KPK semakin Berani, seberapa Sukses Pemberantasan Korupsi?
8 December 2012 | 8:31 am | Dilihat : 928
Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini semakin percaya diri dan berani, dibuktikan dengan mencegah Menpora, Andi Alfian Mallarangeng bepergian keluar negeri dan menetapkannya sebagai tersangka pada kasus Hambalang. Andi tercatat sebagai menteri kabinet pertama yang dicekal. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto memastikan pencegahan Andi untuk enam bulan ke depan dalam jumpa pers di KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (6/12/2012).
Sebelumnya Pada 27 Juli 2012, KPK menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi kemudi kendaraan roda dan empat di Korps Lalu Lintas Polri ini yaitu mantan Kakorlantas Irjen Polisi Djoko Susilo, Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo (Wakil Kepala Korlantas non-aktif). Disamping yang terkait dalam kasus, yaitu Budi Susanto selaku Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA), perusahaan pemenang tender pengadaan simulator dan Sukotjo S Bambang sebagai Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) yang menjadi perusahaan subkontraktor dari PT CMMA.
Andi Mallarangeng kemudian menyatakan mengundurkan diri sebagai Menpora juga dari jabatannya di Partai Demokrat sebagai Sekretaris Dewan Pembina Demokrat maupun dari keanggotaannya di Demokrat. Sementara Irjen Pol Djoko Susilo setelah diperiksa penyidik KPK pada hari Senin (3/12) akhirnya ditahan di rumah tahanan cabang KPK di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya, Jakarta. KPK menyatakan Andi ditetapkan sebagai tersangka selaku kuasa pengguna anggaran di Kemenpora. Surat permintaan pencegahannya dibuat 3 Desember lalu. Ketua KPK menyatakan, "Konstruksi yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka sama dengan konstruksi hukum pada tersangka DK," katanya di Jakarta, Jumat.
DK atau Deddy Kusnindar adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kemenpora. Dia terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Menurut Abraham, penetapan Andi sebagai tersangka adalah hasil pengembangan penyidikan terhadap Deddy. "KPK mempunyai dua alat bukti yang berkekuatan hukum," katanya.
Irjen Pol Djoko disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Dua langkah KPK tersebut menunjukkan bahwa KPK yang mendapat dukungan penuh dari presiden dalam melakukan pemberantasan korupsi kini tidak ragu-ragu dalam bertindak. Sebelumnya dalam kasus cicak buaya, gesekan antara KPK Polri yang menumbangkan Kabareskrim Komjen Susno Duadji merupakan awal adanya gesekan pada kedua badan hukum tersebut. Pejabat Polri adalah personil yang terdidik, terstruktur dan mempunyai legitimasi sangat kuat sebagai penegak hukum. Jelas Polri merasa jauh lebih berpengalaman dan kuat.
Sementara KPK yang baru berumur beberapa tahun memang diperkuat dengan Undang-Undang khusus yang wewenangnya dalam pemberantasan korupsi demikian besar. Tidak ada kata SP-3, siapapun yang ditetapkan KPK sebagai tersangka, kasusnya tidak dapat dihentikan, hanya akan berakhir di pengadilan. Personilnya dari beberapa macam lapisan masyarakat, baik dari penggiat korupsi, kejaksaan, Polri dan pegawai tetap KPK. Dilain sisi, ketergantungan KPK terhadap Polri jelas demikian besar, dimana para penyidik KPK sebagian besar berasal dari Polri dengan status penugasan. Disinilah kerawanan KPK, penyidik adalah ujung tombak dalam langkah pemberantasan korupsi.
Dalam bahasa intelijen, kerawanan adalah sebuah kelemahan, yang apabila di eksploitir akan menyebabkan kelumpuhan terhadap sistem. Dalam teori militer, intelijen sebagai salah satu sub sistem untuk memenangkan perang selalu mencari kerawanan lawan, disamping kekuatan dan kemampuannya.
