbentuk kekuatan publik yang menyatakan rasa tidak takut dalam menghadapi aksi teror.
Keberhasilan aparat keamanan dalam meredam dan menguasai aksi teror Sarinah itu telah mampu mengantisipasi dampak negatif yang umumnya akan langsung mengimbas perekonomian, pariwisata dan nilai tukar khususnya. Kamis Sore itu, masyarakat menjadi jelas dengan apa yang terjadi dan bagaimana aparat mampu mengatasi masalah. Yang dibutuhkan masyarakat serta pelaku bisnis adalah kejelasan dan ketenteraman. Ini kelebihan aparat keamanan (Polri) yang juga dipuji banyak negara.
Demikian analisis tentang serangan teror di kawasan Sarinah, sementara dapat disimpulkan bahwa nilai sukses aksi konser Sarinah itu jauh lebih kecil dibandingkan nilai kegagalannya. Sebagai penutup, perlu kita sadari dan harus tetap dipertahankan, bahwa besarnya toleransi keberagaman agama dan budaya khususnya telah membuat sebagian besar wilayah Indonesia tidak subur untuk berkembangnya merek Negara Islam yang terus beraksi dengan semangat puritannya. Semoga bermanfaat.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net