Jangan Dibiarkan Koalisi Indonesia Hebat Kalah Terus
8 October 2014 | 3:01 pm | Dilihat : 1585
Para tokoh Politik Koalisi Indonesia Hebat (Sumber Foto: tribunews.com)
Rakyat Indonesia, baik yang pintar-pintar maupun yang biasa-biasa saja dalam beberapa waktu terakhir mengikuti berita dan dinamika politik yang menarik menjelang dilantiknya pasangan pemenang pilpres, pasangan Jokowi-JK pada tanggal 20 Oktober 2014 sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI ketujuh. Yang menarik, Koalisi Merah Putih (KMP) yang dipimpin oleh Prabowo menunjukkan dominasi sebagai kekuatan politik yang mampu mengalahkan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), sebagai parpol pendukung Jokowi-JK dalam beberapa kegiatan politik di Senayan.
Rangkaian kemenangan KMP di parlemen dimulai sejak pengesahan Undang-undang MD3, Pengesahan tata tertib DPR, Pengesahan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dan terakhir pemilihan pimpinan DPR. Kemenangan di pemilihan pimpinan MPR kemudian melengkapi jumlah kemenangan menjadi lima. Secara ektreem media menyebutnya skor menjadi 5-0 untuk KMP.
Yang menarik lagi, pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, kemudian menyatakan bahwa presiden terpilih Joko Widodo terancam menjadi presiden terlemah dalam sejarah Indonesia. Disebutkan oleh Denny, tiga hal yang membuatnya lemah, "Satu, Jokowi tidak mengontrol legislatif. Sebaliknya legislatif sangat beroposisi padanya. Kedua, Jokowi tidak mengontrol satupun partai politik. Sementara PDIP didominasi oleh Megawati Soekarnoputri, bukan Jokowi. Tiga, Jokowi di pemilu pilpres hanya unggul satu digit dibandingkan Prabowo. Berbeda misanya dgn SBY di 2009, 2004," katanya.
Dari kondisi tersebut, penulis mencoba menganalisis dari sisi ilmu intelijen yang terkait dengan politik, sebenarnya ada apa dan mengapa skor kekalahan telak itu bisa terjadi? Apakah benar Jokowi-JK demikian lemahnya? Mestinya bagi PDIP kondisi ini jangan dibiarkan. Mari kita bahas.
Politik termasuk salah satu diantara sembilan komponen intelijen strategis, secara lengkap dikenal sebagai komponen Ipoleksosbudhankam, Biografi, Demografi dan Sejarah. Dalam menganalisis sebuah kasus terkait dengan komponen jelas tidak bisa berdiri sendiri, karena dalam realita kehidupan, ada keterkaitan diantara komponen-komponen tersebut yang saling mempengaruhi. Dalam membahas politik, misalnya, akan terkait dengan komponen ideologi, ekonomi, sosial, budaya, hankam, dan juga sangat erat dengan biografi mereka yang masuk dalam bahan analisis politik, juga demografi dan sejarah sangat mempengaruhi perpolitikan sebuah bangsa.
Di negara manapun kegiatan politik banyak diwarnai dengan ulah dan trik yang berbau dengan ketidak jujuran. Akan tetapi dibelakang itu semuanya dalam berpolitik individu yang terlibat akan sangat dipengaruhi dengan kecerdasan dan kecerdikan.
Melihat dinamika politik di Indonesia, Willam Liddle (Profesor Ilmu Politik dari Ohio State University Amerika Serikat), mengeluarkan pendapat, di negara-negara demokratis, sistem presidensial yang disertai banyak partai di parlemen dianggap menimbulkan ketidakstabilan yang berbahaya. Oleh sebab itu seorang presiden harus berkompromi dengan partai-partai di parlemen. Tapi kompromi itu akan selalu bersifat rapuh dan cair. Akibatnya presiden menjadi lemah justru pada waktu kewibawaan eksekutif yang kuat dibutuhkan.
Pasangan Jokowi-JK walau belum dilantik, mau tidak mau sudah harus berhadapan dengan calon oposisi dari KMP, inilah yang terjadi. Sementara Presiden SBY sebagai salah satu ketua partai mau tidak mau ikut terlibat dalam pusaran persaingan, dan jelas power-nya sangat besar sebagai penguasa. Dari dua kubu koalisi, komposisi dan jumlah kursi KIH kita ketahui lebih sedikit dan akhirnya mudah di dikte oleh KMP melalui aturan demokrasi sah yaitu voting.
