Conditioning Operation Terhadap Golkar
11 December 2014 | 7:27 am | Dilihat : 1125
Agung Laksono dan Aburizal Bakrie (kupang.tribunews.com)
Analis intelijen selalu mempunyai tugas dari user atau principle agent untuk menjawab pertanyaan dari informasi yang sudah diolah menjadi bahan yang bernama intelijen. Yang harus dijawab adalah kata 'me' singkatan dari mengapa. Ini bagian paling sulit, karena sebuah informasi tentang siapa, apa, bilamana, dimana dan bagaimana itu merupakan informasi mentah yang dalam setiap kejadian bisa dikumpulkan dari sumber terbuka atau ditambah tertutup. Nah, dalam waktu yang singkat, karena nilai informasi akan turun setiap hari sekitar 20 persen, maka si analis harus mendapatkan informasi, mengkonfirmasi, mengolah, menilai sumber serta isi, sehingga bisa didapatkan arah yang tepat dan tidak terjadi bias. Dalam lima hari sebuah informasi bisa tidak ada artinya bila tidak dijawab.
Dalam peristiwa politik beberapa waktu terakhir ini, peristiwa yang menonjol adalah pecahnya Partai Golkar, antara kubu Ketua Umum Golkar, ARB (Aburizal Bakrie) dengan kubu Wakil Ketua Umum Golkar, Agung Laksono. Timbul pertanyaan, mengapa parpol yang paling senior, besar dan mapan ini bisa pecah justru disebabkan ulah dua pimpinan puncak? Tidak main-main, dalam Munas kubu ARB yang didukung DPD lengkap dalam Munas di Bali antara 30 November-4 Desember 2014 pesertanya sekitar 2.000 orang. Secara aklamasi ARB dipilih kembali menjadi Ketua Umum Golkar hingga 2019.
Dalam sambutannya, ARB menjelaskan posisinya serta posisi politik dari kubu Agung. ARB meminta Agung Laksono Cs untuk kembali bergabung ke Partai Golkar. Dikatakannya, “Saya minta mereka kembali ke bawah beringin yang teduh. Itu adalah sebuah kudeta yang bersifat inkonstitusional. Itu tidak berpijak pada aturan partai. Kebijakan partai tidak bisa dilakukan dengan segelintir orang dengan unsur intimdasi, premanisme, dan kekerasan."
Ia juga menyesalkan sikap Mantan Ketua AMPG, Yorrys Raweyai yang menunjukkan sikap destruktif sehingga menimbulkan kerugian besar bagi partai.ARB juga menegaskan bahwa Golkar akan tetap bergabung dengan Koalisi Merah Putih bersama-sama kubu Prabowo Subianto.
Menyikapi hasil munas kubu ARB, Agung Laksono kemudian memajukan Munas tandingan yang rencana awalnya akan dilaksanakan pada bulan Januari 2015. Munas dilaksanakan sejak 6 Desember 2014 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta. Yorris Raweyai dipercaya sebagai Ketua Pelaksana. Yorrys mengklaim Munas di Ancol memenuhi syarat kuorum karena diikuti oleh 384 peserta pemegang suara sah.
Munas di Hotel Mercure dibuka tepat pukul 21.09 WIB oleh Ketua Presidium Penyelamat Partai Golkar, Agung Laksono. Hadir di lokasi Munas, tokoh-tokoh Golkar dari lintas generasi, di antaranya Fahmi Idris, Andi Matalatta, Agung Laksono, Agus Gumiwang Kartasasmita, Agun Gunandjar, Yorrys Raweyai, Laurence Siburian, Zainudin Amali dan Priyo Budi Santoso. Agenda Munas di Ancol adalah pemilihan ketua umum Golkar, dan penyusunan program kerja lima tahun ke depan. Munas berlangsung sampai Minggu (7/12/2014). Agung Laksono seperti diperkirakan kemudian terpilih menjadi Ketua Umum dari versi Presidium Penyelamat Golkar, mengalahkan Priyo serta Agus Gumiwang.
Analisis
Beberapa pihak menyatakan heran, mengapa setelah pemilu dan pilpres, justru Golkar kemudian pecah? Yang jelas mudah menyimpulkan bahwa langkah kubu Agung Laksono menggelar Munas tandingan di Ancol adalah sebagai bentuk perlawanan sejumlah kader Golkar terhadap ARB. Mengapa mereka berontak? Itulah pertanyaannya.
Dalam sebuah partai politik, yang penulis tahu dan pelajari dari Almarhum Matori Abdul Djalil, tidak ada yang namanya kesetiaan penuh terhadap seseorang pemimpin partai. Bagi mereka yang bergelut di parpol harus terus waspada, karena kepentingan seseorang atau kelompok basanya jauh lebih besar dibandingkan kepentingan parpol itu sendiri.
Mereka bisa tetap bersatu selama kepentingannya sama, tetapi begitu kepentingan agak berbeda sedikit saja, mereka bisa menjadi lawan dan bahkan menjadi musuh yang berseteru. Nah, inilah yang kini terjadi di Golkar.
Apabila kita pelajari, sebenarnya konflik yang terjadi bukan antara ARB dan Agung belaka. Dibelakang itu yang jauh lebih luas antara KIH dengan KMP, antara eksekutif dengan legislatif, ada juga yang mengatakan antara ARB dengan Surya Paloh. Tetapi nampaknya dari beberapa pernyataan Agung Laksono, kubunya tidak suka Golkar tetap bergabung dengan KMP, dia serta kader presidium penyelamat Golkar akan membawa suara Golkar bergabung dengan KIH mendukung pemerintah.
