SBY Menjadi Ketum, Dimanfaatkan atau Memanfaatkan?
31 March 2013 | 5:06 am | Dilihat : 321
Pada artikel beberapa waktu yang lalu, penulis menyusun artikel dengan judul "Memilih SBY sebagai Ketum, akan Membahayakan SBY", ini linknya http://ramalanintelijen.net/?p=6651. Pada intinya penulis menyayangkan persetujuan SBY yang mau di dapuk menggantikan Anas Urbaningrum. Tetapi penulis yakin Pak SBY sudah mengalkulasi untung dan rugi keputusan yang dibuatnya tersebut.
Kesediaan SBY disampaikan ketika menerima tujuh pimpinan sidang KLB, yaitu Max Sopacua, EE Mangindaan, Toto Riyanto, Syarif Hasan, Edhie Baskoro, Amir Syamsuddin dan Jhony Allen. SBY bersedia menjadi ketua umum dengan dua syarat, pertama, hanya bersifat sementara semata-mata untuk penyelamatan partai dan sejumlah tugas diserahkan kepada ketua harian dan wakil majelis tinggi. Menurutnya dia hanya memimpin hingga jadwal pemilihan Ketum sekitar dua tahun lagi. Tetapi lebih baik apabila keadaan memungkinkan hanya 1,5 tahun saja, hingga selesainya pemilu 2014.
Penulis hanya melihat, bahwa dalam sistem demokrasi dimana orang bebas menyampaikan pendapat, mengeritik dan bahkan menyaci maki, kini dengan menjadi ketuaa umum patai penguasa, maka medan tembak kepadanya menjadi semakin lebar dan terbuka luas. Kalau tadinya sasaran penyerangan citra hanya kepada satu medan, yaitu jabatan presiden, maka kini SBY menjadi sasaran tembak sebagai ketua umum. Terlepas nantinya pelaksana harian akan dikerjakan orang lain, tetap saja tanggung jawab partai ada di tangannya.
SBY yang kini memegang kendali penuh atas partai yang sedang meluncur turun elektabilitasnya, harus membangun dan memperbaiki citra Partai Demokrat (PD) yang elit politiknya banyak bersandar kepadanya. SBY mengatakan agar para politisi Demokrat jangan hanya bersandar kepadanya, dia akan "fading away," mundur secara perlahan-lahan.
Kondisi partai berlambang mercy ini hingga bulan Maret berada di titik rawan dan sulit mendapat kepercayaan publik, serangan demi serangan terhadap partai terutama disebabkan karena terlibatnya beberapa elit PD dalam kasus korupsi.
Kondisi memburuk PD terlihat dalam berbagai hasil survei yang dirilis antara bulan Februari-Maret 2013. Lembaga Survei Nasional (LSN) dalam surveinya yang dilakukan antara 26 Februari sampai 15 Maret 2013 menyebutkan, partai yang dianggap paling korup oleh responden, tertinggi Partai Demokrat, 70,4 persen. Elektabilitas Partai Demokrat hanya 4,3 persen, sementara dua partai papan atas tetap bertengger diatas, PDIP memimpin dengan 20,5 persen; peringkat kedua Partai Golkar 19,2.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI), merilis hasil surveinya 1-8 Maret 2013, dimana elektabilitas Partai Demokrat 11,7 persen, sementara Golkar 22,2 persen, PDIP 18,8 persen. Sementara Lembaga Survei Jakarta (LSJ) yang melakukan survei pada 9-15 Februari 2013, merilis hasilnya, dimana elektabilitas Partai Demokrat 6,9 persen, Golkar dengan perolehan tertinggi sebesar 18,5%, dan PDIP 16,5%.
Nah, dalam kondisi tersebut kemudian SBY kembali dijadikan sandaran oleh para elit PD yang semakin bingung dalam mengatasi longsornya kepercayaan publik terhadap PD. Disinilah penulis mengatakan bahwa untuk kedua kalinya SBY justru disorongkan oleh politisi PD ke killing ground. Pertama saat pengambil alihan kodal PD dari Anas dan kedua saat diminta menjadi ketua umum.
Dalam kondisi tersebut, sebagai politisi sekaligus ilmuwan dan Jenderal pemikir, SBY memberikan arahan setelah terpilih. Intinya adalah, pertama, pembenahan dan peningkatan partai dengan semboyan berbenah dan tingkatkan diri dari sekarang untuk sukses dan berjaya di masa datang. Kedua, Cegah praktik dan prilaku politik yang tidak baik. Saya minta dijalankan benar. Mari kita menjaga diri, saling ingat-mengingatkan. Jangan kita melakukan tindakan yang tidak baik, jangan kita melakukan korupsi.
Ketiga, Seluruh kader harus meningkatkan kemampuan diri dan menjaga integritas. Siapapun yang ingin menjadi pejabat eksekutif, baik presiden, menteri, gubernur, wali kota, bupati, siapkanlah modal kemampuan. Keempat, jadikan kongres luar biasa menjadi ajang kekompakan kita, tidak ada gusur menggusur, bersih-membersihkan. Jika ada penataan, itu hanya agar semua elemen terwakili dalam kepengurusan partai kita. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.
Kini para petinggi PD dengan gembira dan enteng menyatakan bahwa dalam dua bulan kedepan elektabilitas PD akan kembali normal dan bisa mencapai target 15 persen. Anggota Dewan Pembina PD Syarif Hasan, di Sanur, Bali, Sabtu (30/3) menyatakan, "Dengan terpilihnya Pak SBY jadi Ketua Umum maka PD optimis akan meraih elektabilitas suara sekitar 15 persen,"katanya.
Sebelumnya Sekretaris Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Jero Wacik yakin angka survei yang akan keluar tidak seburuk yang dikeluarkan lembaga survei selama ini. Sebab Demokrat menargetkan tahun ini publik kembali percaya kepada partai bentukan Susilo Bambang Yudhoyono ini. Jero mengklarifikasi adanya pernyataan jika Partai Demokrat menyebut target elektabilitas tahun ini sampai 15 persen. Kata jero target elektabilitas yang benar sampai normal saja. "Kita lihat, kita tidak sebut sampai 15 persen tapi sampai kondisi normal kembali. Kalau disebut normal itu artinya rakyat sudah berbalik dan sudah senang dengan PD," katanya.
Nah, kita akan melihat kepiawaian Pak SBY dalam mengangkat dan memperbaiki citra Partai Demokrat dalam bulan-bulan mendatang, pemilu masih sekitar 1,5 tahun lagi dan memperbaiki citra jelas akan sulit dilakukannya bersamaan dengan pelaksanaan tugasnya yang demikian complicated sebagai pimpinan nasional. Para elit PD masih mempercayainya mungkin dari pengalaman dan sejarah naiknya perolehan suara PD 300 persen dari pemilu 2004 ke pemilu 2009.
Sebagai penutup, penulis masih teringat saat berbicara dengan salah satu pakar politik, bahwa dalam politik, kuncinya hanya dua memanfaatkan atau dimanfaatkan. Kesimpulan dan pertanyaannya, apakah kini SBY dimanfaatkan oleh para politisinya, atau SBY yang memanfaatkan? Entahlah, penulis hanya khawatir menghitung dan memperkirakan resiko yang akan dihadapinya, itu saja pekerjaan analis.
Oleh ; Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net
Ilustrasi Gambar : analisadaily.com