Persoalan Penyidik di KPK
Persoalan penyidik merupakan masalah utama di KPK. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, jumlah penyidik yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi sudah berkurang 31 orang dibanding tahun lalu. Jika Markas Besar Kepolisian RI terus-menerus menarik penyidiknya dari KPK, diperkirakan KPK akan kehabisan penyidik dari Polri pada Maret 2013.
Dikatakan oleh Bambang, "Jumlah penyidik sekarang masih ada sekitar 52, dan kalau penarikan ini terus berlanjut sampai bulan Maret, maka penyidik yang berasal dari Polri, yang bukan menjadi pegawai tetap KPK, akan habis," katanya. Meskipun demikian, KPK masih dapat mempertahankan 28 penyidik yang memilih alih status menjadi pegawai KPK. Pada tahun 2011 KPK mempunyai 83 penyidik. Ditegaskan oleh Bambang, "Akhir 2012 ini sekarang tinggal 52. Anda bisa bayangkan, dari 83 di tahun 2011 menjadi 52, berarti ada sekitar 31 penyidik yang sudah kembali. Artinya lebih dari 30 persen," kata Bambang.
Bambang yang mewakili KPK mengeluh soal penyidik tersebut. Dikatakannya, saat KPK sedang menangani 34 kasus. "Sebagian kasus yang sekarang sedang dalam proses, seperti diketahui kasus Hambalang, hakim tipikor, sebagian kasus Riau, kasus IEM (Izederick Emir Moeis), dan Century," katanya. Bambang mengakui kalau berkurangnya penyidik akan meyebabkan kinerja KPK melamban.
Menyikapi kemelut penyidik dan adanya usulan KPK soal revisi PP nomor 63/2005 tentang sumber daya manusia di KPK, serta UU KPK, Presiden SBY seperti dikutip dari pidatonya, Senin (8/10) sebenarnya telah menegaskan bahwa perselisihan yang menyangkut waktu penugasan para penyidik Polri di KPK perlu diatur kembali dan akan dituangkan dalam peraturan pemerintah. Presiden berharap teknis pelaksanaannya juga diatur dalam MoU antara KPK dan Polri. Revisi UU KPK tidak tepat dilakukan saat ini dan lebih baik meningkatkan sinergi dan intensitas semua pihak untuk pemberantasan korupsi.
Presiden juga berharap KPK dan Polri dapat memperbaharui MoU nya lalu dipatuhi dan dijalankan. KPK dan Polri juga harus meningkatkan sinergi dan koordinasi dalam pemberantasan korupsi sehingga kisruh antara keduanya tak terulang lagi di masa yang akan datang. Demikian disampaikannya pada Rapat Terbatas (Ratas) yang diselenggarakan di Markas Komando (Mako) Kolinlamil, Jakarta, Kamis (16/12) siang,Presiden mengaku telah menerima laporan dari Mensesneg Sudi Silalahi terkait perkembangan draft revisi PP itu. Ia meminta Mensesneg Sudi Silalahi agar dalam 1-2 hari ini segera menghubungi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) untuk menyelesaikan revisi PP yang menjadi payung hukum penugasan penyidik Polri di KPK itu. Presiden berpendapat bahwa batas lamanya penyidik Polri bertugas di KPK kira-kira 4 (empat) tahun, karena kalau lebih dari itu akan mengganggu karier yang bersangkutan.
Dari pihak Polri, persoalan penyidik dijelaskan oleh Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Boy Rafly Amar. Dikatakannya bahwa penarikan penyidik Polri dari KPK karena masa tugas mereka sudah berakhir. “Mereka ditarik demi pembinaan karier dan profesi, bukan balas dendam karena KPK menahan Irjen Djoko Susilo, eks Kepala Korps Lalu Lintas, dalam kasus korupsi simulator SIM,” ujar Brigjen Boy di Jakarta, Rabu (5/12). Boy menjelaskan, pada bulan November 2012, masa tugas 13 orang penyidik Polri di antaranya Kompol Novel Baswedan di KPK sudah berakhir. Dengan berakhirnya masa tugas itu, Polri berharap para penyidik kembali ke Mabes Polri.