Koalisi adalah kata kunci untuk memahami adanya kompromi antara presiden dengan partai-partai politik. Inilah jalan yang dipilih presiden agar kekuasaannya tidak diganggu oleh lembaga legislatif. Koalisi artinya penggabungan kesamaan visi dalam rangka mendukung atau tidak mendukung pemerintahan. Koalisi selain di parlemen juga disalurkan melalui penempatan tokoh-tokoh partai atau tokoh-tokoh pilihan partai di kabinet. Dengan kata lain kompromi yang diawali oleh koalisi merupakan salah satu cara presiden mengatasi dilema yang dihadapinya dalam menjalankan pemerintahannya.
Sejak awal kemenangannya, pasangan Jokowi-JK serta parpol pendukungnya menyatakan bahwa mereka bersedia menerima koalisi tanpa syarat, artinya parpol yang akan bergabung dengan PDIP (sebagai parpol pemenang) tidak memberikan syarat apapun, meminta jatah menteri misalnya. PDIP kemudian diperkuat oleh Partai NasDem, PKB dan Hanura serta PKPI. Parpol pendukung Jokowi-JK diluar PDIP bukanlah berasal dari parpol papan atas, dan bahkan dapat dikatakan sebagai parpol papan bawah dan NasDem yang merupakan parpol yang baru pertama kalinya masuk DPR, bahkan PKPI tidak mempunyai kursi di DPR.
Sementara Koalisi Merah Putih, selain Gerindra sebagai pimpinan, terdapat Golkar, Partai Demokrat, PKS, PAN dan PPP. Disini terlihat kekuatan koalisi dinilai dari komponen biografi, sejarah saja misalnya sudah berada diatas angin. Sementara KIH apabila dianalisis dari kedua komponen intelstrat terlihat jauh lebih lemah. Pada KMP terdapat demikian banyak figur politisi yang jauh lebih mumpuni dan berpengalaman dibandingkan tokoh-tokoh di KIH. Dengan masuknya Partai Demokrat dalam KMP, walau mengatakan sebagai parpol penyeimbang, tetap saja PD memberi masukan dan suara kedalam KMP.
Apa kekuatan dari KMP? Kekuatan penguasaan medan persaingan politik dan lobby jelas jauh lebih kuat dibandingkan KIH. Pada pemilihan Ketua MPR, bukti pecahnya suara politisi PPP yang menyatakan bergabung ke KIH serta pecahnya suara anggota DPD yang sejak awal akan mendukung paket KIH akhirnya menyebabkan kemenangan KMP dalam voting. Ada politisi KIH yang mengakui bahwa mereka kurang mengawal suara menjelang pemilihan. Ini salah satu titik rawan, yang kemudian mampu dieksploitir KMP dan akhirnya mampu membalikkan kelemahan menjadi kekuatan. Sebenarnya KIH menjelang pemilihan mempunyai peluang yang jauh lebih besar menang, karena menempatkan calon DPD untuk dijadikan Ketua MPR.
Apabila KIH sejak awal menggunakan dasar ilmu berperang dari SunTzu (The Art of War) atau seni berperang, peluangnya tidak akan hilang. Cuplikan karya yang menarik dari Sun Tzu, diantaranya menyebutkan, barang siapa yang memiliki pengetahuan mendalam tentang dirinya sendiri dan musuh, dia ditakdirkan untuk memenangi pertempuran. Barang siapa memahami dirinya sendiri tetapi tidak memahami musuhnya, dia hanya memiliki peluang sama besar untuk menang. Barang siapa tidak memahami dirinya sendiri dan musuhnya, dia ditakdirkan untuk kalah dalam pertempuran.
Ditegaskannya, "Kenalilah musuh Anda, kenalilah dirimu, dan kemenangan Anda tidak akan terancam."Panglima yang akan memenangi peperangan adalah panglima yang tekun menyusun dan menyiapkan siasat perang dengan cermat. Unsur ilmu perang pertama adalah pengukuran ruang berdasarkan sifat lapangan. Langkah ketiga, dibuat perhitungan kekuatan. Berdasarkan perhitungan kekuatan, langkah ke-empat mempertimbangkan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan. Atas dasar pertimbangan kemungkinan, langkah kelima dimulai berupa sebuah perencanaan kemenangan.
