Anggota Raider TNI AD Tewas Ditembak Kelompok Santoso di Poso

30 November 2015 | 11:24 pm | Dilihat : 2143

serka-zainuddin_20151129_183310

Serka Zainudin asal Takalar, anggota Yonif 712 yang tewas Ditembak Kelompok Santoso  (Sumber Foto : makassar.tribunnews)

Seorang anggota TNI AD, pada Minggu (29/11/2015) pagi sekitar pukul 10.00 Wita tewas ditembak kelompok bersenjata di pegunungan Gayatri, Desa Kilo Maranda, Poso Pesisir. Anggota TNI tersebut bernama Serka Zainuddin, dari satuan Kipan C, Yonif 712 Raider Manado, Sulawesi Utara yang tergabung dalam tim satgas Bravo 15 dalam Operasi Camar Maleo IV meninggal dunia tertembus peluru di bagian kepala.

Aksi penembakan tersebut terjadi saat anggota tersebut  sedang bertugas melakukan pengendapan di sektor 2 Desa Kilo untuk menyergap kelompok sipil bersenjata pimpinan Santoso. Saat sedang mengendap, posisi Serka Zainuddin terpantau oleh kelompok bersenjata yang sedang berada di ketinggian yang kemudian melakukan penyerangan dengan tembakan. Korban meninggal dunia saat akan dievakuasi dari lokasi penembakan. Pasukan TNI langsung melakukan pengejaran ke arah kelompok bersenjata, tetapi kelompok tersebut mampu meloloskan diri ke dalam hutan.

Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti sudah memastikan bahwa teroris yang berada di Poso dan terlibat baku tembak dengan TNI merupakan jaringan atau kelompok Santoso. Pada operasi ini Polri mengerahkan sekitar 1.400 personel gabungan dari Korps Brigade Mobil dan Detasemen Khusus 88 Antiteror, dibantu pasukan elit TNI, Raider dan Kopassus. Menurutnya, pihak TNI dan Polri memiliki waktu hingga 9 Januari 2016 yang menjadi waktu terakhir operasi Camar Maleo IV. Hingga kini pihaknya terus melakukan pasokan personil dan juga pengintaian dari unsur TNI-Polri.

dpo poso

Foto-foto DPO  Teroris yang Dipasang di muka Polres Poso (Foto : voaindonesia)

"Harus tertangkap. Operasi ini sampai 9 Januari, masih ada waktu untuk melakukan pengejaran. Kami floating anggota dari unsur TNI-Polri sehingga pengejaran dilakukan lebih efektif," ujar Badrodin. Badrodin berkata, tiga operasi Camar Maleo sebelumnya gagal karena periode operasi yang singkat dan kekurangan jumlah personel. Ia berencana menambah pasukan pada Operasi Camar Maleo IV.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan sedang mengevaluasi dan menyelidiki kejadian     penembakan yang    menewaskan     anggota     TNI     tersebut. Dikatakannya, "Kita selalu mengevaluasi setiap apa yang terjadi, seperti apa yang sedang terjadi di sana apakah itu bagian patroli atau masuk markas (kelompok teroris di Poso)," kata Gatot di Cilangkap, Senin (30/11/2015).

Kepala Divisi Humas Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Polisi Anton Charliyan, sebelumnya, Jumat, 6 November 2015 menjelaskan beberapa hal yang terkait kerjasama Polri dengan TNI dalam Operasi Camar Maleo IV. Menurut Anton, saat ini Polri dan TNI sudah mengerahkan sekitar 1.400 personil di lokasi operasi.

Operasi ini telah dilakukan di empat blok sekitar Poso dan merupakan operasi yang dilakukan untuk menangkap kelompok jaringan teroris Santoso. "Kita tahu kelompok terorisme paling besar di Indonesia saat ini adalah kelompok Santoso," kata Anton. Anton mengatakan bahwa kendala personil Operasi Camar Maleo saat di lapangan adalah karena medannya yang berat.  "Makanya kami menggandeng TNI, karena mereka lebih ahli soal kemampuan gerilya," kata Anton.

Operasi serupa juga dilakukan oleh kepolisian pada Camar Maleo I dan II. Operasi ini berpusat di dua kabupaten di Sulawesi Tengah, yakni Poso dan Parigi Moutong. Maret lalu, salah satu pentolan kelompok Santoso, Daeng Koro yang mantan anggota TNI, telah tewas di tangan kepolisian. Mabes Polri menyebut Daeng sebagai pelatih dan ketua pelaksana beberapa latihan militer yang digelar di Tuturuga, Kabupaten Morowali dan Gunung Tamanjeka, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah; serta Mambi, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat.

ba36bf43-7e42-4252-ae31-781a8e77f199_169

Asisten Operasi Mabes Polri Irjen Pol Unggung Cahyono (kedua kiri) bersama Kapolda Sulteng Brigjen Pol Idham Azis (kiri) memerhatikan senjata jenis M-60 yang disita dari terduga teroris Poso di Mapolda Sulawesi Tengah di Palu, Jumat (21/8). Senjata kaliber 12,7 buatan Philipina itu disita dari terduga teroris saat terjadi kontak senjata yang menewaskan Kasubden Gegana Poso, Iptu Bryan Theophani Tatontos di Pegunungan Auma, Desa Kilo, Poso Pesisir Utara, Poso pada Rabu (19/8). (Antara Foto/Basri Marzuki)

Sebenarnya kekuatan kelompok Santoso tidak terlalu besar, tetapi mereka sudah cukup lama menguasai dan mengenal medan kritik di pegunungan berhutan di Poso, oleh karena itu mereka sangat faham dengan jalan-jalan pendekat. Yang kemudian membuat mereka lebih ahli dan berbahaya khususnya setelah  bergabungnya beberapa teroris dari Uighur China.

