Ancaman Perang Korea dan Benturan Peradaban

8 April 2013 | 5:23 pm | Dilihat : 958

[google-translator]

Samuel P.Hutington dalam mengulas "benturan peradaban," menyatakan bahwa terbentuknya sebuah gagasan peradaban universal adalah gagasan Barat, dan secara langsung bertentangan dengan partikularisme dari sebagian besar masyarakat Asia. Dalam wilayah politik perbedaan-perbedaan itu terwujud dalam usaha Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya dalam  membujuk masyarakat lainnya   untuk mengadopsi ide-ide Barat tentang demokrasi dan hak asasi. Sebuah pemerintahan demokratis modern berasal dari Barat. Ketika berkembang di masyarakat non Barat, hal ini biasanya merupakan produk dari kolonialisme atau pemaksaan Barat.

Poros utama politik dunia kemudian berkembang menjadi sebuah konflik antara Barat dan yang lainnya. Korea Utara serta Myanmar merupakan dua negara ekstrim yang melakukan isolasi untuk melindungi masyarakat mereka dari penetrasi atau "korupsi" yang dilakukan Barat, dan berusaha keluar dari komunitas global yang didominasi Barat. Alternatif kedua, negara bergabung dengan Barat, menerima nilai-nilai serta lembaga-lembaganya. Ketiga, sebuah negara menyeimbangkan Barat dengan cara mengembangkan kekuatan militer dan ekonomi, bekerjasama dengan masyarakat non Barat lainnya melawan Barat, berusaha menjadi modern tanpa menjadi kebarat-baratan.

Korea Utara dan Pernyataan Ancaman Perang

Sejak Korea Utara dipimpin oleh Kim Jong-un, mulai tanggal  31 Desember 2011, warna anti Amerika semakin kental di negara tersebut. Kim Jong-un menggantikan ayahnya Kim Jong-il yang meninggal karena dugaan serangan jantung. Kim muda kemudian diangkat sebagai panglima tertinggi militer, yaitu jabatan sebagai panglima tertinggi yang diumumkan secara resmi oleh Biro Politik Komite Sentral Partai Pekerja Korea Utara.

Kim Jong-un nampaknya dengan cepat mampu mengkonsolidasikan kekuasaan di negaranya. Ini juga merupakan langkah terbaru dalam kultus kepribadian yang berkembang di sekelilingnya. Kim muda adalah generasi ketiga dari dinasti Kim Il-sung dan Kim Jong-il. Dengan usianya yang demikian muda (29 tahun), banyak negara yang menyangsikan kemampuannya untuk mampu bertahan dan melanjutkan dinasti Kim sejak Kim Il-sung berkuasa. Banyak yang mengkhawatirkan unstabilitas Korea Utara akan membawa masalah bagi negara lainnya, mengingat negara itu menjadi negara dengan kekuatan nuklir dan sekaligus negara miskin yang ekonominya sangat parah.

Sejak Korea Utara melakukan uji coba nuklir ketiga pada 12 Februari 2013, Dewan Keamanan PBB menyatakan akan menerapkan hukuman yang lebih berat. Tes tersebut terdeteksi jauh lebih besar dibandingkan dua tes sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2006 dan 2009. Ledakan nuklir 12 Februari diperkirakan kurang kuat dibandingkan bom yang dijatuhkan di Hiroshima pada 1945. Tes ini merupakan tes pertama dibawah kepemimpinan Kim Jong-un. Para ahli mengatakan bahwa tes itu merupakan pembangkangan ke Cina, yang selama ini mendesak agar pemimpin muda tidak mengambil resiko konfrontasi terbuka dengan senjata. Sebuah surat kabar Cina yang menyuarakan pemerintah menyatakan Korut akan "membayar harga yang mahal" jika melanjutkan tes.

Pemerintahan Presiden Obama mengancam akan mengambil tindakan tambahan untuk menghukum Korut setelah melakukan tes nuklir ketiganya dan mengharap Cina mau ikut mengembargo pengiriman minyak dan bantuan lainnya. Cina sementara ini telah menolak berpartisipasi, karena takut akan terjadi unstabilitas dan kekacauan di Korut. Disinilah diakui diplomasi Kim Jong Un yang  yakin dan berani bertaruh bahwa tes ketiganya tidak akan mengubah kalkulus Cina. Cian diyakininya masih memihaknya.

