Teror di Poso, dua Anggota Polisi dibunuh
18 October 2012 | 7:21 am | Dilihat : 1294
Dua anggota polisi Polres Poso yang hilang sejak 8 Oktober 2012 pada akhirnya diketemukan tewas pada tanggal 16 Oktober 2012. Kedua anggota polisi itu hilang sejak tanggal 8 Oktober 2012 lalu. Mereka adalah Brigadir Sudirman, Kepala Unit Intelijen Polsek Poso Pesisir dan Brigadir Satu Andi Sapa, anggota tim buru sergap, Satreskrim Polres Poso. Pihak kepolisian yang dibantu oleh aparat TNI AD, kompi Morowali berhasil menemulan kedua jenazah yang dikuburkan di Desa Tamanjeka, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Menurut Karopenmas Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, kedua polisi itu ditemukan terkubur dalam satu lubang. Mereka mengalami luka di bagian leher diduga karena senjata tajam. "Tempat kejadian perkara di Dusun Tamanjeka, Desa Masani, di hutan atau kebun luar perkampungan," kata Boy. Keduanya hilang saat sedang melakukan penyidikan pada 8 Oktober 2012, saat sedang melakukan penyelidikan terkait penembakan yang terjadi di Desa Masani, Dusun Tamanjeka. Diketahui sehari sebelumnya Densus 88 telah menangkap menangkap seorang yang terduga teroris dari kelompok Santoso bernama Imron di Jalan Kangkung, Kelurahan Balaroa.
Kondisi keamanan di Poso pada beberapa waktu terakhir telah terganggu dengan terjadinya beberapa aksi kekerasan yang diduga dilakukan oleh jaringan teroris. Dalam waktu enam pekan terakhir, telah terjadi dua insiden penembakan terhadap warga dan terjadinya peledakan bom di Kabupaten Poso. Korban penembakan bernama Noldy Ambolado (35 tahun), tewas karena kepalanya ditembak dari jarak dekat oleh orang tak dikenal pada 27 Agustus 2012. Pada 4 Oktober 2012, Hasman Sao (27 tahun) mengalami luka serius di bagian leher karena ditembak orang yang masih misterius di rumahnya.
Pada tanggal 9 Oktober 2012, terjadi ledakan bom di sebuah tempat di Kelurahan Kawua, Poso. Bom berdaya ledak rendah itu meledak di depan rumah Okry seorang PNS di Kabupaten Poso. Ledakan itu merusak bagian belakang mobil dan memecahkan kaca jendela rumah. Mengenai motif sementara dengan kejadian penembakan dan peledakan bom rakitan, Kapolda Sulteng, Irjen Pol Parsana mengatakan pelaku hanya berupaya menebar teror kepada warga. Polda Sulawesi Tengah kemudian menerjunkan dua peleton pasukan Brimob ke Kabupaten Poso guna membantu pengamanan daerah. Selain itu Polisi juga melakukan razia di Kota Palu, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Parigi Moutong untuk mempersempit ruang gerak teroris.
Kabuparten Poso, dimana dua anggota polisi tersebut tewas terbunuh, berjarak sekitar 222 kilometer dari Kota Palu adalah wilayah dimana masih banyak terdapat hutan yang jarang dijamah manusia atau petugas keamanan, sehingga sering dijadikan basis latihan yang terkait dengan kegiatan teror. Di Kabupaten Poso sejak tahun 1998-2006 dikenal sebagai daerah konflik komunal yang mengakibatkan ribuan korban jatuh dan meninggal dunia. Pada akhir tahun 2006, polisi berhasil menangkap puluhan pelaku teror di Kabupaten Poso. Secara perlahan situasi keamanan masyarakat mulai kondusif dan aman.
