PR Intelijen, Serangan Asap, Kasus Sara dan Teror Lone Wolf di Alam Sutera
2 November 2015 | 9:49 pm | Dilihat : 1341
Tersangka pelaku pengeboman Mall Alam Sutera di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (29/10/2015). Polda Metro Jaya bekerja sama dengan Densus 88 Mabes Polri, berhasil menangkap tersangka bernama Leopard Wisnu Kumala (29) dan mengamankan sejumlah barang bukti bom jenis TATP (triacetone triperoxide), Foto : jateng.tribunews.com
Serangan asap di sejumlah wilayah di Indonesia demikian serius, sehingga Presiden Jokowi memutuskan memperpendek kunjungan kenegaraannya ke Amerika Serikat yang dinilai demikian penting oleh banyak pihak. Alasan yang disampaikan oleh presiden adalah soal penanganan asap. Dikatakannya, "Saya akan batalkan perjalanan saya ke West Coast, lalu akan kembali ke Indonesia untuk memantau asap," kata Jokowi setelah menerima sambungan telepon laporan langsung dari Luhut."Saya telepon Menko Polhukam tanya titik api. Paling banyak di Kalteng 366, Sumsel 146 dan tempat-tempat lain."
Oleh sebab itu karena banyaknya keluhan dari masyarakat yang berkaitan dengan dampak kesehatan karena dampak sosial, saya memutuskan membatalkan ke West Coast dan kembali ke Indonesia," kata Jokowi kepada wartawan di tempatnya menginap di Blair House. Jadi apapun analisis pelbagai pihak, serangan asap yang demikian berbahaya terutama di Sumatera dan Kalimantan merupakan serangan terhadap rakyatnya. Demikian banyak lokasi kebakaran telah di bombardier pesawat anti kebakaran, tetapi tetap saja sulit untuk dipadamkan.
Presiden Jokowi didampingi Panglima TNI dan Kapolri Meninjau kebakaran hutan di Ogan Komering Ilir (Sumber : nasional.tempo.co)
Soal asap ini jangan diremehkan, ini sesuatu yang sangat serius dan harus dilakukan lid (penyelidikan intelijen), karena dampaknya demikian parah, sangat mengganggu kehidupan jutaan rakyat banyak, dan menyebabkan sakit pernafasan sekian banyak orang. Selain asap yang menyebalkan itu, ada pekerjaan rumah (PR) lain bagi intelijen, yaitu masalah SARA setelah peristiwa di Tolikara kemudian muncul di Singkil. Ini masalah sensitif yang mengancam kerukunan hidup beragama di Indonesia. Selain itu juga ada kasus-kasus lain yang dapat diterjemahkan sebagai tekanan atau bahkan serangan terhadap kepemimpinan nasional. Penulis mengambil salah satu kasus yang menggelitik untuk melengkapi ulasan ini yaitu pemboman mall Alamsutra yang dilakukan oleh lone wolf. Mari kita bahas dengan sudut pandang intelijen secara umum.
Masalah Pembakaran Hutan
Pertanyaannya, dari sisi intelijen mengapa kebakaran hutan demikian luas dan sangat mengganggu? Perkiraan sementara, pertama musim kemarau lebih panjang dibandingkan tahun lalu. Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho memprediksi, dampak badai el nino bakal berlangsung hingga April 2016. Alhasil, curah hujan di Indonesia mengalami penurunan dibanding musim penghujan seperti biasanya, tetap hujan tapi intensitasnya berkurang," kata Sutopo di kantornya, Jalan Pramuka, Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (30/10/2015).
Adapun musim hujan, lanjut Sutopo, bakal dimulai pada Desember mendatang. Alhasil, kekeringan yang bisa memperparah kebakaran lahan dan hutan, tetap bakal berlangsung selama November 2015. Meski demikian, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), memperkirakan adanya potensi awan hujan. Sutopo menambahkan, saat ini sebagian besar kabut asap yang melanda Sumatera, disuplai dari kebakaran lahan dan hutan yang masih berlangsung di Kabupaten Ogan Kumering Ilir. "Di OKI masih, itu yang memasok asap di Sumatera," dengan kondisi kering, jelas hutan akan mudah terbakar.