Memang masalah penyidik menjadi masalah krusial di KPK, tanpa penyidik yang cukup maka KPK bukanlah lembaga yang kuat dalam memberantas korupsi, karena persoalan korupsi membutuhkan penyidik yang tangguh, mengingat semakin lama KKN terus semakin canggih dan tertutup. Disinilah dibutuhkan kesadaran para pengemban amanah itu.
Bahaya Korupsi di Sebuah Negara
Penulis pernah menuliskan tentang masalah korupsi. Tertapi ada baiknya beberapa hal penting kembali penulis tayangkan, untuk me-refresh ingatan pembaca.
Korupsi adalah penyalah gunaan wewenang untuk kepentingan pribadi atau suatu kelompok tertentu (Transparency International 1995). Pada korupsi tersangkut tiga pihak, pihak pemberi, penerima dan objek korupsi (Sindhudarmoko,2001). Dalam buku saku KPK berjudul Memahami Untuk Membasmi, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No.31 Tahun 1999 jo.UU No.20 Th 2001, dalam pasal-pasalnya dirumuskan 31 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.
Hasan Hambali (2005) dalam penelitiannya menyampaikan bahwa sumber korupsi mencakup dua hal pokok yaitu, "kekuasaan kelompok kepentingan dan hegemoni elit." Kekuasaan kelompok kepentingan cenderung lebih berwawasan politik, hegemoni elit lebih berkait dengan ketahanan ekonomi. Piranti korupsi umumnya menggunakan perlindungan politis dan penyalahgunaan kekuasaan.
Korupsi apabila dibiarkan akan berdampak terhadap makroekonomi, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, dalam jangka pendek pengaruhnya belum terlihat, tapi dalam jangka panjang korupsi sangat mematikan pertumbuhan ekonomi (Sindhudarmoko,2001). Dengan demikian maka langkah dan strategi pemerintahan Presiden SBY yang menggalakkan pemberantasan korupsi dengan mendukung penuh KPK merupakan terapi dan langkah yang tepat.
Pemberantasan Korupsi diukur dari CPI
CPI atau Corruption Perception Index, adalah instrument yang dikeluarkan oleh Tranparency International. Nilai CPI merupakan persepsi pengusaha multinasional, jurnalis keuangan internasional dan masyarakat domestik, sangat sulit dimanipulasi karena melibatkan banyak pihak yang diluar kemampuan pemerintahan suatu negara. Indeks, yang diawasi ketat tersebut didasarkan pada penilaian ahli dan data dari 17 survei dari 13 lembaga independen, meliputi isu-isu seperti akses ke informasi, penyuapan pejabat publik, suap dalam pengadaan di publik, dan penegakan hukum anti-korupsi.
Nilai CPI menjelaskan posisi ranking persepsi suatu negara dalam hal aktivitas keberadaan korupsi yang diberikan oleh masyarakat internasional. CPI mempunyai nilai 0-10, nilai 0 untuk yang paling tinggi korupsinya, nilai 10 paling bersih. Kini nilai CPI menggunakan skor 0 sampai 100. Skor O dipersepsikan sangat korup, skor 100 sangat bersih. Dari nilai CPI maka tersusun ranking dari 176 negara didunia yang dinilai. Negara maju dan berkembang umumnya nilai CPI-nya lebih dari 5 (50), Negara terbelakang atau baru berkembang nilainya kurang dari 3 (30).