Pertanyaannya, apakah ini ide murni Agung Cs? Nampaknya juga tidak. Dari beberapa kejadian atau prosesi politik, nampak sekali aliran dukungan beberapa pejabat pemerintah yang lebih pro ke kubu Agung. Suara Golkar yang 91 kursi sangat diperlukan oleh KIH untuk mengamankan pemerintah agar tercapai mayoritas di DPR. Tanpa itu, maka pemerintah akan sulit bergerak bebas, Presiden Jokowi walaupun demikian bersemangat kerja, tetap saja terkunci dengan sistem yang terbentuk di DPR.
Sikap politik kubu Agung CS sangat jelas. Agus Gumiwang Kartasasmita calon Ktua Umum yang kalah mengatakan, salah satu keputusan Munas Ancol adalah membubarkan Koalisi Merah Putih (KMP). Golkar, kata dia, mendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. "Hasil Munas ini salah satu keputusannya membubarkan KMP. Karena jika Golkar keluar, maka sudah tidak ada lagi kekuatan dari KMP. Munas ini akan mendukung rencana pemerintah," kata Agus Gumiwang di Ancol, Sabtu (7/12/2014), seperti dikutip Antara.
Penulis mengatakan terjadi operasi conditioning, memecah kepemimpinan Golkar, dan melumpuhkan ARB sebagai pemain utamanya. Conditioning operation atau operasi penggalangan adalah sebuah langkah upaya dengan ilmu intelijen yang bertujuan untuk merubah kondisi target agar mau berbuat, berfikir dan memutuskan seperti yang dikehendaki oleh si perencana. Sarana penggalangan bisa berupa penekanan, sabotase, pusprop, riot, penculikan dan lain-lainnya.
Kita lihat, kini, meskipun ARB terpilih di Munas Bali, tetap saja dia tidak berdaya, ia harus meminta pengesahan dari Menkum HAM untuk kepengurusan barunya itu. Langkah strategis Agung yang mengajukan Munas tandingan juga untuk mengamankan keputusan Menkum HAM tersebut atau menghambat pengesahan kubu ARB. Inilah yang terjadi.
Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Harkristuti Harkrisnowo menegaskan bahwa lembaganya belum dapat mengesahkan kepengurusan partai yang masih mengalami konflik internal. “Pemerintah tak dapat mengesahkan kepengurusan partai itu. Penyelesaiannya harus melalui mahkamah partai atau pengadilan,” kata Harkristuti Minggu (7/11/2014). Menurut dia, sikap pemerintah mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Pasal 24 undang-undang itu menyatakan pengesahan perubahan kepengurusan belum dapat dilakukan hingga perselisihan partai selesai. Perselisihan harus diselesaikan dalam waktu paling lambat dua bulan melalui mahkamah partai atau pengadilan.
Nah, dengan demikian maka posisi kepengurusan baru Partai Golkar kini menjadi menggantung. Kondisi ini yang memang diharapkan untuk menurunkan lebih dalam kredibilitas ARB sebagai pemimpin. Ketidak berdayaan ARB bisa bernasib sama dengan Gus Dur, 'owner' PKB masa lalu. Saat Menkum HAM mengeluarkan keputusan mengesahkan Muhaimin sebagai Ketua Umum PKB, langsung secara hukum Gus Dur yang demikian power full juga berhasil dilumpuhkan. Inilah faktor pengaruh yang harus diperhitungkan oleh ARB.
Kubu ARB jelas harus menghitung siapa lawan politiknya. Kubu Agung mungkin kecil, tetapi dibelakangnya ada JK yang kini menjadi wapres. Sebagai pelaku eksekutif dan juga orang Golkar, jelas JK ingin agar Golkar mendukung pemerintah agar aman, ini wajar. Pada masa lalu begitu JK menjadi Wapres SBY, langsung melakukan take over Ketua Umum Golkar. Tetapi kini nampaknya politisi senior ini tidak terjun langsung menjadi playmaker, hanya menjadi kingmaker.
Bagaimana kedepannya? Dalam waktu dua bulan kedepan, maka akan terjadi upaya tawar menawar, antara kubu ARB dengan Agung. ARB kini harus menghadapi tidak hanya satu front saja, sangat jelas ada front politik, ekonomi, sosial. Tekanan terhadap ARB akan semakin membesar, mungkin ARB akan dipaksa harus mengalah. Terjadi perdamaian dengan Agung dan merubah posisi Golkar dari KMP ke KIH atau ada tekanan kepengurusannya tidak disyahkan. Sederhana sebenarnya, tetapi itulah politik yang kadang bermain sebagai "Raja Tega." Paling tidak dalam dua bulan, geliat Golkar akan mengambang karena belum memiliki kepengurusan yang sah menurut hukum.
Nah, itulah posisi Partai Golkar saat ini, jadi jawabannya konflik yang terjadi ini hanya perebutan suara Golkar di parlemen. Adu Strategi antara ahli strategi KMP dengan ahli strategi kubu pemerintah dan KIH akan terus terjadi. KMP boleh menguasai kepemimpinan DPR dan DPD, tetapi paling lama dalam dua bulan kedepan penulis perkirakan bisa terjadi perubahan sikon politik di DPR. Penulis perkirakan akan ada langkah conditioning tahap lanjutan.
Berpolitik jelas harus cerdas dan cerdik, dan yang terpenting, penguasaan informasi harus lebih unggul. Maka keputusan serta strategi yang diambil akan lebih matang dan terstruktur, tidak asal-asalan. Walaupun pejabat pemerintah kadang ada yang gagap, tetap saja posisinya jauh lebih baik dibandingkan pengurus parpol. Pemerintah jelas jauh lebih unggul dibandingkan parpol, karena infra strukturnya lebih lengkap.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen, www.ramalanintelijen.net