Gita Mundur, Akankah Yang Lain Menyusul?
5 February 2014 | 8:05 am | Dilihat : 378
Gita Wiryawan (Foto : tribunnews.com)
Pengunduran diri Gita Wiryawan dari jabatannya sebagai Menteri Perdagangan jelas menyisakan sebuah pertanyaan kepada penulis. Sebagai menteri yang tergabung dalam Kabinet Indonesia Bersatu Jilid-II, masa pemerintahan hanya tersisa beberapa bulan menarik untuk diperhatikan. Gita mundur hanya dengan alasan agar bisa lebih berkonsentrasi sebagai peserta konvensi capres Partai Demokrat, itu saja intinya.
Gita Irawan Wirjawan menduduki jabatan sebagai Menteri Perdagangan sejak 19 Oktober 2011. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pada 2013, Gita resmi menyatakan ikut konvensi Partai Demokrat dan pada Oktober 2013 Gita sempat mengemukakan keinginan mundur sebagai Mendag karena ingin konsentrasi di konvensi, tetapi permintaannya ditolak Presiden SBY. Permintaan pengunduran dirinya terhitung 1 Februari 2014 kemudian disetujui presiden.
Apakah pengunduran dirinya terkait dengan beberapa kasus dan isu diseputar Kementerian Pedagangan? Jabatan menteri perdagangan bukan jabatan ringan, karena menyangkut beberapa bandar besar dengan omset trilyunan rupiah. Saat menjabat, Gita mendapatkan banyak tantangan terkait dengan mahalnya sejumlah komoditas pangan, mulai dari bawang putih, daging, kedelai, hingga gula rafinasi. Terkait mahalnya bawang putih, Gita dituduh terlibat kartel impor oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Namun, dia membantah ruduhan itu dan mengajukan somasi kepada lembaga tersebut.
Menjelang Lebaran, Gita Wirjawan bersama Menteri Pertanian Suswono disorot mengenai mahalnya harga daging. Seusai isu daging, dia kembali "diuji" dengan mahalnya harga kedelai. Kemudian kasus terakhir adanya impor beras Vietnam sempat disentuhkan dengannya. Masalah tersebut sudah dibantah Gita.
Posisi Gita dalam mengikuti proses konvensi nampaknya juga tidak terlalu bersinar. Peneliti LSI Adjie Alfaraby saat merilis hasil survei LSI di Jakarta, Minggu (2/2/2014) siang menyatakan, "Konvensi Demokrat terbukti telah gagal melahirkan capres yang kuat yang bisa menyaingi partai lainnya," katanya. Capres Konvensi yang terkuat adalah Meneg BUMN, Dahlan Iskan, yang hanya mendapatkan suara 2,5 persen. Dibawahnya, Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Jenderal (Pur) Pramono Edhie Wibowo elektabilitasnya hanya 2,1 persen. Sementara Ketua DPR Marzukie Ali hanya mendapatkan 2 persen suara. "Sisanya, Calon Presiden Konvensi Partai Demokrat yang lain, perolehan suaranya semua dibawah 2 persen," kata Adjie. Ini berarti Gita menurut LSI juga tingkat keterpilihannya hanya dibawah 2 persen. Jauh dibawah elektabilitas jago PDIP, Golkar dan PDIP. Jelas akan sulit menaikkan elektabilitasnya hanya dalam beberapa bulan mendatang.
Secara logika dan etika Gita semestinya melepas jabatannya apabila dia meyakini posisinya di konvensi terunggul, tetap mengemban jabatannya hingga akhir kabinet. Kenapa Dahlan Iskan tetap menjabat? Tetapi nampaknya kemudian terserah kepada kepentingan pribadi masing-masing. Yang menjadi sorotan dan persoalan, sebuah jabatan adalah amanah yang harus diemban, karena itulah pengabdian kepada bangsa dan negara. Jadi nampaknya ada alasan lain yang sangat kuat dan tertutup dibelakang ini semua.
Apabila kita melihat beberapa belas tahun yang lalu, peristiwa pengunduran diri menteri kabinet pernah juga terjadi dan kemudian membawa dampak politis hebat hingga menjatuhkan pemerintahan dibawah Pak Harto. Dalam kemelut situasi politik pada bulan April-Mei 1998, pada hari Selasa, 19 Mei 1998 Presiden Soeharto bertemu dengan para ulama dan tokoh masyarakat. Usai pertemuan, Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan VII sekaligus merubahnya menjadi Kabinet Reformasi.