Sejak Amerika Serikat dan Korea selatan menggelar latihan bersama tahunan, Pyongyang mengecam latihan tersebut yang dikatakan oleh Kim muda sebagai persiapan untuk invasi ke Korut. Media Korea Utara terus memberitakan kebuntuan yang dramatis dan menuduh AS dan Korsel secara gegabah mengobarkan perang nuklir. Kim Jong-un, Jumat (29/03/2013) menyatakan, dia telah memerintahkan persiapan serangan peluru kendali (rudal)  ke pangkalan militer AS, menyusul aksi latihan militer bersama AS dan Korsel, yang menghadirkan pesawat pembom siluman B-2. Hal ini bukanlah ancaman "perang" pertama yang dilontarkan Korut, semenjak negara itu dikenai sanksi internasional akibat uji coba nuklirnya.  Korut menyatakan kini atau besok akan menyerang AS dengan menggunakan peluru kendali nuklir yang lebih kecil, lebih ringan dan beragam.

Menteri Partahanan Korea Selatan Kim Kwan-Jim mengatakan tidak mengetahui mengapa Korut telah memindahkan rudalnya ke pantai Timur , tetapi menyatakan "langkah Korut bisa untuk pengujian atau latihan." Kim membantah spekulasi bahwa rudal tersebut bisa menjadi KN-08 yang diyakini sebagai rudal (peluru kendali) jarak jauh dan bisa memukul AS. Dia mendeskripsikan rudal tersebut dari tipe "Musudan" yang berjarak jangkau 3.000km (1.800 mil), menempatkan Korea Selatan dan Jepang bersama dengan pangkalan militer AS dikedua negara sebagai sasaran potensial. AS hingga kini setelah berakhirnya Perang Korea 1950-1953 yang berakhir dengan gencatan senjata (bukan perjanjian damai) dengan Korut, masih menempatkan sekitar 29.500 anggota pasukannya di Korea Selatan.

Posisi, Langkah Strategis Pemerintah AS dan Perkembangan Situasi

Setelah Kim Jong-un menyatakan akan melakukan penyerangan ke Korsel, Jepang dan Guam dengan peluru kendali nuklir, nampaknya kekuatan dan kemampuan Korut tersebut tidak diketahui 100 persen oleh pihak AS. Korut mampu melakukan pengamanan informasi, hingga kegiatan nuklirnya tidak terdeteksi. Yang nampak adalah kesimpangsiuran dan keragu-raguan bersikap dari pihak AS. Ketua Kepala Staf Gabungan AS menyatakan AS tidak tahu apakah Korea Utara telah "weaponized" kemampuan nuklirnya. Washington menyikapi dengan serius. AS mengirimkan dua kapal perang AEGIS, pertahanan rudal yang diposisikan di dekat semenanjung Korea. Juga menggelar sistem anti rudal di Guam.

Sementara Menhan AS yang baru, Chuk Hagel  menempatkan pembom  B-2 dan pesawat tempur F-22 di Korea Selatan. Pesawat pembom mampu membawa persenjataan nuklir, B-2 dan F-22 adalah pesawat stealth, bermampuan anti radar. Hal tersebut bertujuan sebagai langkah preventif, tidak memprovokasi Korea Utara, hanya merupakan psywar dengan pesan "Serangan terhadap Korsel akan membahayakan anda," demikian para analis berpendapat.

Sementara David Albright, think-thank pada Institut Keilmuwan dan Keamanan Internasional mengatakan bahwa Korut memiliki kemampuan untuk memuat hulu ledak nuklir pada rudal "Nodong" yang memiliki jangkauan 800 mil (1.280 km). Nodong diperkirakan dapat mencapai Korea Selatan dan sebagian besar wilayah Jepang. Dikatakannya, bahwa CIA sejak tahun 1990 memperkirakan Korut memiliki generasi pertama design perangkat plutonium yang mungkin digunakan pada rudal Nodong. Setelah waktu berjalan lebih 20 tahun, Korut dipastikan berhasil mengembangkan hulu ledak nuklir pada rudal.

Pemerintahan Presiden Obama kini menerapkan kebijakan secara resmi sebagai "kesabaran strategis" terhadap ulah Korea Utara. AS berusaha meyakinkan Korea Selatan dan Jepang akan mencari sebuah solusi diplomatik beberapa waktu mendatang. AS lebih mempersiapkan sebuah sistem pertahanan rudal untuk mencegah serangan rudal berkepala nuklir Korut. Sementara presiden baru Korea Selatan Park Geun-hye menyatakan bahwa militer Korsel akan membalas secara keras apabila di provokasi. Korsel telah trauma dengan terjadinya serangan terpedo yang menenggelamkan kapal AL Korsel  oleh AL Korut, hingga mengakibatkan 49 anggota AL-nya tewas.

Darryl Kimball, direktur eksekutif Arms Control Association "Korea Utara memahami bahwa serangan serius pada Korea Selatan atau kepentingan  AS lainnya akan berhadapan dengan kekuatan yang luar biasa," katanya. "Ini akan menjadi langkah bunuh diri bagi rezim Kim muda." Deplu AS menyatakan langkah dalam menghadapi bahaya spiral tidak ada jalan lain selain dengan menggelar kekuatan perang untuk membela diri. AS kini menganggap serius ancaman tersebut dan akan melakukan langkah dalam melindungi diri dan sekutunya.

