Demokrat mau Bangkit, jadikan Pramono Edhie Ketua Umum
18 December 2012 | 10:24 am | Dilihat : 494
Partai Demokrat merupakan parpol besutan Presiden SBY setelah beliau menjabat sebagai Menkopolkam. Pada awalnya partai ini menjadi parpol bersinar dan menjadi partai jangkar pada pemilu 2004 dan 2009 disamping seniornya Golkar dan PDIP. Tetapi setelah dua pemilu, dalam kenyataannya elektabilitas Partai Demokrat (PD) menurut beberapa lembaga survei terus merosot drastis. Penyebab kemerosotan sementara diperkirakan karena dijadikannya tersangka beberapa elit PD oleh KPK dengan tuduhan korupsi.
Pada acara Silatnas (Silaturahmi Nasional) PD yang digelar di Sentul pada tanggal 14-15 Desember 2012, Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum menargetkan PD menguasai kursi legislatif nasional hingga 30 persen pada Pemilihan Umum 2014. Target ini sepuluh persen lebih tinggi dari perolehan kursi legislatif Demokrat pada Pemilihan Umum 2009. Anas mengatakan pada 2009 Demokrat mendapat 20,8 persen kursi legislatif. Sementara untuk jumlah kepala daerah, kata Anas, Demokrat sudah melampaui angka 30 persen.
Sementara dalam pengarahannya di Silatnas, Ketua Dewan Pembina PD, Pak SBY menetapkan menetapkan target perolehan suara minimal 15 persen untuk Pemilu 2014, lebih rendah daripada perolehan 2009. Wakil Ketua Dewan Pembina Marzuki Alie merespon positif, pidato Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang mematok angka 15 persen dalam pemilihan umum 2014. Dikatakannya angka 15 persen adalah realistis.
Wakil Ketua Umum PD Max Sopacua melihat SBY mulai realistis saat ini. Melihat kondisi PD yang tengah jatuh karena sejumlah kader yang tersangkut kasus korupsi. Kini SBY mengingatkan kadernya untuk siap kalah di Pemilu 2014 dan bisa menjadi oposisi. Max juga menyadari tak mudah mengangkat elektabilitas PD untuk memenangkan Pemilu 2014. Bagaimanapun harus ada yang berkorban untuk memulihkan nama baik PD, kalau tidak maka citra PD akan terus tersandera hingga Pemilu 2014.
Dari hasil survei LSI pada 2-11 Juni 2012, terlihat bahwa elektabilitas Partai Demokrat apabila dilaksanakan pemilu legislatif kini berada di peringkat tiga di bawah Partai Golkar dengan perolehan suara 20,9 persen dan PDI Perjuangan yang memperoleh suara 14,0 persen. Sisanya dimiliki partai lain. Menurut peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Adjie Alfarabi, Minggu (17/6/2012), sejak Januari 2011 hingga Juni 2012 tingkat elektabilitas terus merosot. "Pada Januari 2011 elektabilitas Demokrat 20,5 persen, Juni 2011, 15,5 persen, Oktober 2011 16,5 persen, Januari 2012, 13,7 persen, dan Juni 2012, 11,3 persen.
Jadi terlihat sebuah trend negatif dari hasil survei LSI terhadap keterpilihan PD. Dalam jangka waktu satu tahun setengah sejak awal tahun 2011, elektabilitasnya turun drastis sekitar 9 persen. Jelas bukan sederhana dan mudah diantisipasi agar bisa tetap menjadi parpol papan atas. Tidak bisa dibayangkan bila the rulling party ini hanya akan menjadi parpol pelengkap di papan tengah pada 2014. Jelas yang mengetahui kelemahan dan kerawanan PD hanyalah internal PD sendiri.
Suara keras dan tajam yang disuarakan Ruhut Sitompul yang menyarankan Ketua Umum PD Anas Urbaningrum mundur adalah salah satu opsi besar. Tetapi seperti biasa dalam rumusnya politik, adalah bagaimana mempertahankan kekuasaan, jelas Anas tidak akan mau mundur, dia akan berpegang teguh kepada AD/ART partai. Apa salahku? Begitu kira-kira pendapatnya. Anas yakin dirinya tidak terlibat korupsi dan menyatakan siap digantung di Monas. Nah, ada yang dilupakan oleh Anas serta pendukungnya, mengukur elektabilitas serta citra seorang pemimpin parpol tidak sulit.