Pada tanggal 27 September 2012, Densus 88 telah menangkap terduga teroris bernama Wendy Febriangga dan Imron. Wendy ditangkap di Pelabuhan Pantoloan Palu pada 27 September 2012, sedangkan Imron ditangkap di rumahnya di Jalan Kangkung pada 8 Oktober 2012. Wendy dan Imron diduga kuat jaringan teroris Poso yang terlibat pada penembakan tiga polisi di Kota Palu pada Mei 2011. Menurut Karopenmas Polri, Wendy Febriangga (Hasan) pernah ikut latihan ala militer di Poso dibawah pimpinan Santoso. Wendy juga ikut membuat bom pipa di rumah tersangka Rudi Kurnia putra alias Pak Tuwek, yang ditangkap 22 September 2012. "Dia buat bom pipa bersama dengan tersangka Barkah Nawasaputra alias Wawa alias Nawa alias Robot, tersangka Anggri (tertangkap di Kalimantan Barat)," kata Boy.
Tindakan teror di Poso jelas tidak terlepas dengan kegiatan jaringan teror yang terjadi dan diungkap di Beji Depok, Tambora, Solo, Ambon dan Kalimantan. Mereka terkait dengan kelompok yang ditangkap Densus 88 di Solo pada hari Sabtu (22/9), Badri Hartono (45), Rudi Kurnia Putra (45), Kamidi ( 43), Indran Vitrijan (30), Nopem (30), Fajar Novianto (18), BarkahNawa Saputra (24) dan Triyatno (29). Badri bersama Rudi Kurnia mengoordinasi dan mengomando kelompoknya. Baderi merupakan pemimpin jaringan Thoriq cs di Beji Depok. Thoriq pemilik bom rakitan di Tambora. Mereka merupakan DPO pelatihan teroris di Poso, Sulawesi Tengah, beberapa bulan lalu. Saat itu, polisi menangkap dua orang dan lainnya berhasil melarikan diri.
Baderi Hartono mendapat ilmu merakit bom dari Bagus Budi Pranoto alias Urwah. yang merupakan perakit bom saat teroris asal Malaysia, Noordin M Top masih beraksi di Indonesia. Urwah adalah perakit bom yang meledak di JW Marriot dan Ritz Carlton pada 17 Juli 2009. Ia dan perakit bom lainnya (Ario Santoso alias Aji) merupakan murid teroris Malaysia lainnya, Dr Azahari. Kedua DPO tersebut menjadi buron bersama Syaifudin Zuhri dan Mohamad Syahrir. Urwah tewas ditembak Densus bersama Noordin M Top beserta Aji dan pemilik rumah Hadi Susilo di Kampung Kepuh, Jebres, Solo pada tanggal 16 September 2009. Baca artikel penulis Teroris Jaringan Solo, Poso dan Depok ditangkap Densus di Solo (http://ramalanintelijen.net/?p=5776 ).
Dengan demikian, maka besar kemungkinan di Kabupaten Poso masih tersisa sel-sel teroris yang pernah mengikuti latihan ala militer di hutan Kabupaten Poso. Jaringan teror terlihat tetap terkait satu sama lainnya. Kepala BIN menduga keterlibatan Jamaah Ansharut Tauhid di balik tewasnya dua anggota polisi Poso itu. "Mereka ini memang diduga JAT. Sementara dugaan seperti itu. Beri kesempatan kepada kami untuk melakukan pendalaman," katanya sebelum mengikuti sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 17 Oktober 2012.
Hingga kini pihak kepolisian yang dibantu TNI AD terus melakukan penyisiran dikawasan hutan Kabupaten Poso untuk mencari tersangka pembunuhan dua anggota Polri tersebut. Menurut penulis yang sangat perlu diperhatikan adalah kemampuan jaringan teror yang berhasil mengumpulkan dana dalam jumlah besar oleh para simpatisannya dengan cara yang lebih maju, seperti yang pernah diungkap di Medan, dengan teknologi internet, mampu memanipulasi forex. Inilah yang penting dipangkas, karena diketahui latihan di Poso dibiayai aliran dana dari jaringan pendukung pasif di Medan. Baca artikel penulis, "Umar Patek dan Teroris Indonesia yang Semakin Pintar" ( http://ramalanintelijen.net/?p=5474 ).
Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net
Ilustrasi gambar : radarbogor.co.id