Survei Metro TV, Jokowi dan Dahlan Iskan Capres terkuat 2014, Benarkah?

23 November 2012 | 7:30 am | Dilihat : 1019

Kemarin malan penulis menonton acara di Metro TV sebuah acara  Suara Anda dengan judul "Capres Pilihan Kaum Muda." Acaranya menarik, menghadirkan Burhanuddin Muhtadi, pengamat politik, Dosen Ilmu Sosial dan Politik UIN Syarif Hidayatullah juga sebagai peneliti senior, Lembaga Survei Indonesia (LSI). Juga dihadirkan Ahmad Muzani (Gerindra) dan Indra Pilliang (Partai Golkar).

Acara tersebut menghadirkan 100 mahasiswa sebagai responden, dengan presenter Fessy Alwi. Penulis mencoba terus mengikuti hingga akhir kemana arah acara tersebut. Metro mencoba menampilkan sebuah gambaran atau persepsi publik tentang beberapa hal yang terkait dengan pilpres 2014.

Sebagai sebuah stasiun televisi berita, apa yang dilakukan Metro TV bagus, menurut penulis Metro ingin mencari gambaran situasi dan pandangan politik masyarakat menjelang 23 bulan lagi akan dilakukannya pemilu dan pilpres. Mari kita ikuti hasil survei kecil-kecilan tersebut.

Responden yang 100 mahasiswa tersebut menunjukkan bahwa faktor usia menentukan bagi capres, 54 persen setuju, 45 persen tidak mempermasalahkan usia. Para mahasiswa lebih setuju 59 persen capres baru duajukan parpol, sementara 36 persen tidak perlu.  Capres yang berasal dari parpol disebutkan akan lebih mudah mengendalikan pemerintah  dan DPR (52 berbanding 41 persen).

Hasil pemilihan capres oleh 100 responden mahasiswa, Jokowi (26%), Dahlan Iskan (19%), Nama lain (17%), JK (9%), Prabowo (7%), Mahfud MD (7%), Aburizal Bakrie (5%), Wiranto (3%), Hidayan NW (3%), Megawati (2%), Hatta Rajasa (0%).

Apabila dibandingkan dengan survei Metro TV News.com, hasilnya adalah, Jokowi (28,7%), Prabowo (18,1%), Dahlan Iskan (14%), Tidak Tahu (13,1%), JK (12,9%), Mahfud MD (7,3%), Pilihan lain (7,3%), Sri Sultan (3,8%), Megawati (3,2%), Hidayat NW (2%), Hatta Rajasa (1%), Wiranto (0%) dan Abirizal Bakrie (0%).

Fakta lain menampilkan, 100 mahasiswa memilih faktor kompetensi  (49%), Integritas (45%), Akseptabilitas (6%). Untuk pengaruh pemberitaan pencitraan di media bagi capres, 62% menyatakan setuju, tidak berpengaruh 9%, dan sedikit pengaruhnya 29%. Khusus capres asal militer, 23% yang memilih tegas, 71% tidak selalu lebih tegas, dan tidak tahu 6%.

Menanggapi survei tersebut, Burhanudin Muhtadi mengatakan bahwa dalam survei nasional, faktor integritas menduduki peringkat pertama , posisinya berada diatas kompetensi, berbeda dengan pendapat 100 responden mahasiswa tersebut. Para mahasiswa menyatakan bahwa calon militer atau non militer tidak masalah, tergantung kepada personalitinya.  Menurut Muhtadi, bahwa survei politik adalah sebuah persepsi, belum tentu menggambarkan yang sebenarnya. Dalam sebuah survei nasional, selalu menunjukkan bahwa apabila persepsi baik, ini akan berengaruh kepada keterpilihannya.

Citra dibentuk harus sesuai dengan kenyataan, tidak perlu para calon meniru Jokowi misalnya, "gaya ndeso" turun kebawah barbaur dengan rakyat kecil memang gaya kepemimpinan Jokowi, dimana apabila ditiru oleh calon yan biasa bergaya "perlente" jelas tidak tepat. Jadi jangan coba bermain sinetron katanya.

Menurutnya, menurut UU Pemilu, capres harus diajukan oleh parpol atau gabungan parpol, capres non parpol kalau ingin maju harus di endors parpol. Dari pengalaman perjalanan pemerintahan Presiden SBY, menurut Burhanudin, presiden tidak dapat menjinakkan DPR, presiden 2014 nanti akan lebih baik apabila di back up oleh masyarakat, mampu membangun komunikasi politik dengan DPR. Bagi muka-muka baru harus mampu populer dahulu, walau popularitas tidak berbanding lurus dengan elektabilitas.

Menurut survei Nasional, nama-nama beberapa senior tetap menguasai panggung survei sebagai capres 2014, posisinya adalah Prabowo Subianto, Megawati, Jusuf Kalla dan Aburizal Bakrie. Keempat tokoh ini mempunyai pengalaman nasional, sangat dikenal. Sementara apabila menginginkan maju, maka calon alternatif harus lebih melakukan sosialisasi, apabila tidak, sulit untuk bersaing di pentas nasional. Sebagai contoh popularitas Gita Wiryawan baru 6%, juga untuk tingkat nasional popularitas Dahlan Iskan, Mahfud MD dan Jokowi masih dibawah 30%. Walaupun demikian Jokowi dikatakannya sebagai alternatif di tengah.

Jadi survei Metro TV penulis katakan sah-sah saja sebagai media pemberitaan, langkahnya untuk mencerdaskan bangsa, tetapi hasilnya jelas masih jauh dari kenyataan yang ada. Kedua survei baik metrotvnews.com maupun survei suara anda hanya penggambaran sesaat dan sektoral, karena konstituen tidak hanya mereka yang memahami internet belaka. Kedua survei hanya menggambarkan pandangan kaum muda dan lebih berbasis internet.

Nah, bagaimana kesimpulannya? Apakah Jokowi dan Dahlan Iskan memang kini menjadi dua tokoh yang demikian kuat sebagai capres 2014? Menurut penulis sih rasanya belum, walau menurut survei Metro TV mungkin iya, gaya keduanya mirip-mirip, berani dan mau turun kebawah, itu yang nampaknya akan mereka jual. Jokowi sudah jelas dari PDI, lantas Dahlan Iskan? Kabarnya dia sudah dekat-dekat dengan Cikeas, siapa tahu akan jadi jago Demokrat, bisa saja. Nah, Metro sebagai media elektronik yang menjadi kekuatan pembangunan citra telah berusaha mengacarakan khasanah baru pilpres 2014, yang apabila ditinjau dari sisi hiburan enak saja ditonton.

Tetapi dari sisi ilmu dan metode survei menurut penulis tidak menggambarkan persepsi dari sebuah lembaga survei seperti yang dibutuhkan publik. Respondennya terlalu sektoral dan tipis. Semoga lain kali survei mereka lebih ditingkatkan sebagai pembelajaran dan pencerdasan politik masyarakat, bukan untuk kepentingan sesaat.  Untuk sebuah acara televisi, ya jelas valid. Fessy pada akhir acara juga mengakui bahwa survei ini belum bisa merepresentasikan persepsi publik.

Apabila penulis ditanya, siapa capres terkuat kini, penulis tetap memegang Megawati, untuk posisi kedua masih dipegang Prabowo. Tetapi siapa tahu, mendekati 2014 nanti Jokowi atau Dahlan Iskan tiba-tiba melejit, seperti saat Mas Jokowi meruntuhkan Bang Foke yang didukung demikian banyak parpol. Namanya juga panggung politik.

Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Ilustrasi Gambar : Inilah.com

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.