Sementara ini  pemerintah Korea Utara  telah memperingatkan kedutaan asing di Pyongyang bahwa mereka tidak dapat menjamin keselamatan perwakilan negara asing dari ancaman konflik setelah 10 April, dan menyarankan mereka untuk mempertimbangkan menarik staf mereka keluar dari ibukota. Hari terpenting pada bulan April 2013 ini adalah Senin, 15 April, yang merupakan ulang tahun ke-101 kelahiran pendiri Korea Utara, Kim Il-sung.

Sementara Juru bicara pemerintah Jepang, Yoshihide Suga menyatakan di Tokyo bahwa Jepang sedang mempersiapkan "worst scenario" menghadapi ancaman Korut, dan mendesak Cina serta Rusia untuk memainkan peran penting dalam meredakan ketegangan. Langkah terakhir Menlu AS John Kerry akan bertemu dengan counter partnya, Menlu Cina di Beijing dalam jadwal kunjungan ke Asia dan Korsel. Demikian juga Presiden Korsel Park Geun-hye akan bertemu dengan Presiden AS Obama di Washington.

Walaupun mengetahui adanya upaya pengepungan baik sisi politik maupun militer, nampaknya presiden Kim Jong-un tetap bersikeras mengancam akan menyerang AS. Tanpa rasa takut, pemimpin negara komunis ini mampu meyakinkan rakyatnya dalam kondisi perekonomian sulitnya. Menurut PBB, dua pertiga dari 24 juta rakyat Korut mengalami kekurangan pangan, termasuk 1,1 juta tentaranya. Disebutkan bahwa mereka makan tiga kali sehari tetapi bukan makanan yang bergizi, sekitar 30 persen melakukan pekerjaan administratif, dan 40 persen mengikuti pelatihan ideologis, karena fisiknya lemah. Para prajurut hidup dengan memakan beras dicampur tepung jagung, kimchi, sup dan acar lobak rumput laut.

Sejak Kim muda memimpin, disebutkan belum ada perbaikan dalam kehidupan standar. Para elit militer yang mungkin tidak setuju dengan kebijakan Kim Jong-un tidak mempunyai pilihan selain mendukung Kim muda, dan jika mereka memberontak, maka mereka akan jatuh bersama-sama. Jika mereka tetap bersatu, mereka menjamin kelangsungan hidup mereka, demikian pendapat Profesor Shin Jong-dae di Seoul.

Dari beberapa fakta diatas, terlihat bagaimana tekat bangsa Korea utara yang kukuh melakukan isolasi terhadap AS dan sekutunya. Dalam kondisi yang terisolir, dinasti Kim terus melakukan perlawanan terhadap mereka yang dianggapnya sebagai musuh. Strateginya dengan membuat peluru kendali nuklir merupakan bargaining power tersendiri sehingga bargaining position-nya menjadi lebih tinggi. Kim muda berusaha menekan baik AS, Korsel Cina dan Rusia, agar dia mendapatkan bantuan paling tidak ada tambahan makanan bagi rakyatnya.

Kini, pertanyaannya, apakah Korea Utara akan menyerang kepentingan AS serta Korsel dan Jepang dengan Rudal berhulu ledak nuklir? Nampaknya perang besar dengan hulu ledak nuklir belum akan terjadi, kalaupun terjadi, maka skala konflik hanya akan berada pada tataran persenjataan konvensional. Lebih mudah sebenarnya apabila Korea Utara melakukan serangan dengan senjata kimia atau biologi. Tetapi "greget" ancaman kurang menggigit, karena tujuannya hanyalah psyops (psychological operation) belaka.

Dalam kondisi ini, Indonesia sebaiknya menempatkan diri sebagai salah satu anggota Asean, ikut berperan  untuk mendamaikan konflik di Korea tersebut. Disamping itu sebuah pelajaran penting dari Korea Utara adalah bagaimana ketatnya mereka menjaga rahasia kemampuan nuklir dengan ketat. Rahasia di negara kita sudah banyak yang bocor. Kesadaran arti sekuriti membuat negara menjadi lebih yakin akan kekuatan dan kemampuannya.

Kesimpulannya, peluang ancaman perang di Korea antara dua musuh bebuyutan masih dilatar belakangi oleh sebuah benturan peradaban. Korut kini menjadi satu-satunya negara  yang mampu mengisolasi diri dari pengaruh Barat, setelah Myanmar dapat ditaklukkan. Entah hingga kapan mereka dapat bertahan? Semoga bermanfaat.

Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Ilustrasi gambar : iberita.com

         
This entry was posted in Hankam. Bookmark the permalink.