Akbar Tanjung Penyelamat Anas dan Partai Demokrat
23 February 2013 | 11:56 am | Dilihat : 1567
Walaupun Anas tetap terlihat tenang seperti biasanya, dengan senyum dan gaya bahasa yang agak klemak-klemek, berita KPK tentang penetapan dirinya sebagai tersangka kasus Hambalang jelas merupakan sebuah bom waktu yang meledak dan membuatnya risau. Anas kemudian menulis status di twitternya, "Nabok njilih tangan." Secara bodon status bisa diterjemahkan, ada yang menabok (memukul) dirinya dengan njilih (meminjam) tangan. Itulah bahasa halus seperti gaya halusnya politisi Jawa dalam menyampaikan keluhan dan mengirim serangan psikologi.
Kini, apapun langkahnya, Anas akan menerima putusan KPK yang sangat sulit dilawan, menurut beberapa ahli hukum, Anas akan berhadapan dengan rekor 100 persen conviction rate KPK di pengadilan. Setiap terdakwa yang KPK seret selama ini, selalu terbukti bersalah. Anas ini politisi pintar yang faham dengan resiko berpolitik, resiko menghadapi persaingan, permusuhan dan cara-cara tricky. Menurut dua teman baiknya Saan Mustofa dan I Gede Pasek, Anas tetap tenang dan tersenyum tidak tertekan.Itulah sikap yang ditunjukkan seorang politisi cerdik saat menghadapi pressure berat.
Keterlibatan Akbar Tanjung dalam kasus Anas
Yang menarik Jumat malam setelah ditetapkan sebagai tersangka, Mantan Ketua Umum PB HMI Akbar Tandjung mengunjungi Anas Urbaningrum di rumahnya Duren Sawit, Jakarta Timur. Akbar Tanjung menyatakan mengunjungi juniornya sebagai sesama HMI dan memberi nasihat dalam menghadapi musibah dan tekanan politik.
Penulis kenjadi teringat pada suatu malam sekitar bulan Agustus 2002 saat masih aktif sebagai penasihat Menhan (Alm. Matori Abdul Djalil), mendampingi beliau untuk mengadakan pertemuan dengan Akbar Tanjung di sebuah rumah pengurus Golkar. Akbar Tanjung meminta Pak Matori masukan bagaimana dalam menghadapi masalah yang menjerat dirinya atas sangkaan atas penggelapan dana nonbujeter Bulog senilai Rp 40 miliar.
Rapat yang dimulai jam sekitar 23.00 baru selesai sekitar jam 02.00 pagi. Sebagai politisi senior atau mungkin sebagai teman lama, Pak Matori menyarankan hadapi saja kasus hukum tersebut, sulit dihindari. Bagi politisi tidak ada kata mati hanya karena masalah hukum.
Dalam proses hukum selanjutnya, Hakim Ketua, Amiruddin Zakaria SH, yang memimpin persidangan terakhir kasus itu menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada Akbar Tanjung. Melalui penasehat hukumnya, Amir Sjamsuddin (kini Menkumham), banding atas vonis itu langsung disampaikan begitu Zakaria menyediakan waktu bagi para terdakwa untuk menimbang hasil persidangan yang digelar di aula Badan Meteorologi dan Geofisika di Jakarta.
Majelis hakim dalam vonisnya itu menilai bahwa ketiga terdakwa secara sah dan meyakinkan telah menimbulkan kerugian bagi negara atas kelalaiannya dalam melaksanakan pengelolaan keuangan negara, merugikan kaum miskin karena peruntukan keuangan itu tidak sesuai dengan mekanisme yang seharusnya dilakukan sekali pun uang sebanyak Rp40 miliar itu telah dikembalikan. Setelah menyelesaikan persoalan hukumnya yang dikaitkan dengan tindak korupsi, kini kita melihat Akbar Tanjung berkibar kembali dan menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar.
Malam Sabtu kemarin Akbar Tanjung memberi sedikit wejangan untuk juniornya di almamater Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) itu. Menurut Akbar, apa yang mendera Anas saat ini, merupakan risiko menjadi seorang politisi. Anas, harus mengikuti proses hukum. "Bahwa itu mempengaruhi citra dia sebagai politisi, pasti itulah yang intinya seorang politisi, selalu akan menghadapi seperti itu,"katanya. Mengenai desakan Anas untuk mundur sebagai ketua umum, Akbar menyarankan agar Anas mengikuti ketentuan partai yang berlaku. Dikatakannya Anas masih muda dan peluang untuk muncul masih bisa saja, demikian Akbar memberikan petuah kepada juniornya itu.