Sisa-sisa Hutan yang terbakar di Riau (Foto : metrosulawesi.com)
Kedua, Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup (PPLH), memperbolehkan membakar hutan seluas 2 hektare. Dalam UU tersebut mencantumkan bahwa pembakaran adalah bagian dari kearifan lokal dengan luas lahan 2 hektare masing-masing kepala keluarga untuk ditanam varietas lokal dan diselingi sekat bakar untuk menjalarnya api.
Wapres Jusuf Kalla mengaku, ada kesahalan-kesalahan yang terjadi sebelumnya yang menyebabkan kebakaran hutan semakin parah. "Memang ada tapi kesalahannya adalah mengubah lingkungan dan hidrologinya.Dua kali kita buat kesalahan sebenarnya, pertama yang waktu 1 juta hektare dan kemudian izin-izin lebih banyak jutaan lain lagi untuk perkebunan," tambahnya. JK mengungkapkan, akan segera memberikan tindakan untuk mengembalikan fungsi hutan sebagaimana mestinya. "Karena itu kita harus kembalikan dan menghukum siapa yang mengubah itu. Pastikan ada amdal-nya, siapa yang tidak sesuai amdal itu yang harus dihukum," tegasnya.
Gambaran Hot Spot Di Indonesia pada 30 Agustus 2015 (Foto :sipongo.menlhk.go.id)
Dari situs Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan pada situsnya, (http://sipongi.menlhk.go.id/home/main) , jumlah titik panas tertinggi pada akhir Agustus 2015 tercatat di empat provinsi utama yaitu Jambi, Kalteng, Riau dan Sumsel. Adapun kabut asap yang sampai ke provinsi lain akibat kondisi angin yang mengarah ke wilayah terdekat. Contohnya kabut asap yang terjadi di Sumatera Utara adalah asap dari kebakaran hutan di Riau karena angin mengarah ke arah Utara dan Barat Laut.
Yang perlu diperhatikan, pada tahun 2015 ini kebakaran hutan dan lahan juga terjadi di tempat lain yang sebelumnya tidak pernah atau jarang terbakar. Misalnya beberapa hutan di Pulau Jawa, seperti Gunung Merbabu dan Gunung Slamet di Jawa Tengah, Gunung Lawu di Jawa Timur serta hutan lainnya di Pulau Jawa (kompasiana.com)
Peta Kabut Asap TERRA/AQUA NASA, 10 Oktober 2015 (Sumber : nasional.rimanews.com)
Upaya pemadaman yang dilakukan bahkan dengan mengerahkan TNI hasilnya dinilai belum memadai, karena demikian luasnya daerah yang terbakar dan terbatasnya sarana. Presiden Jokowi telah menginstruksikan pembuatan sekat kanal di lahan-lahan gambut. Perintah itu disampaikan kepada media saat melihat pembuatan sekat kanal di Desa Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, pada Sabtu, 31 Oktober 2015. "Kanal itu sekarang selalu ada air, dan air itulah yang merembes ke kanan-kiri lahan gambut di samping sekat kanal. Itulah yang membuat lahan gambut jadi tidak terbakar,” kata Jokowi.
Pembuatan kanal dilakukan selama satu bulan dan kelihatan sistem serta sekat untuk penampungan air. "Jadi nantinya dibuat di semua kabupaten dan provinsi di Indonesia," katanya. Selain itu presiden menekankan agar para kepala daerah harus cepat dan tanggap bila tejadi kebakaran di daerahnya. Kebakaran agak mereda setelah turun hujan deras pada hari Selasa (27/10/2015) di Pekanbaru dan Palangkaraya. Kabut asap langsung menipis dan api banyak yang padam.
Kasus-kasus SARA
Keragaman yang ada pada bangsa Indonesia diakui juga memiliki kerawanan. Potensi konflik horizontal yang sejak lama diwaspadai aparat intelijen dan keamanan adalah SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). Dari catatan, bagi mereka yang berusaha menciptakan instabilitas keamanan, pada umumnya menggunakan pola ini.
Penciptaan kondisi SARA diantaranya berupa dibenturkan antar suku, antar pemeluk agama, baik yang sama agamanya maupun yang berbeda agama. Misalnya antara pengikut Sunni dengan Syiah, antara Islam dengan Kristen. Karena tingkat pendidikan yang masih agak rendah, rakyat mudah di kompori, dibakar emosinya untuk melakukan aksi kekerasan. Demikian juga tercatat aksi anti China misalnya, peristiwa-peristiwa tersebut bisa dan sangat memungkinkan mengganggu stabilitas keamanan.
