Antara Kerusuhan Lapas Indonesia dengan Penjara Abu Ghraib Irak
21 August 2013 | 11:44 am | Dilihat : 606
Kerusuhan di LP Tanjung Gusta (foto: nasional.news.viva. co.id)
Kerusuhan demi kerusuhan yang menonjol telah terjadi di empat Lembaga Permasyarakatan di Indonesia, yang jelas telah membuat pusing Menkumham dan Wamennya. Kerusuhan teranyar terjadi di Lapas/LP (Lembaga Pemasyarakatan) Kelas II A Labuhan Ruku di Kecamatan Talawi, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara yang dibakar para narapidana (napi) pada hari Minggu (18/8/2013) sekitar pukul 17.30 WIB. Api dapat dipadamkan pada pukul 21.00 WIB.
Menurut Kepala Pos Lapas Labuhan Ruku, S Berutu, kerusuhan dipicu penolakan para napi terhadap rencana pemindahan napi dari lapas lain ke lapas Labuhan Ruku yang sudah kelebihan penghuni tersebut. "Memang ada rencana pemindahan sekitar 40 orang napi dari Lapas Lubuk Pakam ke Lapas Labuhan Ruku," katanya. Saat kejadian diketahui, ada sebanyak 874 napi yang berada di dalam Lapas tersebut, sedang kapasitas Lapas hanya sekitar 250. Terdapat juga 26 napi wanita dalam lapas ini.
Kerusuhan dimanfaatkan napi untuk kabur dari penjara, yang menurut Kakanwil Kumham Sumut, Budi Sulaksana ada sekitar 25 sampai 30 napi yang melarikan diri. Beberapa sudah tertangkap dan menyerahkan diri. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Ronny F Sompie, Selasa (20/8/2013) menjelaskan, "Awalnya informasi yang diterima sebanyak 30 orang yang melarikan diri, tapi sekarang sudah 31 orang diamankan. Jadi ternyata lebih," katanya. Sedikitnya 500 napi kemudian terpaksa dipindahkan ke 13 LP dan rutan di Sumatera Utara pasca kerusuhan, dimana seusai kerusuhan banyak ruangan yang hancur dan mengalami kerusakan cukup parah.
Sebelum kerusuhan Lapas Labuhan Ruku, tercatat telah terjadi tiga kerusuhan menonjol di tiga Lapas lainnya. Pada hari Kamis (11/7) malam terjadi kerusuhan di Lapas Kelas I Tanjung Gusta, Medan. Kerusuhan serta keributan diduga terjadi karena air dan listrik mati pada Kamis (11/7) pukul 05.00 WIB dan pukul 17.30 WIB. Para Napi yang memrotes kemudian melakukan penyerangan dan membakar bagian lapas. Tercatat 212 nara pidana berhasil melarikan diri.
Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F. Sompie di Jakarta, Selasa, "Sampai hari Selasa (20/8), jumlah napi yang tertangkap mencapai 114 orang," katanya. Sebanyak 98 orang lainnya masih buron, termasuk empat napi teroris masih bebas. Keempat napi teroris itu yakni Nirbas alias Arab, Agus Sunyoto, Abdul Gani Siregar dan Fadli Sadama.
Pada hari Rabu (17/7) sekitar pukul 07.00 pagi, sebanyak 12 tahanan kasus narkoba melarikan diri dari Rutan Baloi Batam, setelah menyerang dan menyandera petugas. Kepala Rutan Baloi Batam, Anak Agung Gde Khrisna, mejelaskan Blok AI tempat tahanan yang kabur berisi 31 tahanan, sementara kapasitasnya hanya 11 orang. Berkas semua tahanan sudah berstatus P21 atau siap disidangkan
Satu tahanan bernama Heriawan ditangkap beberapa saat seusai melarikan diri dari rutan tersebut. Sedang seorang tahanan lagi atas nama Indra Kumar, 26, ditangkap pihak kepolisian di Perumahan Marina View Blok D No 02 Batuaji. Saat akan ditangkap, Indra berupaya melarikan diri sehingga ditembak oleh polisi yang mengenai betis sebelah kanannya. Menkumham Amir Syamsuddin menegaskan, tahanan yang kabur itu bukan napi, melainkan tahanan titipan yang tengah mengikuti proses hukum.
