Keliru bila Meng-“underestimate” SBY dan Partai Demokrat pada 2014

24 April 2013 | 10:38 pm | Dilihat : 1102

Strategic Review Journal and the the 1st strategic review forum (rimanews.com)

Selama kira-kira setahun lamanya Partai Demokrat di dera masalah internal yang berupa perebutan kekuasaan diantara faksi yang terbentuk. Selain itu berita survei sebagai partai terkorup jelas langsung meruntuhkan citra partai yang demikian digdaya pada  Pemilu Legislatif 2009, Partai Demokrat secara mengejutkan dan fantastis mampu memperoleh 20,4 persen suara (21.703.137) dari total suara. Meningkat hampir 300 persen dibandingkan perolehan suaranya pada pemilu 2004 yang  hanya 7,45 persen.

Kemelut antara beberapa elit PD dengan Anas sebagai Ketua Umum meruncing dan meledak setelah Lembaga suvei  SMRC pada survei bulan Desember 2012 menunjukkan elektabilitas PD melorot, jatuh bebas, berkisar hanya 8,3 persen pada surveinya di bulan Desember 2012.

Dalam perkembangannya yang membuat pesimis kondisi Partai Demokrat adalah hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan pada tanggal 1-8 Maret 2013, menyebutkan hanya tiga pasangan capres-cawapres  yang akan muncul terkuat pada pilpres 2014. Pasangan tersebut adalah, Ical-Jokowi  di peringkat pertama dengan 36 persen, Megawati-JK 22,9 persen, dan Prabowo-Hatta 10,1 persen. Untuk poros Partai Demokrat, menurut peneliti LSI  Adjie Alfarabi  menilai, saat ini belum ada kader internal yang menonjol yang bisa diusung Partai Demokrat sebagai calon presiden. "Bisa saja Partai Demokrat akan mendukung capres dari partai lain dan hanya menggaransi posisi cawapres," katanya.

Secara lebih spesifik, LSI dalam surveinya mengungkapkan cublik mempersepsikan,  Megawati berada pada urutan teratas dengan 20,7 persen; Aburizal Bakrie 20,3 persen; dan Prabowo Subianto 19,2 persen. Selanjutnya, Wiranto (8,2 persen), Hatta Rajasa (6,4 persen), Ani Yudhoyono (2,4 persen), Suryadharma Ali (1,9 persen), Anis Matta (1,1 persen), Muhaimin Iskandar (1,6 persen), dan Surya Paloh (2,1 persen).

Adjie menyatakan tentang tidak munculnya nama-nama besar tokoh nasional seperti Jokowi, Mahfud MD, dan Jusuf Kalla yang selama ini masuk dalam bursa capres, sengaja tidak dimasukkan dalam survei oleh LSI. Dikatakannya,  "Berdasarkan pengalaman kami dari pemilu-pemilu sebelumnya, capres yang diusung partai memiliki posisi strategis di partainya. Maka dari itu, nama-nama ini masuk," katanya.

Nah, apakah dengan hasil survei LSI tersebut lantas Partai Demokrat hanya menjadi suporter dalam pilpres 2014? Rasanya kurang tepat. Memang survei walaupun hanya merupakan sebuah persepsi publik tetap dipergunakan sebagai acuan dalam menilai kondisi pemilihan. Kondisi Partai Demokrat setelah pengambil alihan kodal dari Anas, kemudian SBY terpilih sebagai Ketua Umum, lebih merupakan pecahnya sebuah bisul yang selama ini terus meradang. Kemerosotan PD jelas merupakan tanggung jawab Ketua Umum yang selama ini terlalu ringan disikapi oleh Anas, sehingga SBY yang dapat dikatakan sebagai pemegang saham terbesar PD kini lebih fleksibel dan bebas menerapkan strateginya.

