Islamic State Akan Membentuk Khilafah Jarak Jauh di Indonesia
24 December 2015 | 5:16 pm | Dilihat : 697
Jaksa Agung Australia, George Brandis, menyatakan ISIS mengincar Indonesia sebagai target Kekhalifahan jarak jauh (Sumber Foto:theaustralian.com.au)
Jaksa Agung Australia, George Brandis mengatakan kelompok teroris ISIS tengah mengincar Indonesia sebagai khilafah jarak jauh. Dengan pemeluk agama Islam terbesar di dunia, membuat ISIS yang kini bernama Islamic State (IS) ISIS telah mendeklarasikan niatnya mendirikan khilafah di luar timur tengah, semacam kekhalifahan level provinsi. Mimpi membangun khilafah jarak jauh di Indonesia menurut Brandis merupakan salah satu tujuan ISIS. “ISIS memiliki ambisi untuk meningkatkan kehadiran dan aktivitas di Indonesia, baik itu secara langsung maupun melalui perantara,” kata Brandis kepada surat kabar Australia, Sydney Morning Herald seperti dikutip oleh The Guardian Selasa (22/12/2015).
Menko Polhukam, Luhut B. Pandjaitan bersama Menteri Hukum dan HAM Australia Michael Keenan MP serta Jaksa Agung Australia George Brandis menggelar jumpa pers pada hari Senin (21/12/2015) dalam rangka Joint Communique, The 2015 Indonesia-Australia Ministerial Council on Laws and Security. Turut mendampingi Menko Polhukam adalah Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti dan Kepala Badan Intelijen Negara, Sutiyoso.
Dalam keterangan persnya Menko Polhukam menegaskan tiga hal yang menjadi pokok pembahasan pada pertemuan yang diselenggarakan di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta tersebut, yaitu terkait masalah penanggulangan terorisme, cyber security, dan intelijen. Dikatakannya bahwa pemerintah Indonesia telah menerima secara rinci intelijen tentang kemungkinan serangan teroris dari sekarang ke masa depan.
"Indonesia saat ini berada pada posisi siaga cukup tinggi terutama di bandara dan beberapa titik strategis dan sejauh ini kami telah berhasil dalam kegiatan pemantauan," katanya. "Tidak ada negara yang kebal dari terorisme tapi saya jamin kami bekerja sangat keras untuk mengatasi masalah ini."Menkopolhukam Luhut Panjaitan didampingi Kapori dan Kepala BIN menerima Jaksa Agug Australia Georgr Barandis serta Menkumham Michael Keenan MP di kantor Polhukkam (foto: suara.com)
Para petinggi kedua negara menyepakati menjalin kerjasama dalam menangkal aliran keuangan gelap yang digunakan untuk mendanai organisasi-organisasi teroris, seperti telah dibahas dalam Counter-Terorism Financing Summit yang digelar di Sydney, Australia November 2015 lalu. Selain isu terkait perlawanan terhadap teroris asing juga akan menjadi salah satu fokus kerjasama. Pemerintah kedua Negara bersepakat untuk mengatasi ancaman teroris asing dengan meningkatkan kemampuan melalui jalur edukasi dan training serta pertukaran teknologi.
Terkait pernyataan Jaksa Agung Brandis, hal sensitive tersebut terlontar setelah Kapolri Badrodin Haiti mengumumkan keberhasilan polisi menggagalkan rencana bom bunuh diri di Jakarta berkat bantuan informasi Kepolisian Federal Australia (Australian Federal Police ) dan FBI dari Amerika Serikat demikian penjelasan dari AFP.
Pihak berwenang Indonesia dilaporkan telah diperingatkan untuk mewaspadai ancaman teror hingga tahun baru. Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mengatakan sembilan teroris yang ditangkap di lima tempat yang berbeda merupakan kelompok Abdul Karim alias Abu Jundi. Badrodin membenarkan Jundi menjadi simpatisan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Jundi ditangkap di jalanan Kota Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu, 19 Desember 2015. Badrodin menerangkan Jundi berniat melakukan aksi bom bunuh diri dan penyerangan pada malam Natal atau tahun baru 2016 beserta kelompoknya.
