Akan runtuhkah Partai Demokrat pada 2014?

17 October 2012 | 8:03 am | Dilihat : 792

Lembaga Survei Nasional (LSN) pada Senin 15 Oktober 2012 merilis sebuah hasil survei politik yang sangat mengejutkan. LSN menyatakan bahwa elektabilitas Partai Demokrat hanya tersisa 5,9 persen apabila pemilihan umum digelar hari ini. Sementara dari peringkat elektabilitas,  Partai Golkar berada di urutan teratas dengan 18,1 persen, PDI Perjuangan di urutan kedua dengan  14,4 persen, dan Partai Gerindra dengan elektabilitas 12,5 persen.

Direktur Eksekutif LSN, Umar S. Bakry, dalam konferensi pers di Hotel Atlet Century, Jakarta Seni (15/10/2012) menyatakan, "Posisi  the ruling party ini  terjerembab  jauh di bawah perolehan suaranya pada Pemilu 2009, bahkan juga lebih rendah dari perolehan suaranya ketika baru pertama kali ikut pemilu di Pemilu 2004,” katanya.

Runtuhnya elektabilitas Partai Demokrat ini  menurut LSN, karena partai ini dipersepsikan publik sebagai partai dimana kadernya paling banyak terlibat kasus korupsi. “Publik mendambakan partai politik yang bersih yang dapat menjadi lokomotif pemberantasan korupsi,” kata Umar. Hasil survei menggambarkan, mayoritas responden  (51,4 persen)  menganggap Partai Demokrat sebagai partai yang kadernya paling banyak terlibat kasus korupsi, disusul Partai Golkar (5,4 persen) dan PDIP (2,4 persen).

Survei ini digelar pada tanggal 10-24 September 2012 di 33 provinsi  di seluruh Indonesia. Jumlah sampel yang di survei 1.230 responden diperoleh melalui teknik multistage random sampling, dengan margin of error sekitar 2,8 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Selanjutnya menurut LSN,  sebanyak 55,4 persen responden menilai periode kedua dari pemerintahan Presiden SBY tak berubah dibanding periode pertamanya, sedangkan 25,9 persen lainnya  menganggap periode kedua SBY bahkan lebih buruk ketimbang periode pertamanya. Hanya 5 persen yang berpendapat periode kedua SBY semakin baik, sementara 3,7 persen sisanya mengatakan tidak tahu. Kekecewaan publik pada Partai Demokrat, menurut LSN, antara lain disebabkan karena pemerintahan Presiden SBY dinilai kurang berkomitmen terhadap agenda pemberantasan korupsi. Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan SBY pun kemudian menjadi semakin merosot.

Nah, dari data tersebut, menurut penulis telah terjadi  misinformasi atau mungkin miskomunikasi antara elit Partai Demokrat dengan publik, yang kemudian secara umum sangat merugikan citra Demokrat sebagai parpol penguasa. Kesan Demokrat sebagai parpol dimana pejabatnya dianggap paling korup agak tidak sesuai dengan fakta. Sekretaris Kabinet Dipo Alam menyatakan rincian jumlah pejabat yang tersandung kasus hukum, dimana tercatat 64 pejabat yang terlibat korupsi berasal dari Partai Golkar, 32 dari PDIP, dan 20 dari Partai Demokrat.

Dari kasus ini, nampaknya para elit Demokrat perlu menyikapi dengan segera. Kemungkinan lain yang menjadi pemicu keruntuhan Partai Demokrat (dengan catatan kita mempercayai LSN), disebabkan bergulirnya isu dan hembusan negatif mantan bendaharanya M Nazaruddin yang terlibat dalam beberapa proyek dan dinyatakan terlibat korupsi. Nazarruddin selalu menyebut Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum juga ikut terlibat. Walau hingga saat ini Anas masih dalam posisi aman, tetapi teriakan Nazar yang terus menerus (menurut ilmu intelijen "mampu mengondisikan publik"), kemudian berimbas ke citra Demokrat secara keseluruhan.

Jelas antara citra dan fakta dari Dipo Alam berbeda. Disinilah menurut penulis terjadi miskomunikasi yang harus segera dibenahi apabila para elit Demokrat masih ingin parpolnya tetap eksis pada 2014. Jangan dipandang enteng informasi terbuka oleh sebuah lembaga survei, apapun juga lembaga tersebut. Hanya inilah sistem atau alat ukur sukses tidaknya sebuah parpol dalam pergulatan politik di Indonesia. Informasi LSN memang patut dipelajari lebih mendalam, karena pada hari Minggu (14/10), LSI juga mengeluarkan hasil surveinya. Peneliti LSI Network Adjie Alfaraby kepada pers di Jakarta, mengatakan, dukungan publik untuk lima besar parpol yaitu  yakni Golkar (21,0 persen), PDIP (17,2 persen), Demokrat (14,0 persen), Gerindra (5,2 persen), Nasdem (5,0 persen), dan tidak tahu (13,4 persen). Survei LSI itu dilakukan pada 1--8 Oktober 2012 dengan sample 1.200 responden di 33 provinsi.

Nah, itulah sedikit informasi yang perlu dicermati elit Demokrat dari dua lembaga survei yang mana posisi Partai Demokrat dan Gerindra tidak berbeda posisinya. Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah keruntuhan citra jelas sangat mudah jatuh dan menaikkan citra jelas sangat sulit dan dibutuhkan waktu yang lama. Penulis percaya bahwa sehancur apapun nama dari Partai Demokrat, keruntuhannya tidak akan turun dengan drastis, Partai Demokrat penulis perkirakan masih akan tetap bertengger pada posisi tiga besar paling tidak sebagai the best of three. Sebagai contoh PKB dimasa lalu, yang penurunan perolehan suara sebagai akibat kemelut serta konflik  kepemimpinannya, baru turun sekitar 6-7 persen dalam dua periode pemilu.

Demikian sedikit informasi dan ulasan yang penulis coba buat, semoga ada manfaatnya bagi kita semua, parpol apapun itu adalah bagian dari kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara.

Prayitno Ramelan, www.ramalanintelijen.net

Ilustrasi gambar : seru.com

This entry was posted in Politik. Bookmark the permalink.