Transparency International Indonesia Kamis (6/12) merilis CPI Indonesia tahun 2012, skornya 32. Indonesia berada diperingkat 118 diantara 176 negara. Menurut Sekjen TII, Natalia Soebagjo, posisi Indonesia sejajar dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir dan Madagaskar.Di Asean, posisi Indonesia terendah, tertinggi Singapura peringkat 5 dunia (87), Brunei peringkat 46 (55), Malaysia peringkat 54 dunia (skor 49), Thailand peringkat 88 dunia (skor 37) dan Filipina peringkat 108 (skor 34). Indonesia lebih unggul dari Vietnam yang diperingkat 123 (skor 31) dan Myanmar di perigkat 108 (skor 15).
Natalie menyebutkan bahwa dengan skor 32 menunjukkan bahwa Indonesia tahun ini belum berubah, belum keluar dari situasi korupsi yang mengakar. Diperlukan keterlibatan lebih dari masyarakat, kasus korupsi skala besar harus segera dituntaskan, pelayanan publik ditingkatkan dan pelemahan terhadap KPK harus dihentikan.
Memang diakui berat dalam memberantas korupsi. Dari perkembangan sejak tahun 2007 (CPI, 23), tahun 2008 (CPI, 26), tahun 2009 (CPI, 28), tahun 2010 (CPI, 28), tahun 2011 (CPI, 30) dan tahun 2012 (CPI, 32). Terlihat kenaikan CPI tidak signifikan. Tahun 2008 CPI naik cukup tinggi karena gebrakan Ketua KPK Antasari Azhar, yang akhirnya terjungkir. Tahun 2012, skor hanya naik 2 dibandingkan tahun 2011, jelas menunjukkan tidak sesukses yang diberitakan.
Kesimpulan
Pada era kepemimpinan Abraham Samad, langkah berani KPK nampaknya telah membuahkan hasil. Dengan dilindungi Undang-Undang, KPK kini bergerak semakin taktis dan yakin. Terlihat bahwa hukum kini mulai lebih menjadi panglima di Indonesia, mengalahkan kekuatan politis. Terbukti dengan ditetapkannya Menpora sebagai tersangka dan di cekal ke luar Negeri, Andi Mallarangeng langsung lumpuh, terpaksa mengundurkan diri baik dari jabatan maupun sebagai anggota Partai Demokrat sebagai rulling party. Tidak ada kekuatan politis yang bisa melindunginya. Demikian juga dengan penetapan Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka dan langsung ditahan, terlihat sebagai sesuatu yang tidak terbayangkan di masa lalu.
Yang menjadi persoalan bagi KPK adalah bagaimana mengatasi permasalahan penyidiknya yang terus menyusut. Kedua belah pihak, KPK dan Polri kepentingannya sama sesuai dengan konsep masing-masing instansinya. Yang dibutuhkan kini adalah bagaimana membangun komunikasi. Pejabat KPK seharusnya lebih pintar agar penyidik Polri tidak habis. Korupsi jelas sangat berbahaya dan akan menghancurkan negara dalam jangka panjang apabila dibiarkan. Semangat memberantas korupsi bukan hanya menindak pelaku, tetapi bagaimana merubah mental anak bangsa ini, ini yang sulit.
Walau prestasi pemberantasan korupsi yang diukur dari CPI hasilnya belum menggembirakan, tetapi bangsa ini telah berani berbuat dan memutuskan sesuatu dalam memperbaiki diri menuju cita-cita luhurnya. Semoga kita bersama tetap yakin bahwa Indonesia akan menjadi lebih maju sejajar dengan negara-negara besar lainnya. KPK dengan dukungan penuh Presiden SBY harus semakin yakin dan berani dalam memberantas korupsi.
Tidak ada gading yang tidak retak, demikian juga dengan KPK, pasti ada kekurangannya. Yang penting kini, jangan sampai kekuasaan dan amanah yang mereka dipegang menjadikannya sombong dan arogan, karena ujiannya ada disitu. Mari dukung dan kita doakan KPK dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Sukses dalam berbakti kepada bangsa dan negara. Salam.
Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net
Ilustrasi Gambar : nasional.news.viva.co.id