Pada tanggal 20 Mei 1998 pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang Ekuin dipimpin Menko Ekuin Ginanjar Kartasasmita mengadakan pertemuan di gedung Bappenas (2 menteri yang tidak hadir adalah Muhammad Hasan dan Fuad Bawazier). Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam kabinet reformasi, yang disampaikan pada Pak Harto melalui surat yang dikirim ke Cendana. Surat pernyataan mundur para menteri di lingkungan Ekuin merupakan gelombang kedua yang diterima Presiden Soeharto. Sebelumnya surat pengunduran diri sudah disampaikan Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya (Menparsenibud) Abdul Latief. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 09.05 WIB Pak Harto membacakan pidato "pernyataan berhenti sebagai presiden RI.” Jelas pengunduran politik para menterinya merupakan pukulan terbesar bagi Pak Harto.
Informasi masa lalu adalah bagian berharga dari sejarah perjalanan bangsa ini. Kini menjelang pileg, pilpres yang tersisa beberapa bulan lagi, kita melihat adanya gempuran yang semakin berani dan nyata terhadap kepemimpinan Presiden SBY. Menurut teori Air Operation, yang diserang adalah center of grafity, dimana SBY adalah titik terkuat dan terrawan dari Partai Demokrat. Kita ketahui bahwa SBY jauh lebih besar dari Partai Demokrat. Partainya hanya mengikuti kebesaran dan citranya. Penulis melihat serangan banyak ditujukan untuk merontokkan Demokrat sebagai partai penguasa, dengan target utamanya SBY. Itu salah satu sisinya.
Sementara dilain sisi, apakah kita sadar bahwa masih ada mereka yang menghendaki Indonesia runtuh, lemah dan pecah. Dengan demikian maka Indonesia akan mudah disetir. Indonesia masih menyimpan banyak sumber daya alam yang menggiurkan, belum lagi apabila ditinjau dari sisi geostrategi dan geopolitik. Kemungkinan lain, negara lain akan membina calon pimpinan nasional yang bisa disetir untuk kepentingan mereka. Suatu hal yang sering dilakukan negara-negara besar juga demi kepentingan mereka. Disini kita mestinya waspada.
Dengan demikian, maka pimpinan nasional, serta para elit politik semestinya lebih waspada, jangan sampai langkah Gita kemudian diikuti oleh menteri-menteri lainnya. Pemerintahan masa kini harus kita jaga bersama hingga terlaksana dan selesainya pemilu legislatif dan pemilu presiden. Melihat hasil beberapa survei, nampaknya dominasi Partai Demokrat akan berakhir pada tahun 2014. Kemungkinannya, pemerintahan serta penguasa akan digantikan dari kekuatan lain. Ada yang ditakutkan oleh para elit, jangan sampai mereka disebut kroni penguasa lama.
Seperti masa lalu itu, takut dicap sebagai kroni Pak Harto, dan takut apabila dituntut rakyat harus ikut menanggung dosa bersama Pak Harto katanya. Bukannya mencari solusi demi bangsa dan negara, tapi justru menyelamatkan diri dengan mengundurkan diri. Semoga sejarah kelam ini tidak terulang kembali kini. Kira-kira begitulah ulasan sederhana ini.
Oleh : Marsda (Pur) Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen. www.ramalaninteljen.net
Artikel Terkait :
-Soekarno, Soeharto dan Susilo, http://ramalanintelijen.net/?p=1531
-Ramalan Intelijen Posisi Parpol dan Capres Menjelang Pemilu 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=7981
-Apa Kata Bu Mega Tentang Capres PDIP dan Indonesia Raya di Mata Najwa, http://ramalanintelijen.net/?p=7940
-Tekanan Psikologis Terhadap Megawati agar Tidak Maju, http://ramalanintelijen.net/?p=7899
-Hanya Mega dan SBY sebagai Queen dan Kingmaker Terkuat pada Pemilu 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=7872
-Jokowi Akan Dijadikan Musuh Bersama, http://ramalanintelijen.net/?p=7601
-Survei LSI; Capres Riil 2014, Megawati, Aburizal dan Dahlan Iskan, http://ramalanintelijen.net/?p=7597
-Capres 2014 Yang Mengapung, Sebuah Telaahan dari Old Soldier, http://ramalanintelijen.net/?p=7059
-Ramalan Intelijen dan Ramalan Jayabaya Presiden 2014, http://ramalanintelijen.net/?p=4315,