Kepala BNPT Komjen Pol Saut Usman menjelaskan, bergabungnya kelompok Uighur ke Poso. "Mereka menggunakan jalur imigrasi melalui Myanmar, Thailand Selatan, dan Malaysia selanjutnya menggunakan paspor Turki masuk wilayah wilayah RI diawali dengan Medan, dengan dalih mencari suaka," tutur Saut seperti disampaikan Kepala Fungsi Politik KBRI Beijing Sugeng Wahono yang dikutip dari Antara, Selasa (10/2).

Saut menambahkan, selanjutnya mereka menuju Puncak, Bogor, untuk bergabung dengan sejumlah orang-orang Timur Tengah lalu menuju Poso. "Dari sembilan orang Uighur yang masuk ke Poso, empat berhasil ditangkap, dua melarikan diri ke Malaysia dan tiga lainnya bergabung masuk ke hutan di Poso".

Kelompok suku Uighur ini berasal dan tinggal di wilayah administratif Cina, Xinjiang yang berbatasan dengan delapan Negara; Mongolia, Rusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Afghanistan, Pakistan dan India. Sampai saat ini populasinya adalah yang terbesar. Kebanyakan Uighur adalah warga Muslim. Bahasa mereka adalah Turki, dan mereka menganggap diri mereka sebagai budaya dan etnis yang lebih dekat dengan negara-negara di Asia Tengah. Konflik terjadi karena Uighur menghendaki kemerdekaan, dan kini mereka di cap sebagai kelompok separatis oleh pemerintah China.

Kritikus China mengatakan pihak berwenang China telah meningkatkan tindakan keras terhadap Uighur dalam beberapa tahun terakhir. Pada situasi yang kompleks, banyak yang mengatakan bahwa ketegangan etnis yang disebabkan oleh faktor ekonomi dan budaya adalah akar penyebab kekerasan. Suku Uighur terkenal mampu melakukan aksi teror, misalnya pada bulan Juni 2012, enam orang Uighur dilaporkan mencoba untuk membajak sebuah pesawat dari Hotan ke Urumqi sebelum mereka dikuasai oleh para penumpang dan awak pesawat.

0665d1d7-82c5-4b69-a014-9bb6a8d11480_169

Mierali Yusufu dan Bilal Mohammad diadili atas sepuluh tuduhan termasuk pembunuhan berencana, kepemilikan senjata ilegal, dan pembunuhan. (Foto : Reuters)

China juga menyalahkan separatis Xinjiang (Uighur) atas serangan brutal yeng terjadi pada bulan Maret 2014 di stasiun Kunming. Pemerintah China menyalahkan Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM) atas terjadinya insiden kekerasan baik di Xinjiang dan di luar wilayah. ETIM dikatakan ingin mendirikan Negara Turkestan Timur di Cina.

Uighur juga sangat patut diduga terlibat dalam pemboman Kuil Erawan, Thailand, yang menewaskan 20 orang pada 17 Agustus lalu, termasuk seorang warga negara Indonesia. Pengadilan militer Thailand pada Selasa (24/11) mendakwa dua tersangka pelaku bom di Kuil Erawan, Bangkok, yang menewaskan 20 orang, termasuk 14 warga asing. Menurut  Reuters, kedua tersangka tersebut adalah Bilal Mohammad dan Mierali Yusufu dari Uighur. Hingga kini, motif penyerangan pun belum diketahui jelas dan tak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas insiden ini. Polisi sudah melansir surat penangkapan 17 orang yang diduga terlibat dalam insiden ini dan kemungkinan sudah melarikan diri  ke luar negeri.

rekaman-santoso_20151123_194416 (1)

Beredar rekaman disebut-sebut sebagai Santoso alias Abu Wardah,  jihadis dan partisipan ISIS di wilayah Poso, Sulawesi Tengah (Sumber Foto :tribuntimur)

Departemen Luar Negeri AS pada tahun 2006 mengatakan ETIM (East Turkestan Islamic Movement) adalah "Kelompok yang paling militan dari kelompok separatis etnis Uighur". Nampaknya kini separatis Uighur telah banyak yang dipengaruhi oleh faham atau ideologi ISIS. Karena itu mereka bisa merapat dengan kelompok Santoso. Keberadaan mereka semakin meyakinkan bahwa ISIS sudah lebih memainkan perannya di Indonesia, baik melalui infiltrasi Uighur maupun penetrasi oleh WN Indonesia yang kembali dari Suriah.

Nah, kini baik Polri maupun TNI mendapat pekerjaan rumah yang lumayan keras, karena walau sudah di kepung aparat gabungan, teroris Santoso ternyata mampu menewaskan salah satu personil pengepungnya. Kelompok ini mendapat suplai senjata (termasuk sniper 12,7 mm  buatan Filipina Selatan) yang menewaskan anggota Gegana Polri pada tanggal 21 Oktober 2015.  Bahkan dalam kondisi dikejar dan dikepung, Santoso justru mengeluarkan ancaman melalui Youtube yang mengatakan akan mengebom Polda Metro Jaya dan mengibarkan bendera ISIS di Istana Merdeka.

Selain itu dengan  informasi PPATK,   ada aliran dana dari kelompok militan terkait ISIS di Australia ke kelompok tertentu Indonesia dalam tiga tahun terakhir, tercatat berjumlah sekitar Rp7 miliar. Jelas ini merupakan dana besar yang akan bisa meningkatkan kapabilitas mereka. Oleh karena itu seperti dikatakan mantan Kepala BNPT Ansyad Mbaai,  jangan abaikan ancaman  Santoso tersebut. Berhadapan dengan militan dengan basis ideologi ISIS jelas dibutuhkan ketegasan pastinya.

Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net

This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.