Dengan cara sederhana bisa dilakukan, misalnya kita lihat tulisan di detiknews.com (15/12) dengan judul "anas-kader-demokrat-makin-solid-dan-persiapan-pemilu-2014-makin-baik", dan kalau dibaca 150 buah tanggapan para pembaca, lebih 95 persen isinya mencercanya. Ukuran secara umum, sebenarnya citra Anas sudah dicap buruk oleh masyarakat. Kerawanan ini mungkin yang menurut Max Sopacua akan menyandera Partai Demokrat hingga 2014. Kini yang dibutuhkan adalah rasa yang dalam bahasa Jawa "legowo," yaitu berbesar hari dan rela berkorban apabila ingin parpolnya naik kembali citranya. Persoalannya apakah Anas mau? Jelas tidak.
Tidak ada asap apabila tidak ada api, begitu ungkapannya. Teriakan Nazaruddin selama ini demikian keras mengkaitkan Anas dalam kasus-kasusnya, karena memang Anas adalah pimpinan Nazar pada masa lalu. Tetapi ya sudahlah ini urusan Partai Demokrat. Kita hanya heran dengan keteguhan dan ketangguhan Anas, bisa saja dia tidak terbukti dalam kasus korupsi, tetapi mestinya sadar bahwa citranya sebagai ketua umum parpol besar sudah merosot, dan ini merugikan Partai Demokrat. Kira-kira begitu.
Anas memang ampuh atau dia memegang kartu truf? Penulis tidak berniat menjelekkan Anas, karena tidak berurusan baik dengan Anas ataupun Partai Demokrat, penulis hanya mengamati dari sisi intelijen pengamanan belaka. Kira-kira begitulah.
Nah, penulis mempunyai sumbang pemikiran untuk Partai dengan lambang Mercy ini. Bagaimana kalau Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo nanti dijadikan saja Ketua Umum Demokrat? Jenderal Kopassus yang lahir di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia, 5 Mei 1955; kini berumur 57 tahun. Kira-kira lima bulan lagi Edhie akan pensiun. Dan apabila Elit PD bersama-sama bertekad menjadikannya sebagai tokoh menggantikan Anas, dalam waktu satu tahun Pramono Edhie (penulis mengenalnya dan biasa memanggil Edhie) diperkirakan akan mampu mengangkat citra PD paling tidak diatas 15 persen.
Edhie yang putra Letjen TNI (Pur) Sarwo Edhie Wibowo yang terkenal bersih, dikenal sebagai jenderal yang teguh memegang tujuan, setia kepada bangsa dan negara, tidak ada cacatnya dan sebagai pribadi yang cerdas, berkemampuan, berintegritas dan kapabel. Lihat semboyan "Berbuat Terbaik, Tulus dan Ikhlas" yang dipampangkan di Satuan Pendidikan Infanteri Bandung.
Apa keuntungan bila Edhie menjadi Ketua Umum PD? Dalam perjalanan kariernya, Edhie saat berpangkat Kolonel (2001) pernah menjadi Ajudan Presiden Megawati. Hubungan keduanya jelas baik. Dilain sisi, posisi Edhie akan bisa mencairkan hubungan antara Pak SBY dan Bu Mega yang sulit dipertemukan dalam kebersamaan politik. Sebagai Ketua Umum Demokrat, Edhie bisa digandengkan dengan Bu Mega pada Pilpres 2014. Sebagai Ketua dari dua parpol besar, pasangan Megawati-Pramono Edhie sangat pantas disandingkan. Mega dengan elektabilitasnya yang tinggi didampingi Edhie, Jenderal yang tegas sebagai mantan Kopassus. Pasangan yang akan menarik minat konstituen dan menurut penulis akan sulit dikalahkan.
Ini hanyalah pemikiran penulis yang mencoba mencari formula terbaik bagi bangsa ini, karena penulis masih yakin Bu Mega adalah the next president, hanya kini masih dicari siapa wakilnya. Dengan duduk sebagai Ketum PD, maka Edhie mempunyai gerbong parpol yang kini menjadi rulling party. Jelas Jenderal Pramono Edhie akan mengalahkan misalnya Pak JK atau Mahfud MD atau Dahlan Iskan yang belum punya kendaraan. Semua terserah kepada elit Demokrat serta bagaimana melakukan pendekatan kepada Bu Mega (Ini bagian sulitnya). Semoga ada manfaatnya.
Oleh : Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net