Kekuatan SBY di 2014 dan Strategi Sun Tzu

21 January 2013 | 5:58 am | Dilihat : 3800

Pada suatu hari penulis bermain golf di Lapangan Golf Bogor Raya bersama Tamara Golf Club (Club Golf di kompleks penulis tinggal).  Penulis bermain satu flight bersama-sama dengan Komjen Pol Ito Sumardi (saat itu Kabareskrim), Letjen Mar Nono Sampono (saat itu Kabasarnas) dan Marsda TNI Djohan Basyar (Wakabais). Sementara warga lainnya bermain di flight lainnya menyusul.

Pada waktu bersamaan ternyata Pak SBY bersama rombongan juga bermain golf di Bogor Raya, hanya dari tee box lainnya. Pada pertengahan dari 9 holes, rombongan penulis bertemu dengan rombongan Pak SBY yang bermain satu flight dengan Menko Polhukkam Marsekal (Pur) Djoko Suyanto, Kapolri (saat itu ) Jenderal Polisi BHD dan Ka BIN saat itu (Jenderal Pol Sutanto). Pada saat bertemu, Pak SBY mengomentari team Tamara, nah begitu "kompak" bersama bermain golf. Wajah beliau nampak gembira, ternyata menurut Pak Djoko beliau 3 holes berturut-turut berhasil membukukan "par." Kami mengucapkan selamat, ampuh pak, komentar teman-teman.

Pak SBY mengomentari hattrick 3 holes tersebut, "kalau jaman dulu tiga hole bermain par  berturut-turut berarti bisa diterjemahkan untuk menjadi presiden tiga kali berturut-turut." Para perwira tinggi disekeliling beliau sama-sama tertawa....dan beliau meneruskan kalau menurut UU sekarang maksimal dua kali saja. Jadi ya tidak bisa maju lagi. Itulah pembicaraan saat para perwira tinggi tiga angkatan dan polri saat  "ngariung." Senang rasanya berkumpul bersama dalam suasana kekeluargaan.

Sudah lama penulis ingin menuliskan tentang pandangan dan strategi Pak SBY dalam menghadapi pemilu dan pilpres 2014 nanti. Dari ucapannya di Bogor tersebut terlihat bahwa beliau adalah pemegang konstitusi, tidak akan melanggar UU, sehingga semua jalan yang memungkinkannya maju tidak akan ditempuhnya. Dari kondisi tersebut, beberapa pihak serta para elit politik kini berlomba untuk memromosikan serta memantas diri untuk maju sebagai capres. Tetapi apakah mereka sudah menghitung apa langkah SBY nantinya? Ada yang dilupakan elit itu, bahwa SBY adalah seorang ahli strategi. Faham dengan pelbagai ilmu baik strategi militer untuk memenangkan perang atau strategi politik untuk memenangkan persaingan perebutan konstituen ataupun posisi pimpinan nasional. Dipikir mereka SBY sudah habis masanya.

SBY telah membuktikan, tanpa melalui jenjang Kepala Staf Angkatan Darat atau Panglima TNI, pangkat Jenderal penuh disandangnya. Jabatan sebagai menteri juga pernah diraihnya, bahkan posisi menko. Kemudian Partai Demokrat yang didirikannya langsung menjadi parpol papan tengah pada pemilu 2004. Yang lebih hebat, dengan modal 7 persen, SBY-lah yang kemudian menjadi presiden sejak 2004, bukan parpol papan atas lainnya. Kemudian pada pemilu 2009, terlepas dari serangan pelbagai pihak, Partai Demokrat mampu melonjak 300 persen perolehan suaranya, dan menjadi the rulling party. Kembali SBY yang menjadi presiden. Strateginya yang menghindari konflik langsung justru mengamankan posisinya hingga sulit dijatuhkan.  Baca,"Pak SBY digiring ke Killing Ground," http://ramalanintelijen.net/?p=1864.

Banyak pihak menyepelekan kepemimpinan SBY dan mengatakannya peragu, justru itulah strategi bertahan dalam mengambil keputusan terbaik yang paling efisien seperti yang dikatakan ahli strategi SunTzu. Pak SBY selalu faham mengenali setiap lawan politiknya, faham dengan perkembangan Ipoleksosbudhankam, ini adalah standar pengetahuan para perwira ahli strategi di TNI. Terlebih lagi SBY mempunyai kelebihan hobi membaca, sehingga cakrawala pandangnya luas, dan langkahnya bisa satu atau dua langkah didepan lawan politiknya.

Penulis mengikuti setiap langkah dan keputusan yang dibuatnya, nampaknya beberapa menggunakan dasar ilmu berperang dari SunTzu (The Art of War) atau seni berperang. Ilmu klasik tetapi manjur. Penulis pernah menuliskan di Harian Seputar Indonesia tentang "The Art of War dan TNI," kini penulis pergunakan ilmu tersebut untuk menganalisa langkah  SBY.

Cuplikan karya yang menarik dari Sun Tzu, diantaranya menyebutkan, barang siapa yang memiliki pengetahuan mendalam tentang dirinya sendiri dan musuh, dia ditakdirkan untuk memenangi pertempuran. Barang siapa memahami dirinya sendiri tetapi tidak memahami musuhnya, dia hanya memiliki peluang sama besar untuk menang. Barang siapa tidak memahami dirinya sendiri dan musuhnya, dia ditakdirkan untuk kalah dalam pertempuran.