Kasus Tolikara pembakaran Kios dan Mushola (Foto: nasional.inilah.com)
Nah, penulis mengambil dua sampel kasus SARA khusus agama, yaitu kasus Tolikara dan Singkil. Peristiwa di Tolikara, kota kabupaten di Papua, pada tanggal 17 Juli 2015 telah menggegerkan bangsa Indonesia. Berita yang tersebar, saat masyarakat Indonesia khususnya yang beragama Islam sedang bergembira, berbahagia dalam menyambut Hari Idul Fitri 1 Syawal 1436 H, diberitakan adanya penyerangan terhadap jamaah yang sedang melaksanakan sholat Ied, dan kemudian terjadinya pembakaran mushala/masjid di kota Karubaga, Tolikara, Papua. Berita tersebut segera bergulung di media sosial yang kini menjadi tulang punggung penyebaran informasi di kalangan masyarakat.
Hasil analisis penulis, peristiwa di Tolikara ada yang men-setting. Menurut penulis ini bak pisau bermata dua, di satu sisi menunjukkan masih adanya gejolak di Papua serta terjadinya pelanggaran HAM, karena ada warga yang tewas tertembak. Sementara dilain sisi, diharapkan munculnya efek berantai muncul aksi balas dendam umat muslim di lain daerah. Jadi ini adalah kasus SARA yang dimunculkan pada hari penting, Idul Fitri. Apabila saat itu para key formal individual (pejabat) serta key informal individual (tokoh agama, adat) tidak cepat bereaksi, bisa dipastikan akan terjadi aksi solidaritas muslim dan berbau aksi balas dendam. Tindakan mereka yang bertanggung jawab memegang amanah sangat baik sehingga kasus dapat diredam.
Pembakaran Bangunan Gereja di Singkil (Foto : waspada.co.id)
Kasus SARA lainnya terjadi di Aceh. Pada hari Selasa, 13 Oktober 2015, Sebuah gereja telah oleh dibakar massa di Desa Suka Makmur, Gunung Meriah, Aceh Singkil, Aceh, . Bentrok terjadi antarwarga dan mengakibatkan satu korban tewas. Kisruh diduga akibat desakan warga muslim agar pemerintah setempat membongkar bangunan gereja tak berizin. Kasus kekerasan akhirnya meletus antara kedua umat beragama tersebut.
Sebenarnya kasus pembakaran gereja itu bukan peristiwa bernada SARA pertama di wilayah itu. Pada bulan September 2006 terjadi pembakaran gereja Kristen di Desa Siompin, Kecamatan Surou. Warga membakar tempat peribadatan karena warga tidak setuju rumah dijadikan tempat peribadatan. Pada tanggal 18 Agustus 2015 terjadi pembakaran gereja GKPPD hingga habis di Kecamatan Suro. Jauh hari sebelumnya juga terjadi perusakan gereja.
Pemboman Mall Alamsutera
Pada hari Rabu (28/10/2015) pukul 12.05 WIB telah terjadi ledakan di Mall Alam Sutera tepatnya dikantin karyawan di Lower Ground (LG), dekat parkiran basement. Seorang karyawan tenant Borneo bernama Fian (24) terluka karena bom berada di dalam tempat sampah plastik yang berada di bilik yang Fian masuki. Kasus Bom di Mall Alam Sutera bukan yang pertama kali. Bom pertama terjadi dan meledak pada tanggal 9 Juli 2015, di dalam toilet dekat rumah makan Gula Merah.
