Serangan Nuklir hanya Gertak Sambal Korea Utara

16 April 2013 | 5:16 am | Dilihat : 538

[google-translator]

Ancaman perang nuklir seperti yang disampaikan oleh Kim Jong-un, Jumat (29/03/2013) dimana  dia telah memerintahkan persiapan serangan peluru kendali (rudal)  ke pangkalan militer AS, nampaknya hanya merupakan gertak sambal belaka. Banyak pihak memperkirakan bahwa tanggal 15 April adalah hari keramat Korut yang memperingati kelahiran pendiri Korut, Kim Il-sung, yang meninggal pada tahun 1994 dan diberi gelar anumerta sebagai  "presiden abadi."

Beberapa negara diantaranya Amerika Serikat, Korea Selatan dan Jepang telah meningkatkan kesiagaannya menghadapi kemungkinan serangan mendadak yang tidak diperkirakan tersebut. Korea Utara sulit diprediksi, karena ancamannya pernah mereka laksanakan dengan menenggelamkan kapal perang AL Korea Selatan dan mengakibatkan sekitar 41 pelautnya meninggal.

Kesiagaan AS menggelar kapal anti peluru kendali (rudal) di perairan Semenanjung Korea, serta perkuatan rudal pertahanan udara (hanud) di Guam dan Jepang berupa rudal Patriot tidak perlu digunakan. Hingga tanggal 15 April 2013 yang mendebarkan tersebut, Korut sudah menempatkan rudal jenis "Musudan" ke pantai Timur. Walau diketahui kemampuan rudal nuklir Korut masih dibawah kemampuan bom atom Hiroshima, jelas Amerika tidak akan mengambil resiko. Dampak ledakan akan menakutkan dan AS akan berada pada posisi sulit untuk mengambil keputusan, membalas dan membumi hanguskan Pyongyang dengan bom nuklir atau mengambil langkah serangan konvensional.

Menjelang tanggal 15 April yang dinyatakan sebagai hari libur tersebut, menurut kantor berita pemerintah, di Pyongyang dilaksanakan kegiatan pertandingan lari maraton internasional pada hari Minggu (14/4/2013) yang menampilkan pelari dari 10 negara, diantaranya dari Ukraina, Italia, Afrika Selatan, Zimbabwe, Kenya dan Namibia. Menteri pertahanan Korea Selatan mengatakan ia melihat tidak ada bukti bahwa bangsa itu mempersiapkan perang.

Suasana tenang di Pyongyang menurut beberapa analis keamanan dinilai merupakan antiklimaks bahwa Korut telah meningkatkan ketegangan terutama sebagai cara untuk menarik perhatian AS tentang  bentuk kebijakannya terhadap Korea Selatan. Selain itu Korea Utara yang mencoba menghidupkan suasana perang untuk alasaan kepentingan politik domestik. Para ahli menilai upaya tersebut untuk membangun dukungan yang lebih besar terhadap Kim Jong-un serta untuk merasionalkan pengorbanan rakyat Korut yang miskin dan kurang makan.

Pada hari Sabtu (13/4/2013) Menteri Luar Negeri John F. Kerry mengunjungi China yang dikenal sebagai sekutu Korut, agar lebih keras mengendalikan Korut atas niatnya menggagas perang, khususnya dengan menggunakan nuklir.

Kerry mengatakan bahwa sikap agresif Korut telah mengancam seluruh wilayah Pasifik, termasuk kepentingan China sendiri. Kerry menyatakan AS menginginkan adanya suatu tujuan bersama di Semenanjung Korea sebagai daerah yang bebas nuklir. Kerry meminta Menlu China, Yang Jiechi mengusahakan sebuah jalan keluar dari ketegangan perang tersebut secara damai melalui dialog.

Kerry dalam konferensi pers penutupan zamannya pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping dan pejabat lainnya. "Semua orang berharap kewajaran yang akan menang." Menteri Luar Negeri AS John F. Kerry padfa hari Minggu (14/4/2013) menyatakan mengundang Korea Utara untuk melanjutkan kembali pembicaraan perlucutan senjata, mencabut  ancaman perang dan membatalkan uji coba peluncuran rudal yang mampu menghantam Jepang dan pangkalan militer AS di Pasifik . Ia membuka kemungkinan kontak langsung baru antara Amerika Serikat dan Korea Utara, sebagai cara untuk menjamin bahwa Amerika Serikat tidak akan menyerang.

Amerika Serikat dan China sepakat untuk menindak lanjuti dengan segera kesepakatan bersama Sabtu tersebut, kata Kerry. Jenderal Martin Dempsey, Ketua dari Kepala Staf Gabungan, akan mengunjungi China dalam beberapa minggu mendatang. Wakil Kerry, William J. Burns, dan pejabat badan intelijen juga akan datang ke Beijing segera berkolaborasi dalam penyelesaian masalah Korea Utara, demikian dijelaskan oleh Menlu AS tersebut.

Berkaitan dengan rencana AS tersebut, Associated Press melaporkan Minggu bahwa Korea Utara telah menolak usulan Selatan untuk menyelesaikan ketegangan melalui dialog, menyebutnya sebagai “crafty trick.” Korea Utara tanpa rasa takut selalu mengabaikan larangan Dewan Keamanan PBB yang melarang peluncuran rudal dan melakukan tes nuklir, disamping juga mengingkari janji perlucutan senjata dari negosiasi terakhir. Kerry mengatakan dia melangkah dengan hati-hati, mengingat beberapa kegagalan negoisiasi pada  masa lalu.

Kerry dalam akhir lawatannya menyatakan “We spent years in the same dynamic, so it’s fair to try to require some indicator of good faith that the dynamic is going to be different, I’m open personally to exploring other avenues."

Nah, itulah situasi dan kondisi di Semenanjung Korea yang tetap masih diliputi ketegangan. Yang jelas kini kebijakan Presiden Obama berbeda dengan kebijakan Presiden Bush. Pada masa lalu As akan langsung melakukan pengerahan kekuatan seperti yang terjadi di Afghanistan dan Irak, musuh yang dianggap potensial akan mereka serbu. Irak yang hanya diindikasikan memiliki SPM (Senjata Pemusnah Masal) yang akhirnya tidak terbukti diserbu dan diduduki, demikian juga Afghanistan yang dikendalikan oleh pemerintahan Taliban, karena dianggap melindungi Osama bin Laden juga diduduki.

Kondisi politik luar negeri AS kini dibawah Presiden Barack Obama telah berbeda. Kita tidak bisa membayangkan Korea Utara yang secara terang-terangan mengancam akan menyerang dengan peluru kendali nuklir, kini dikejar AS lebih dengan jalan dialog. China sebagai pesaing AS dimasa depan justru dijadikan way out dari kebuntuan negosiasi dengan Korea Utara. Pertanyaannya kini terjawab, Korea Utara berani menantang AS karena mereka mempunyai peluru kendali berkepala nuklir. Titik. Itulah kuncinya, bargaining power Korut sangat kuat, nekat, tetapi memang mumpuni, bisa membuktikan.

Kembali ke tanah air, lantas kita bagaimana? Seberapa besar bargaining position Indonesia? Rasanya kecil sekali.  Kini kita justru heboh dengan masalah kemelut soal HAM yang diimport itu, yang oleh banyak fihak justru dianggap melemahkan semangat persatuan dan kesatuan.  Oh, begitu?

Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Ilustrasi Gambar : The Defense Intelligence Agency

   
This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.