Ditegaskannya, "Kenalilah musuh Anda, kenalilah dirimu, dan kemenangan Anda tidak akan terancam."Panglima yang akan memenangi peperangan adalah panglima yang tekun menyusun dan menyiapkan siasat perang dengan cermat. Unsur ilmu perang pertama adalah pengukuran ruang berdasarkan sifat lapangan. Berdasarkan pengukuran ruang, dibuat perkiraan biaya sebagai langkah kedua.

Langkah ketiga, dibuat perhitungan kekuatan. Berdasarkan perhitungan kekuatan, langkah keempat mempertimbangkan kemungkinan keberhasilan dan kegagalan. Atas dasar pertimbangan kemungkinan, langkah kelima dimulai berupa sebuah perencanaan kemenangan. Panglima perang adalah pengawal negara. Jika pengawal negara kuat, negara kuat. Jika panglima lemah, negara akan lemah. Seorang raja bisa menghancurkan negaranya sendiri karena tiga hal. Pertama, raja tidak mengetahui bahwa angkatan perangnya tidak boleh maju perang, bahkan memerintahkan berperang.

Siasatnya dinamakan raja membelenggu tentaranya, tentara diperbudak oleh rajanya. Kedua, raja tidak tahu-menahu soal kemiliteran, tetapi ikut campur dalam menangani hal-hal militer. Hal ini membuat panglima dan prajurit menjadi kebingungan. Ketiga, raja tidak tahu-menahu soal memilih panglima perang, tetapi ia ikut campur dalam menentukan dan mengangkat panglima perang sehingga tentara menjadi curiga. Jika tentara kebingungan dan penuh kecurigaan, akan datang gangguan dari negara tetangga. Hal ini dinamakan raja menghancurkan angkatan perangnya sendiri.

Nah, itulah dasar ilmu dalam pengambilan keputusan seorang ahli strategi. SBY sangat faham dan mampu membuat 'mapping' politik serta kekuatan elit di Indonesia. Pengukuran ruang dan sifat lapangan politik telah dibuktikannya berhasil menaikkan perolehan suara Demokrat 300 persen, ruang sudah dikuasainya, perkiraan biaya pernah dipraktekannya dan sukses pada 2009.

Kini dalam kondisi agak terpuruk dengan adanya faksi ditubuh Demokrat, beberapa kasus korupsi yang melibatkan beberapa kader intinya serta kekuatan parpol besar (Golkar dan PDIP) dalam perebutan ruang dan waktu, semuanya sudah diperhitungkannya. SBY jelas faham bahwa dengan kondisi tersebut, citra Demokrat akan sulit naik. Beliau nampaknya masih menunggu momentum tepat untuk mengambil langkah memancing ikan tanpa mengeruhkan air dikolam .

Perencanaan untuk tercapainya kemenangan kini mulai dijalankannya, ilmu serta seni berperang tersebut diimplementasikan dalam pergulatan politik, yang secara perlahan akan diarahkan menuju kesuksesan dan suksesi pada 2014. Penulis percaya bahwa pada waktunya nanti, saat momentum dinilainya sudah tepat, akan dimunculkan capres yang dipilihnya, penulis memperkirakan calon utamanya dari militer atau sipil yang memahami dan dekat dengan militer, itulah pakem Sun Tzu. TNI di Indonesia adalah salah satu soko guru, dimana kekuatan negara banyak tergantung kepada panglima perang yang mampu mengendalikan serta dihargai  militernya. Contoh kasus adalah saat runtuhnya kekuasaan Gus Dur.

SBY tidak akan menjadi play maker, tetapi akan menjadi king maker, mungkin akan mirip dengan yang dilakukan oleh mantan Presiden Amerika Bill Clinton. Pada saat kampanye Barack Obama (periode kedua), Bill Clinton tampil di sisi Obama dan menegaskan bahwa kebijakan Obama adalah yang terbaik bagi Amerika, penerus kejayaan Amerika. Turunnya Clinton membawa pengaruh besar dalam kemenangan Obama.

Nah, bukan tidak mungkin Pak SBY ada saatnya nanti akan memberikan apresiasi kepada seseorang sebagai calon presiden yang direkomendasikannya, dengan dasar sebagai penerus kebijakan yang bisa dipertanggung jawabkan. Indonesia butuh kesinambungan kepemimpinan, kira-kira demikian dasar berfikirnya. Rekomendasi SBY jelas akan berpengaruh sangat besar bak rekomendasi Bill Clinton. Posisi Partai Demokrat walaupun merosot misalnya ke posisi tiga, tidak akan membuat risau SBY, karena beberapa parpol sudah sangat terbiasa berkoalisi. SBY akan mudah menarik beberapa parpol untuk bergabung, misalnya PKS, PKB, PPP dan mungkin Gerindra atau Hanura. Beberapa parpol tadi tidak terlalu familiar apabila berkoalisi dengan PDIP ataupun Golkar, itulah fakta dalam 8 tahun terakhir.

Demikian sedikit ulasan ringan tentang kekuatan Pak SBY pada 2014 nanti. Dengan fakta serta beberapa informasi diatas, kita bisa mengukur apakah para calon presiden atau para elit parpol lainnya juga memahami strategi serta seni untuk memenangkan perang atau persaingan? Nampaknya belum. Persaingan calon yang diusungnya penulis perkirakan hanya akan bersaing ketat dengan Ibu Megawati sebagai capres yang sudah menjadi patron jadi. Tanpa memahami strategi SBY dengan Sun Tzu tersebut, Mega bisa saja disalib di tikungan. Semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya bagi para pembaca sekalian.

Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Ilustrasi Gambar : brandydolce.com

 

 

 

 

 

 

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 
This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.