Pernyataan berhenti Anas
Pada Sabtu (23/2/2013), Anas Urbaningrum menyatakan diri 'berhenti' sebagai ketua umum Partai Demokrat. Dalam pernyataan terbuka di depan puluhan media massa, Anas memilih kata 'berhenti' dan bukan mengundurkan diri. Dalam konperensi pers yang digelar di Kantor DPP PD Kramat Raya, dari pernyataannya, Anas tetap menyindir Ketua Dewan Pertimbangan.
Dikatakan oleh Anas dalam konperensi pers, sebagian dari pidatonya; Sejak awal saya meyakini bahwa saya tidak akan punya status hukum di KPK, karena saya yakin KPK bekerja independen, mandiri, dan profesional. KPK tidak bisa ditekan oleh opini dan hal lain di luar opini. Termasuk tekanan dari kekuatan-kekuatan sebesar apapun itu. Saya baru mulai berpikir saya akan punya status hukum di KPK ketika ada semacam sangkaan agar KPK segera memperjelas status hukum saya. Kalau benar katakan benar, kalau salah katakan salah.
Ketika ada desakan seperti itu, saya mulai berpikir, jangan-jangan saya akan jadi tersangka di KPK setelah saya dipersilakan untuk lebih fokus menghadapi masalah hukum di KPK. Ketika saya dipersilakan untuk lebih fokus menghadapi masalah hukum di KPK, berarti saya sudah divonis punya status hukum sebagai tersangka.
Kalau mau ditarik agak jauh ke belakang, sesungguhnya ini pasti terkait dengan kongres Partai Demokrat. Saya tidak ingin cerita lebih panjang, pada waktunya saya akan cerita. Intinya Anas adalah bayi yang lahir tidak diharapkan. Tentu rangkaiannya menjadi panjang. Itu saya alami menjadi peristiwa politik dan organisasi Partai Demokrat.
Ketika saya memutuskan masuk Partai Demokrat, saya sadar betul bahwa politik kadang-kadang keras dan kasar. Tidak sulit untuk menemukan intrik fitnah dan serangan-serangan. Saya sadari konskuensi-konsekuensinya. Maka saya tidak akan pernah mengeluh dengan keadaan ini. Saya punya keyakinan kuat dan semangat menghadapinya termasuk resiko dan konsekuensinya. Itu adalah kelaziman bagi saya. Saya sendiri di tempat ini seminggu lalu sudah menandatangani pakta integritas. Dengan atau tanpa pakta integritas, standar etik saya mengatakan, saya berhenti sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Apa yang dapat dilihat dari pernyataan berhenti tersebut. Jelas pengaruh sang senior Akbar Tandjung dapat mempengaruhinya, mampu meredam gejolak perlawanan Anas. Dia tidak mengobarkan perang Bharata Yudha, perang saudara di Partai Demokrat. Apabila dia melakukan hal tersebut maka bukan tidak mungkin akan banyak elit PD yang akan diseret dalam kasusnya dan kerusakan jaringan akan semakin meluas. MT Demokrat menyerahkan nasib Anas kepada KPK, sehingga tidak terjadi konflik internal yang lebih serius. Anas mengikuti saran seniornya itu dan setelah menyatakan berhenti, dia melepas jaket dan menyatakan sebagai orang bebas.
Tanpa disadari oleh para elit Partai Demokrat, sebenarnya penyelamat perang saudara internalnya adalah Akbar Tanjung. Apabila Anas disarankan melakukan teori barjibarbeh (bubar siji bubar kabeh) atau bubar satu harus bubar semua, akan lebih berat kondisi partai berlambang mercy ini. Kini Anas akan kembali kepangkuan kelompoknya terdahulu, KAHMI. Ketua Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) meyakini KPK akan berlaku adil terhadap Anas. Mahfud akan memastikan hal tersebut dengan memberikan dukungan hukum kepada Anas.
Demikian sedikit ulasan tentang kemelut di Partai Demokrat yang akhirnya mengakibatkan Anas Urbaningrum terlempar sebagai pengurus, dan juga menyatakan berhenti dalam keterlibatan sebagai anggota partai tersebut. Yang tersisa kini, apakah dengan berhentinya Anas elektabilitasnya akan naik? Nampaknya bisa walaupun agak berat, kerusakan psikologisnya sudah agak terlalu dalam dan upaya mengantisipasinya agak terlambat.
Ini adalah sebuah pelajaran dalam berpolitik seperti yang penulis sampaikan dalam artikel terdahulu tentang teori kucing gering dari Alm. Matori Abdul Djalil. Politisi muda jangan terburu nafsu dan harus menjaga etika, ambisi jangan ditonjolkan, baru jadi kucing kok mencoba mengaum seperti macan, akhirnya dilempar sandal sama pemilik rumah.
Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net
Ilustrasi Gambar : beritaprima.com