Keributan Lapas juga terjadi jauh hari sebelumnya di Bali. Tanggal 22 Februari 2012, sekitar pukul 23.00 WITA, terjadi kerusuhan dan kebakaran di LP Kerobokan, Bali. Kantor Kalapas dan stafnya dibakar oleh narapidana, sehingga butuh waktu cukup lama untuk memadamkan api. Ketika aparat Kepolisian turun untuk mengamankan pun, suasana masih belum kondusif. Para narapidana masih mengamuk dan mengancam dengan celurit. Petugas Polda Bali terpaksa menembak sejumlah narapidana. Menurut Wakapolda Bali Brigjen (Pol) I Ktut Untung Yoga Ana, ada tiga narapidana yang terpaksa ditembak di bagian kaki karena mengamuk dan membahayakan petugas.
Penyerangan Mematikan ke Penjara Abu Ghraib Irak
Pada hari Selasa tanggal 23 Juli 2013, telah terjadi serangan mematikan terhadap dua penjara yang dikenal mempunyai keamanan tingkat tinggi yaitu Abu Ghraib dan Taji. Abu Ghraib pada saat dikelola oleh pasukan AS merupakan penjara sekelas Guantanamo, tempat penahanan teroris Al-Qaeda. Kemudian setelah pasukan AS ditarik dari Irak, penjara tersebut dikelola oleh pemerintah Irak. Serangan tersebut diakui dilakukan oleh kelompok yang menamakan dirinya the Islamic State of Iraq dan the Levant, dikenal sebagai organisasi afiliasi Al-Qaeda Irak, demikian menurut AP.
Penyerangan spektakuler terhadap kedua penjara tersebut dilakukan dengan sangat teliti, dan merupakan akumulasi kerusuhan yang terjadi sejak bulan April lalu. Serangan dikhawatirkan oleh kelompok oposisi parlemen Irak, karea khawatir akan meluas ke konflik sektarian yang akan mendorong negara tersebut dalam perang saudara.
Al-Qaeda mengatakan operasi serangan ke penjara itu melibatkan 12 bom mobil, serangan roket dan rudal, bom bunuh diri serta bantuan serangan dari tahanan yang berhasil memperoleh senjata di dalam penjara. Para pejabat Irak mengatakan setidaknya 25 anggota pasukan keamanan Irak tewas dalam serangan, bersama dengan setidaknya 21 tahanan dan 10 militan. Bentrokan berlangsung selama berjam-jam.
Beberapa pejabat di Irak, serta anggota dari "parliament’s security and defense committee" mengatakan lebih dari 500 orang tahanan berhasil melarikan diri dari Abu Ghraib sementara tidak ada yang melarikan diri dati penjara Taji. Kedua penjara tersebut dihuni oleh ribuan narapidana, termasuk militan dari Al-Qaeda.
Antara Abu Ghraib dan LP Indonesia
Hingga saat ini memang belum ada fakta yang mengarah adanya keterkaitan antara kerusuhan di Irak dengan di Indonesia. Bahkan kerusuhan di Tanjung Gusta terjadi sebelum serangan terhadap Abu Ghraib. Tanjung Gusta menjadi LP dengan perhatian khusus, karena yang lepas adalah empat anggota teroris yang diantaranya adalah tokoh narcoterrorism Fadli Sadama yang mempunyai link ke luar negeri.
Abu Ghraib merupakan penjara yang dikenal dengan tingkat keamanan tinggi, artinya sistem keamanannya di design oleh pasukan khusus AS dengan sangat serius, toh akhirnya setelah dikelola oleh polisi Irak berhasil dijebol teroris hingga 500 napi berhasil melarikan diri.
Sementara untuk LP di Indonesia nampaknya ada hal-hal khusus yang terus menjadi masalah mirip bom waktu, sewaktu-waktu akan meledak. Ternyata kini mulai meledak. Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana mengatakan di depan peserta workshop pelayanan kesehatan mental penghuni lapas di Fakultas Psikologi UGM, Rabu (1/5/2013), terdapat over kapasitas hunian bagi para penghuni lapas di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data hingga April 2013 jumlah penghuni lapas di seluruh Indonesia mencapai 157.684 orang. Dengan rincian tahanan berjumlah 50.751 orang dan 24.568 orang diantaranya merupakan tahanan narkotika. Kemudian 106.933 narapidana yang 51.130 orang diantaranya merupakan narapidana narkotika. Menurutnya, kapasitas hunian sebenarnya hanya mampu menampung 104.864 orang.“Jadi ini 150,37 persen over kapasitas,” kata Denny.
Selain over kapasitas, lapas juga mengalami kekurangan petugas penjaga. Petugas yang ada hanya 31.181 orang, dan harus menangani 157.684 tahanan. Padahal masalah di dalam tahanan sangat komplek mulai dari persoalan intern sesama napi, dimana mereka membuat grup, gang, timbulnya konflik soal jatah makanan hingga kadang etnis dan lainnya yang menimbulkan potensi konflik. “Tekanan kita sangat besar tetapi anggarannya kurang, sumber daya manusia kurang, kapasitas pembinaan juga kurang, padahal pembinaan pelatihan perlu ditingkatkan,” keluh Denny.