Kapolda Mertro Jaya, Irjen Pol Tito Karnavian Sedang Memberikan Keterangan Pers Soal Bom Mall Alam Sutera (Foto : kriminalitas.com)
Dari hasil penyelidikan dan penyidikan Polri, dua jam setelah ledakan, pelaku (Leopard) kemudian ditangkap di Serang, Banten. Leopard (29) diketahui menaruh empat bom di Mall Alam Sutera. Dua bom meledak pada 9 Juli 2015 dan 28 Oktober 2015. Dua bom tidak meledak yang diletakkan pada 6 Juli 2015 dan 21 Oktober 2015. Bom kelima ditemukan di rumah Leopard di Serang, Banten. Ia berencana menyebar gas beracun obat serangga melalui ledakan bom. "Bahan peledak ditemukan diselempitkan di antara kaleng obat serangga. Dengan perhitungan, jika diledakkan, itu akan menimbulkan efek ledakan tambahan dari gas beracun obat serangga tersebut," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti di Jakarta, Kamis (29/10/2015).
Kepala Densus 88, Kombes Martinus Hukom mengatakan, Leopard dijemput polisi dari Kompleks Banten Indah Permai, Serang, Banten. Martinus menjelaskan, Leopard adalah seorang ahli teknologi dan informasi (TI) yang berkantor di dekat Mall Alam Sutera. Menurut Martinus, Leopard bukan anggota kelompok radikal. Ia memeras pengurus mall, meminta sekitar 100 bitcoin atau Rp 300 juta. Dari hasil pemeriksaan sementara, didapat pengakuan, Leopard Wisnu Kumala (29) terdesak utang Dari rentetan alasan tersebut Leopard akhirnya meneror Mall Alam Sutera dan akhirnya memilih jalan pintas dengan membuat bom. Diakui aksinya terinspirasi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Benarkah Leopard Terinspirasi ISIS?Apakah ada pengaruh Sehingga LO Menjadi Lone Wolf? Banyak Pertanyaan tersisa untuk di dalami pastinya (Foto : megapolitan.kompas.com)
"Tersangka sering melihat dan mengikuti terkait perang ISIS di Suriah," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mohammad Iqbal di Jakarta, Jumat (30/10/2015). Leopard juga terinspirasi dari bom yang pernah terjadi pusat perbelanjaan ITC Depok pada Februari 2015 silam. Beberapa informasi menyebutkan bahwa Leopard Wisnu Kumala (29), pelaku pemboman Mall Alam Sutera, beretnis China dan beragama Katolik (posmetro.info).
Analisis
Dari beberapa fakta tersebut diatas, apakah dapat dibaca kemana arah kasus dan ada apa dibelakangnya? Dalam kaitan kabut asap, apakah kasus terjadi hanya karena perusahaan/perkebunan membakar hutan untuk membuka lahan? Mungkin memang beberapa informasi tersebut benar, terbukti adanya beberapa staf perkebunan yang dijadikan tersangka oleh aparat keamanan.
Lantas, bagaimana apabila dibaca dengan sense of intelligence? Apakah bukan tidak mungkin kebakaran yang semakin meluas justru ada yang sengaja menciptakan? Dari beberapa lokasi yang jarang atau tidak pernah terbakar, pada Agustus 2015 ikut terbakar. Membakar hutan adalah pekerjaan mudah dan biayanya murah. Kepedulian para aparat belum sepenuhnya mampu bereaksi cepat tanggap. Kalau ada yang sengaja membakar untuk tujuan lain, kemana kira-kira arah tujuannya? Jelas sasarannya membuat resah, karena asap bahkan pernah mengganggu Singapura dan Malaysia.
Jelas sangat sulit memadamkan api seperti ini di hutan (Foto: news.okezone.com)
Apabila lebih banyak yang dibakar, bisa diperkirakan akan mengganggu kita sendiri. Menurut penulis sasarannya adalah presiden, karena kita lihat dalam kasus ini yang selalu disebut disalahkan dan dituntut rakyat/demo adalah Jokowi, rakyat tidak mau tahu bahwa kini penguasa dalam sistem otonomi daerah adalah para kepala daerah. Nah, ini merupakan pekerjaan rumah (PR) intelijen untuk membuktikan ada apa sebenarnya dibelakang asap yang menyiksa itu. Masih beruntung Tuhan berbaik hati telah menjatuhkan hujan.
Kemudian, dalam dua kasus SARA di Tolikara dan Singkil, nampaknya ada kasus yang dibalik, di Tolikara umat muslim yang dijadikan korban, kalau di Singkil yang menjadi korban umat Kristiani. Paling tidak dari kedua kasus tersebut, walau dapat diredam, tetap saja ada 'residu' yang tersimpan dibawah sadar dan sewaktu-waktu bisa muncul. Ini juga PR intelijen yang harus membuktikan bahwa setting seperti yang juga pernah disebutkan Bang Yos selaku Kepala BIN memang demikian adanya.