Perkembangan Islamic State membentuk Khilafah Jarak Jauh
Seperti diketahui, kelompok teroris ISIS yang kini bernama IS (Islamic State) berawal dari kelompok AQI (al-Qaeda in Iraq). Sementara AQI berasal dari sebuah organisasi jihad bernama Tawhid wal-Jihad yang didirikan oleh Abu Musab al-Zarqawi di Irak Utara. Setelah AS menginvasi Irak tahun 2003, organisasi Zarqawi tumbuh lebih aktif dan bergabung dengan al-Qaeda pada tahun 2004, nama kelompok kemudian diubah menjadi menjadi al-Qaeda in Irak (AQI).
Alm. Abu Musab al-Zarkawi Pendiri al-Qaeda in Iraq (foto;geopolitic.smadessuper)
Al-Zarqawi adalah aktor paling berpengaruh dalam setiap timbulnya kekacauan di Irak antara tahun 2003 hingga 2006. Dia menetapkan kebijakan eksplisit dalam memicu kekerasan sektarian dengan tujuan untuk menggalang komunitas Sunni di sekitar kelompok-kelompok jihad Sunni. Taktik inilah yang terus dipergunakan baik oleh ISIS yang kemudian menjadi Islamic State hingga sekarang.
Dari beberapa literatur, diketahui pada akhir tahun 2006, AQI bergabung dengan delapan kelompok pemberontak Islam lainnya dan membentuk Negara Islam Irak (ISI), tanpa sepengetahuan dari pimpinan teras dari al-Qaeda. Nama ISIS ini menunjukkan ambisinya yang besar, bukan hanya sebuah sebuah kelompok jihad belaka, tetapi mereka membentuk sebuah embrio kekhalifahan yang diatur oleh hukum Islam. Zarkawi tewas dalam sebuah serangan udara oleh pihak AS.
Aliansi antara al-Qaeda dan ISIS kemudian terputus, ISIS berseberangan dengan Jabhat al-Nusra, sebuah cabang al-Qaeda di Suriah yang dipimpin oleh Abu Mohammad al-Jolani. ISIS dibawah kepemimpinan Abu Bakr al-Baghdadi mengklaim bahwa kepemimpinan al-Qaeda lemah. ISIS sekarang bisa mengklaim sejarah dan basis dukungan terkait kredibilitas, dan kepemimpinan pusat al-Qaeda yang lemah. Bahkan seorang juru bicara ISIS menyatakan bahwa pemimpin Al-Qaeda pengganti Osama bin-Laden, Ayman al-Zawahiri, adalah pendosa, dan Jolani tidak kurang dari pengkhianat. Demikian tajam perbedaan antara AS dengan al-Qaeda.
Pimpinan Al-Qaeda Ayman al-Zawahiri pengganti Osama bin Laden (foto :telegraph)
Zawahiri kemudian mengumumkan bahwa ISIS tidak lagi ada hubungannya dengan al-Qaeda. Sejak tahun 2013 ISIS telah berubah, tidak lagi hanya merupakan sebuah kelompok teroris belaka, tapi lebih mirip kesatuan militer terorganisir yang mampu menguasai dan mengelola wilayah. Mengatur wilayahnya berdasarkan prinsip-prinsip keras dengan hukum/persepsi Islam.
ISIS juga telah menimbulkan ketakutan dan kecaman dari seluruh dunia karena mengeksekusi brutal wartawan asing dan pekerja bantuan kemanusiaan, serta lawan yang tertangkap. Banyak berita mereka mengeksekusi sipil. Baghdadi menyatakan dirinya "Khalifah Ibrahim," sebagai "Amirul Mukminin." Pengaruhnya dengan cepat menyebar keseluruh dunia melalui media sosial diantaranya melalui majalah bulanan Dabiq. Beberapa simpatisan yang mereka rekrut bertempur di Suriah diketahui telah kembali ke Negara masing-masing dengan membawa pengalaman sebagai anggota kelompok jihad yang paling brutal dalam konflik serta ideologi terorisme ala Islamic State.