Bahkan saking minimnya anggaran kata Denny, layanan kesehatan mental di sejumlah lapas di Indonesia memang belum sepenuhnya berjalan. Dari beberapa informasi, tingkat kematian di Lapas, sekitar 10 persen diantaranya disebabkan terbatasnya sarana kesehatan.
Kepada wartawan, pada hari Jumat, (19/7/2013), Anton Medan yang mantan napi mengaku sudah berkeliling ke semua lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Menurut dia, sebagian besar lapas menampung narapidana melebihi kapasitas, dengan kondisi terparah di lapas-lapas di kota besar. Lapas yang perbandingan antara penghuni dan kapasitas awalnya parah, menurutnya antara lain Lapas Cipinang, Lapas Salemba, Lapas Paleudang, Lapas Madaing, Lapas Tangerang, dan Lapas Tanjung Gusta.
Dalam menanggulangi kepadatan para napi, sebenarnya pemerintah telah membangun 14 LP dan Rutan yang telah dioperasikan pada tahun 2012. Menurut Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Sihabudin, pengoperasian belasan LP dan rutan baru ini dilakukan untuk mengurangi kelebihan kapasitas yang dialami oleh 428 LP dan rutan yang ada di Indonesia saat ini. Sihabudin menyatakan pada 30 April 2012, dari 428 lapas dan rutan yang ada di Indonesia saat itu dihuni oleh 147.600 tahanan dan narapidana. Jumlah ini meningkat cukup signifikan dalam empat bulan terakhir ini. ”Januari lalu masih berjumlah 97.800 orang,” katanya. Hal ini menandakan indeks kejahatan meningkat tajam.
Direktur Bina Keamanan dan Ketertiban Kemenkum HAM Wibowo Joko Harjono mengemukakan pembangunan lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) tambahan tidak sebanding dengan jumlah penghuni lapas dan rutan. "Usaha (menambah lapas dan rutan) tetap ada. Rencana ada penambahan 40 lapas dan rutan baru untuk tahun 2013," kata Joko Jumat (19/7/2013). Ia menjelaskan kelebihan kapasitas di lapas dan rutan di seluruh Indonesia disebabkan semua terdakwa yang telah divonis bersalah pengadilan akan berakhir di lapas dan rutan.
Presiden SBY, Sabtu (13/7), meminta laporan penggunaan anggaran peningkatan kapasitas Lapas senilai Rp1 triliun. Ditegaskannya, "Saya telepon Wakil Presiden dari Lombok, kita sudah menetapkan anggaran Rp1 triliun untuk meningkatkan kapasitas lapas, terutama yang sudah overload (kelebihan penghuni). Tujuan kita jangan sampai terjadi seperti apa yang di Medan ini," kata Presiden Yudhoyono saat menanggapi laporan kerusuhan LP Medan yang terjadi 11 Juli 2013.
Kesimpulan
Dari beberapa fakta tersebut diatas, memang telah terjadi kerusuhan dibeberapa LP di Indonesia yang nampaknya dilatarbelakangi dengan over kapasitas yang menurut data Wamenkumham sangat memprihatinkan. Dari data jumlah warga binaan dan munculnya kerusuhan, Presiden telah menggelontorkan dana sebesar Rp 1 triliun untuk mengantisipasi semakin meningkatnya kepadatan jumlah narapidana.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa meningkatnya jumlah napi terutama karena semakin bertambahnya jumlah napi yang terlibat masalah narkoba. Ini berarti bahwa memang Indonesia seperti yang disinyalir oleh beberapa negara besar merupakan sasaran utama para bandar narkoba. Terbukti dalam kasus Fraddy di LP Cipinang, tidak hanya dari luar, dari dalam lapaspun bisnis narkoba tetap berjalan. Sementara belum nampak adanya link atau upaya teroris internasional yang terlibat dalam kerusuhan di LP.
Kita mengharapkan agar para pengelola Lapas benar-benar memahami demikian complicated-nya permasalahan utama, dan bagi penegak hukum serta pejabat di Kemenkumham, perlu mewaspadai juga informasi Anton, tentang bahaya over kapasitas di Lapas kota besar. Tanjung Gusta yang disebut Anton sudah meledak dan rusuh. Beberapa lainnya nampaknya perlu diawasi dengan teliti, yaitu Lapas Cipinang, Lapas Salemba, Lapas Paleudang, Lapas Madaing, Lapas Tangerang. Apakah ini akan terus terjadi berurutan seperti jatuhnya kartu domino, kita tidak tahu juga. Semoga bermanfaat.
Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net