Dalam konteks politik, disinilah pentingnya peran raja dalam menentukan strategi, Raja harus kuat, tetapi raja yang tidak faham soal politik kemudian mencampuri hal-hal terkait dengan politik akan membuat politisinya kebingungan. Siasatnya dinamakan raja membelenggu politisinya, politisi diperbudak oleh rajanya. Point terpenting lainnya dari teori Sun Tzu adalah penggunaan intelijen, berarti harus dilakukan pengumpulan informasi intelijen tentang apa yang akan dilakukan oleh pesaing/lawan.
Dalam berpolitik, kita sering melihat bahwa ada dan demikian mudah politisi yang loncat pagar dan langsung diterima. Dari sisi penilaian sekuriti, ini merupakan keputusan rawan, karena bisa saja terjadi mereka adalah agen yang disusupkan kedalam inner circle. Dengan demikian maka semua rencana dan strategi parpol koalisi otomatis akan bocor dan mudah dimanfaatkan lawan. Karena itu, dalam sebuah koalisi, perlu ada team khusus yang mempunyai kemampuan membaca kemungkinan adanya infiltrasi atau penetrasi, dimana secara periodik perlu dilakukan pemeriksaan sekuriti.
Nah, itulah penilaian kekalahan dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dalam beberapa dinamika politik di DPR. Apakah kedepan setelah presiden baru dilantik situasi dan kondisi akan tetap serupa? Bisa iya dan bisa tidak. Kebijakan Raja (Presiden) akan sangat menentukan masa depan pemerintahannya. Jangan dibiarkan KIH kalah terus, namanya saja sudah hebat. Mungkin benar seperti dikatakan Denny bahwa presiden terpilih Jokowi dinilai lemah, tetapi ada yang perlu diingat, Jokowi saat ini belum secara resmi menjadi presiden. Power belum dipegangnya, menurut penulis, akan berbeda apabila kesaktiannya sudah bersatu yang dalam bahasa jawa disebut sebagai "idu geni."
Disamping itu seperti yang dikatakan oleh Professor William Liddle, bahwa disebuah negara demokratis dengan sistem presidensial, seorang presiden harus berkompromi dengan partai-partai di parlemen. Mungkin itulah jawaban yang tepat agar kebijakan sang presiden tidak terganjal dan hanya menjadi angin berlalu. Cerdas dan cerdik, serta waspada bagi Jokowi dalam mengantisipasi dinamika perpolitikan, itulah yang akan menyelamatkan masa kepemimpinannya dalam waktu lima tahun. Kompromi, mungkin itu jalannya, tidak perlu terus 'keukeuh', dan ditabukan demi sukses dan kesinambungan kepemimpinannya. Tanpa kompromi, kekalahan akan bisa terus dikondisikan lawan politiknya. Caranya, jelas banyak jalan lain ke Roma.
Sebagai figur yang sudah dipilih rakyat, disukai, dan menang dalam pilpres, tidak perlu terus bersandar dengan kata-kata dilindungi rakyat. Mandat sudah dipegangnya dari rakyat. Buktinya kini skor sudah lima kosong, reaksi rakyat tidak juga keras. Sebuah contoh asli, Gus Dur yang sangat powerfull akhirnya harus lengser dengan tragis dan Ibu Mega sebagai wakil presiden kemudian yang menjadi Presiden. Selamat bertugas Pak Jokowi semoga selamat.
Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen www.ramalanintelijen.net
Artikel terkait :
-Antara Ramalan Intelijen Presiden 2014 dan Jokowi, http://ramalanintelijen.net/?p=8218
-PDIP Harus Lebih Cermat Menyikapi Perkembangan Politik, http://ramalanintelijen.net/?p=8546
-Tekanan Psikologis Terhadap Megawati agar Tidak Maju, http://ramalanintelijen.net/?p=7899
-Apa Kata Bu Mega Tentang Capres PDIP dan Indonesia Raya di Mata Najwa, http://ramalanintelijen.net/?p=7940
-Hanya Mega dan SBY sebagai Kingmaker Terkuat pada Pemilu 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=7872
-Antara Megawati dan Jokowi Soal Capres 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=7849
-Antara Jokowi dan Kejujuran, Kunci di 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=7805
-Jokowi Akan Dijadikan Musuh Bersama, http://ramalanintelijen.net/?p=7601