Banyak orang yang terlalu meng-underestimate SBY pastinya, tanpa disadari citra SBY terus digempur dengan berbagai cara. Apakah mereka sadar bahwa sebagai ahli strategi, jenderal, ilmuwan, politikus, penggemar membaca, sangat berpengalaman sebagai pimpinan nasional serta mempunyai demikian banyak sekondan politik, langkahnya hanya keliru dan lemah? Penulis melihatnya sebaliknya.

Salah satu bukti, apapun yang dikatakan banyak orang, pada pemilu 2009, perolehan suara partainya (Demokrat) meledak hampir 300 persen. Ini adalah sebuah prestasi tersendiri dari sang maestro politik dalam dunia persilatan politik di Indonesia. SBY dituduh main kotor dengan memainkan fasilitas PNPM mandiri, BOSS dan langkah lainnya menjelang 2009. Pertanyaannya, apakah permainan politik di Indonesia tidak kotor? Menurut seorang pakar teman penulis, politik kotor, tetapi di Indonesia kotor sekali.

Untuk mencapai hasil maksimal dalam pemilu dan pilpres, SBY apabila diibaratkan bermain catur, mempunyai langkah kuda yang mengharuskan raja bergeser apabila di schak. Artinya pemikiran strategisnya berakhir pada jepitan semacam strategi capit udang yang membuat lawannya menyerah atau tertinggal dibelakangnya, tidsk berdaya.

Apa sebenarnya  dan bagaimana membaca langkah kuda tersebut. Disaat beberapa parpol sudah sibuk menentukan dan mendeklarasikan capres, SBY bahkan akan membuat konvensi. Calon bukan hanya kader demokrat saja, boleh mereka yang berasal dari luar. SBY faham bahwa diantara kadernya belum ada yang mumpuni atau layak dijual barangkali. Karena itu dia akan mencoba memancing siapapun dengan catatan elektabillitasnya tinggi  dan memenuhi syarat yang ditetapkannya. Ada beberapa calon yang dipancingnya, misalnya Gita Wiryawan, Mahfud MD, Irman Gusman, dari internal disebut Marzuki Ali.

SBY sudah memberikan gambaran bahwa capres PD lebih diutamakan yang berasal dari sipil dan wakilnya kemungkinan akan dipilih militer. Siapakah cawapres pilihan SBY? Kemungkinan ada dua yaitu Jenderal Purn Pramono Edhie Wibowo, kini masih menjabat Kasad atau Jenderal Purn Djoko Santoso, mantan Panglima TNI.

Jelas mereka yang nanti akan ditetapkan oleh SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada saatnya akan menjadi calon kuat karena pendukungnya adalah Ketua Umum rulling party dan masih menjabat sebagai presiden pada 2014. Kedepan, SBY akan menjadi "King Maker" yang kuat, memainkan kartu capres/cawapres yang dikehendakinya. Dari pengalaman pemilu 2009, penerapan strategi pemenangan serupa akan lebih mudah pada 2014 nanti. Partai Demokrat secara perlahan akan di stabilkan posisi politisnya, didudukkan sejajar dengan Golkar dan PDIP. Peledakkan perolehan pemilu pada 2014 akan tercapai karena kebebasan geraknya sebagai Ketua Umum dan sekaligus pimpinan nasional.

Aburizal boleh menjulang awal, Prabowo boleh berkiprah dan Megawati masih belum yakin dengan cawapresnya, maka pasangan capres-cawapres yang didukung SBY walau tidak terlalu hebat akan melejit pada saatnya nanti. Langkah kuda dari SBY bisa saja mengejutkan, misalnya bukan tidak mungkin PD akan meminang Jokowi sebagai capres. Karena itu keliru bila kita  meng-underestimate SBY dan Partai Demokrat. Pada saatnya nanti, kiprahnya akan mengejutkan siapapun pelaku politik di Indonesia. Dia sangat faham dengan karakter dan kemudahan watak orang Indonesia, mudah memaafkan dan mudah tergiring dan  terpancing dengan sesuatu yang kadang tidak jelas sekalipun. Inilah gambaran politik di tanah air yang kita cintai ini.

Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.