Islamic State mengklaim bertanggung jawab atas serangan teror pada 13 November 2015 di Paris serta mengakui telah mensabot pesawat Aisbus A-320-200 yang dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Rusia. Dengan klaim tersebut, ISIS memberikan kesan bahwa kelompok ini yang biasanya hanya fokus menargetkan musuh dekat, kini mulai tertarik tertarik untuk menyampaikan perluasan strategi operasionalnya serta mereka akan mengejar target yang lebih jauh.
IS mulai telah merangsang, menginspitrasi serta memotivasi para simpatisannya di seluruh dunia untuk menunjukkan eksistensi masing-masing. Implementasi lebih kepada serangan brutal serta aksi teror seperti yang terjadi di Paris dan di California akhir-akhir ini. Strategi mengektifkan simpatisan sebagai lone wolf telah mengejutkan badan-badan intelijen negara maju.
Pimpinan Islamic State Abu Bakr al-Baghdaddi serta Edward Snowden, Mantan agen CIA dan NSA yang mengatakan bahwa Baghdadi dilatih di Israel dalam program hornet nest (foto:morrocantimes)
Ancaman serta bahaya utama dari Islamic State tidak hanya kepada kepercayaan serta kesetiaan simpatisannya kepada bendera hitam sebagai simbolnya. Yang sangat perlu diwaspadai, adalah apa yang disampaikan oleh amirul mukminin IS, Baghdadi, yang pada bulan November 2015, menuntut bahwa semua gerakan Islam dan jihad di seluruh dunia harus dibubarkan dan dimasukkan ke 'khalifah’ yang dibentuknya. Oleh karena itu apa yang disampaikan oleh Jaksa Agung Australia George Brandis valid dengan penjelasan diatas. Posisi politiknya kira-kira seperti itu.
Jangan sepelekan kemungkinan aksi teror oleh kelompok IS. Mereka di Indonesia paling tidak sudah mempunyai kader aktif diatas 150 orang eks penempur Suriah, ditambah sekitar 1.000 simpatisannya. Aparat keamanan tidak boleh lengah, karena yang kini dihadapi adalah kelompok teroris brutal, keras dan kejam. Mereka tidak hanya mengincar target dekat, tetapi target jauh juga sudah diincar.
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Anto Charliyan mengatakan bahwa target potensial teroris termasuk polisi dan militer, instansi pemerintah dan kedutaan, Barat, orang yang berbeda agama atau ideologi, hotel dan pusat perbelanjaan. Akan tetapi menurut penulis, mohon diperhatikan juga pengamanan Bandara, terhadap kemungkinan sabotase. Semoga bermanfaat.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net
Artikel Terkait :
-Latar Belakang Serangan Teror di Paris dan Prinsip Desentralisasi, http://ramalanintelijen.net/?p=10138
-Suksesnya Serangan Teror Mematikan di Paris Karena Perancis Teledor, http://ramalanintelijen.net/?p=10123
-Indikasi Kuat Sabotase Bom Pada Kecelakaan Metrojet Airbus A-321-200 Kogalymavia Rusia, http://ramalanintelijen.net/?p=10095
-Rusia Harus Mewaspadai Serangan Teror Lanjutan Terhadap Pesawat Komersialnya, http://ramalanintelijen.net/?p=10112
-Penyerang Charlie Hebdo Terkait Jaringan Al-Qaeda, http://ramalanintelijen.net/?p=9435
-Antara Warning AS dan Australia di Indonesia Dengan Serangan Teror di Paris, http://ramalanintelijen.net/?p=9428