Kasus SARA ketiga yaitu pemboman Alam Sutera. Apakah kasus tersebut murni pemboman pemerasan? Mengapa untuk memeras uang Leopard harus bersibuk diri membuat bom? Dia pasti faham sebagai ahli IT, bahwa membuat dan melakukan pemboman resikonya besar karena akan dapat dijerat UU Pemerantasan Terorisme Nr.15/2003. Rasanya tidak make sense, hanya untuk memeras dia membuat lima bom dan memasang di target yang sama. Sebagai ahli IT, Leopard bukan orang yang tidak faham dengan resiko serta perencanaan. Dia jelas orang yang terdidik. Leopard bisa saja menjadi target dijadikan agen yang diperalat untuk sebuah kepentingan, dan latar belakangnya akan dijadikan berita besar. Peran dia sebagai lone wolf sangat-sangat perlu diperdalam.
Kini bukan pemboman yang diributkan, tetapi latar belakang dia sebagai keturunan China dan agama Katolik yang dimunculkan. Selain itu agak mengherankan apabila Leonard mau bersibuk diri meniru ISIS? Apakah dia benar-benar lone wolf (serigala tunggal)? Ini yang harus di dalami dan diperjelas oleh intelijen. Lone wolf pada dasarnya adalah tindakan seseorang dalam melakukan teror dan dia terinspirasi media atau bisa juga motivator pada umumnya, kemudian ada unsur ideologis dan timbulnya kebencian. Polisi dalam melaksanakan tugasnya memang harus perpegang pada fakta dan data serta barang bukti, nah intelijen negara sebaiknya mencari sisi kelabu dan hitamnya, dengan pemahaman 'bukan tidak mungkin'.
Dalam Kasus-kasus Terorisme, aksi Lone Wolf yang terencana akan sangat sulit ditangkal, karena mereka bekerja sendiri tidak terkait kelompok teroris tertentu, umumnya diketahui setelah melakukan aksinya (Foto : demoncorrupter.deviantart.com )
Sebagai contoh beberapa kejadian lone wolf di kasus Charlie Hebdo Perancis dan kasus di Texas di AS karena penghinaan terhadap Nabi Muhammad. Memang lone wolf adalah pelaku yang tidak terkait dengan jaringan teroris, tetapi aksi-aksi serupa dan dibungkus dengan cover story yang matang akan menyempurnakan langkah desepsi sebuah operasi intelijen. Aksi dan desepsi Leopard jelas tidak terencana dengan baik, tetapi bisa saja dibuat skenario seperti itu, agar dia mudah ditangkap dalam aksi selanjutnya. Latar belakang yang tidak umum dari Leopard dengan aksi terornya, itu sebenarnya umpan yang dipasang oleh si perencana, bukankah bisa begitu?
Dari hasil kordinasi dengan Densus 88, penulis sebagai nara sumber di BNPT beberapa kali pada kegiatan Binpuan aparat intelijen daerah, ada hal yang perlu kita waspadai bersama. Menurut penulis dari pengakuan Leopard, bahwa dia dalam melakukan aksinya terpengaruh ISIS, ini yang harus diwaspadai serta dijejaki oleh Kemeninfo, karena selain pengaruh aksi pembuatan serta pemboman oleh kelompok radikal, pengaruh media yang berbau radikal masih terus menyebarkan faham kekerasan.
Nah, kira-kira itulah yang menjadi pemahaman penulis, kasus-kasus tersebut apabila diteliti lebih jauh dan lebih dalam nampaknya bisa dirangkaikan mengarah ke satu titik, yaitu ke arah pemerintahan. Menurut ilmu penggalangan intelijen, pematangan proses conditioning awalnya menurunkan kepercayaan publik terhadap aparat pemerintah. Kemudian ujung target utamanya jelas mengarah ke Presiden Jokowi. Apakah begitu? Seperti judul artikel, ini adalah PR dan porsi dari pemegang amanah di bidang intelijen, penulis hanya mencoba membuka wawasan yang sedikit diketahui. Semoga bermanfaat.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net